Social Icons

Pages

Rabu, 03 Mei 2017

Meluruskan Gugatan Kartini



Emansipasi wanita, suatu kata yang terus didengungkan. Konsep emansipasi berawal dari R. A. Kartini sebagai buah dari belenggu adat yang membuat wanita kesulitan untuk mengembangkan potensi. Kala itu, akses wanita untuk memperoleh pendidikan sangat kurang karena bersekolah tidak dianggap penting untuk seorang wanita.
Terkabulnya Gugatan
Gugatan wanita atas pemenuhan hak terus digaungkan, pelan tapi pasti gugatan tersebut terkabul. Dahulu bangku sekolah didominasi oleh laki-laki, namun sekarang secara kuantitas perempuan sangat mendominasi. Menurut Kemdikbud melalui Direktur Pembinaan SMP, Supriano dalam Diskusi Pendidikan di Kemdikbud, Jakarta, Rabu (16/3/2016) ada 13.572.756 pelajar laki-laki di jenjang SD dan siswa perempuan 12.331.427 orang. Fakta mengejutkan muncul pada data siswa SMA yaitu 2.445.589 pelajar perempuan, sedangkan jumlah siswa laki-laki hanya 1.966.351 orang. Data tersebut menunjukan bahwa orientasi kaum wanita untuk sekolah lanjut lebih tinggi daripada kaum laki-laki. Fenomena serupa terjadi di bangku kuliah, menurut Kemristekdikti tahun 2017 jumlah mahasiswa perempuan jauh lebih banyak yaitu berkisar 2,6 juta mahasiswa sedangkan laki-laki hanya sekitar 2,3 juta.
Keterlibatan wanita dalam pemerintahan juga turut mempertegas keberadaan emansipasi wanita. Pada Pemilu Legislatif tahun 2014, keterwakilan kaum ibu di legislatif sebanyak 97 kursi (17,32 %) di DPR, 35 kursi (26,51 %) di DPD, dan rata-rata 16,14 % di DPRD serta 14 % di DPRD kabupaten/kota. Kasus yang lebih nyata menandakan kesetaraan gender adalah hilangnya anggapan bahwa pemimpin harus seorang pria. Pilkada Serentak pada 9 Desember 2015 menghasilkan 35 kader dari kaum hawa yang memenangkan hati rakyat. Bahkan beberapa tahun yang lalu, orang nomor satu negeri ini pernah diisi kaum wanita yaitu ibu Megawati.
Realita eksistensi wanita di dunia pendidikan, kerja, dan politik cukup menjadi cerminan terkabulnya gugatan. Walaupun arti dari sebuah kesetaraan sangat subjektif namun setidaknya wanita telah memiliki ruang untuk mengembangkan potensinya. Saat ini wanita lebih bebas untuk berkompetisi dan berhak menantang kaum adam untuk bersaing di dunia pendidikan, kerja, ataupun politik.
Pergeseran Gugatan
Gerakan kesetaraan gender yang saat ini terjadi bukan tanpa konsekuensi. Banyak sekali kaum hawa yang memilih untuk membagi perannya sebagai ibu dengan wanita karir. Hal tersebut tentunya menimbulkan tantangan lebih besar dalam mewujudkan keseimbangan peran. Wanita harus dapat membagi dengan bijaksana antara fitrah sebagai ibu dan mengembangkan karir.
Pembagian peran merupakan isu hangat yang memunculkan banyak diskusi. Banyak pihak yang mengingatkan bahwa saat ini emansipasi cenderung ke arah yang “kebablasan”. Komitmen menjaga keseimbangan peran hanya terdengar samar-samar di kalangan ibu karir. Tekanan luarbiasa dari dunia pekerjaan menyita perhatian mereka sehingga peran utama sebagai ibu terbengkalai.
Isu yang paling sering mengemuka adalah masalah ASI dan manajemen keluarga. Memberikan ASI eksklusif dan melanjutkannya hingga usia 2 tahun tentu bukan perkara mudah, dibutuhkan perjuangan hebat dalam prosesnya. Tekanan karir jelas memperberat perjuangan seorang ibu. Banyak sekali ibu yang tumbang dan memilih alternatif susu formula untuk mengganti ASI. Situasi tersebut jelas sangat merugikan bagi bayi dan ibunya sendiri, sebaik-baiknya susu formula masih kalah dibandingkan dengan ASI dan ibu melewatkan momentum membangun kedekatan batin lewat aktifitas menyusui.
Masalah kedua adalah mengenai ibu sebagai manajer keluarga. Permasalahan yang paling mencolok pada ketidakmaksimalan peran ibu sebagai manajer keluarga adalah penjaminan gizi. Ibu seharusnya memiliki program untuk mengelola keseimbangan asupan gizi keluarga dan menggaransi bahwa segala hal yang masuk dalam tubuh baik untuk dikonsumsi. Namun, sayangnya banyak kaum hawa yang terpaksa mengesampingkan hal tersebut karena tersitanya waktu dan pikiran untuk kerja sehingga memilih untuk menyerahkan urusan tersebut pada pembantu atau membeli makanan siap saji. Padahal kualitas asupan gizilah yang menentukan kualitas dan kesehatan keluarga.
Meluruskan Gugatan
Perlu dipahami secara mendalam dari cara berpikir R. A. Kartini, emansipasi yang diharapkan bukan mengabaikan peran inti seorang wanita. Emansipasi lebih menyasar pada pengembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual seorang wanita sehingga dapat berkembang menjadi pribadi hebat sebagai anak, menantu, ibu, dan istri. Semua orang menyadari bahwa wanita merupakan manajer dalam suatu rumah tangga sehingga kualitas dari suatu keluarga tersebut sangat bergantung pada kemampuannya dalam mengelola.
Kalau hanya untuk mengurus keluarga, kenapa wanita harus setara dengan pria dalam menuntut ilmu? Pertanyaan klasik tersebut pasti sering muncul. Jawabanya adalah pertama, untuk menjadi istri yang baik harus mampu berkomunikasi dengan suami. Komunikasi yang baik adalah ketika istri dan suami dapat berbicara dalam frekuensi yang sama. Saat suami mengalami masalah, istri dapat memberikan masukan. Jika wawasan istri senjang dengan suami maka komunikasi yang baik akan sulit terjadi.
Kedua, untuk mendidik anak yang hebat dibutuhkan ibu dengan wawasan yang luas. Kasus ini sudah nampak dari anak dalam kandungan, ibu dengan wawasan yang luas tahu bagaimana menjaga kandungannya agar tumbuh dengan sehat. Jika terdapat permasalahan, ibu cerdas akan mengambil sikap yang tepat dan cepat sehingga imbas dari permasalahan dapat diminimalkan. Kemudian saat anak telah lahir, aktivitas ibu dan anak sangat banyak termasuk saat menyusui. Ada banyak hal yang dapat diajarkan melalui lagu, cerita, atau obrolan, dan hanya ibu yang cerdas yang dapat memaksimalkan momentum tersebut sebagai sarana memasukkan hal-hal positif pada anak.
Ketiga, ditengah isu pola makan sehat tentu dibutuhkan manajer keluarga yang mampu mengatur kebutuhan makan dengan baik. Ibu yang berpendidikan tentu memiliki kesadaran yang tinggi dalam mengelola keluarganya agar tetap sehat.
Keempat adalah menanggapi curhatan anak dengan baik dan mendidik. Anak merupakan sosok sensitif dengan permasalahan yang kompleks, kadang diluar dugaan. Kemampuan ibu dalam menanggapi curhatan sehingga anak dapat merasa puas dan dapat mengambil nilai positif adalah ketrampilan yang dimiliki oleh ibu yang terdidik.

Bekerja dan berkarir bagi seorang wanita sebenarnya sah-sah saja namun peran intinya sebagai seorang ibu dan istri harus menjadi poin utama. Peran wanita sebagai ibu dan istri merupakan anugrah yang sangat istimewa dari Sang Pencipta sehingga tidak dapat digantikan oleh kaum pria. Sebaiknya ego kesetaraan dikelola dengan lebih baik sehingga tujuan emansipasi dapat tepat sasaran. Emansipasi harus membentuk generasi kaum hawa yang memiliki wawasan luas dan terdidik sehingga dapat membangun suatu keluarga berkualitas. Dari sanalah akan bermunculan banyak bibit-bibit unggul dari sentuhan ibu-ibu hebat yang kedepan dapat menjadi generasi emas bangsa Indonesia. Ibu adalah kunci sukses kebangkitan bangsa.
Dipublikasikan dalam Harian Analisa, 21 April 2017 [klik]  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar