Oleh: Janu Arlinwibowo
Indera
pengelihatan merupakan indera penangkap informasi dengan
proporsi yang
paling tinggi 83% (Juang Sunanto, 2005:47)
Berangkat
dari fakta di atas, maka dapat dibayangkan betapa berbedanya kehidupan
tunanetra. Terdapat perbedaan mencolok alur informasi yang akan berimbas pada
aktivitas keseharian tunanetra. Kekurangan fungsi indera pengelihatan
mengakibatkan beberapa keterbatasan, seperti kognisi, mobilitas, sosial dan
emosi. Keterbatasan tersebut membuat anak tunanetra mengalihkan fungsi
pengelihatan (orang awam) ke rabaan. Namun, rabaan yang tidak memiliki
jangkauan seluas pengelihatan sehingga mobilitas tunanetra pun sangat terbatas.
Lepas
dari keterbatasan yang difitrahkan pada tunanetra, terdapat banyak potensi.
Melalui suatu pendidikan potensi tersebut terus diasah menuju titik optimal.
Formula pendidikan untuk tunanetra saat ini masih terus difikirkan, digodog,
dan dimatangkan untuk menemukan bentuk ideal. Paradigma “kuno” seorang
tunanetra adalah exceptional person
mulai ditinggalkan. Pengembangan pendidikan menjurus pada paradigma baru yang
memposisikan tunanetra sebagai person
with special need.
Pendidikan
Tunanetra di Indonesia
Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai
kesempatan yang sama memper oleh pendidikan, termasuk tunanetra. UU ini menjadi
landasan kuat tiap elemen terkait mengusahakan segala cara untuk memberi
fasilitas tunanetra dalam belajar. Pemerintah menyediakan wahana formal untuk
tunanetra dalam mengenyam pendidikan yaitu sekolah luar biasa (SLB).
Dikhususkannya
wahana belajar bertujuan agar tunanetra (kasus ini juga terjadi pada disablelity lain) dapat belajar lebih
kondusif. Namun seiring berkembangnya pemikiran, pengkhususnya memiliki suatu
kekurangan, yaitu standar kemampuan lulusan yang disinyalir memiliki
kesenjangan dengan siswa umum. Dengan pengususan maka pada proses belajar masih
sering diselimuti unsur “pemakluman”. Ketidakbisaan tunanetra terhadap sesuatu
sering dianggap pemakluman saja, minim pengupayaan agar bisa.
Selain
itu pengkotakan ini juga menimbulkan permasalahan sosial bagi tunanetra. Volume
interaksi dengan siswa umum menjadi sangat minimal dan mengakibatkan dalam
kehidupan luar muncul pembatas dengan non tunanetra karena saling belum
terbiasa. Akibatnya fatal, dalam kehidupan sosial seolah-olah tunanetra punya
kehidupan sendiri dan non tunanetra pun segan untuk berinteraksi karena belum
mengenal secara baik.
Muncul
konsep pengembangan yaitu sekolah inklusi. Sekolah yang membaurkan semua siswa
tanpa terkecuali. Konsep ini dinilai akan memberikan bekal lebih komplit,
selain berkembangnya kemampuan sosial, tunanetra juga dididik dengan volume
materi yang sama dengan siswa lain sehingga luaran yang dihasilkan pun standar.
Menelusur
Masalah Pendidikan Tunanetra
Dengan
pengembangan konsep pendidikan, masih saja menemui banyak kendala. Saat ini
konsep education for all masih belum
dapat sepenuhnya terwujud. Masih ada kesenjangan yang memagari tunanetra
sehingga tidak dapat seperti siswa umum. Dalam penelusuran, fasilitasbelajarlah
yang selalu menjadi tajuk utama. Akibatnya, tunanetra tidak dapat memenuhi
standar kompetensi, sekalipun di sekolah inklusi.
Diskriminasi
paling nampak adalah semua tunanetra yang bersekolah di sekolah inklusi
dijuruskan ke ilmu sosial. Alasannya, karena ketidakmampuan tunanetra untuk mempelajari ilmu pengetahuan alam.
Jelas, asumsinya adalah ketidakmampuan, yang berarti konsep “kuno” exceptional person masih terpelihara.
Usaha untuk pemenuhan kebutuhan belajar tunanetra masih jauh dari kata
menyeluruh. Padahal fakta di lapangan menunjukan bahwa banyak sekali siswa
tunanetra yang memiliki minat untuk menekuni ilmu sains, bahkan diantaranya
memiliki kemampuan excellent.
Melihat
fakta tersebut, dapat disimpulkan akibat dari tidak adanya arah sains untuk
siswa tunanetra. Pertama adalah terpasungnya bakat dari setiap individu
tunanetra. Kedua adalah tunanetra akan menjalankan pendidikannya tidak sepenuh
hati. Ketiga adalah tidak adanya pemecahan masalah kompreherensif, karena tidak
adanya tunanetra yang belajar ilmu sains maka tidak akan ada pemicu untuk
identifikasi dan pemecahan kebutuhan tunanetra dalam belajar sains. Jika
dibiarkan maka akan timbul lingkaran gelam yang membuat tunanetra susah untuk
mengembangkan diri khususnya di dunia sains. Padahal diketahui bahwa ilmu sains
sangat berguna dalam kehidupan. Alhasil masalah puncaknya adalah produktifitas
dan tingkat kemandirian.
Konflik
Tunanetra Dengan Sains
Kenapa
tidak ada penjurusan sains untuk tunanetra? Itulah pertanyaan yang terbesit
saat mengetahui fakta ini. Seiring meningkatnya volume pengamatan, masalah
tersebut terjawab. Asumsi bahwa tunanetra tidak akan mampun menguasai standar
kompetensi adalah jawaban. Pertanyaan berlanjut mengenai kenapa tunanetra tidak
dapat menguasai standart kompetensi? Pertanyaan dapat terjawab setelah
menelusuri standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dianut oleh kurikulum.
Banyak sekali kompetensi yang dikemas dalam materi visual. Bahkan untuk
beberapa materi dianggap mustahil untuk dipelajari tunanetra.
Dalam
beberapa waktu lalu penulis mencoba memecahkan masalah pendidikan tuanetra yang
selama ini dianggap suatu materi mustahil untuk diajarkan. Dalam pelajaran
fisika, pada materi pengukuran. Selama ini pelajaran pengukuran masih dianggap
impossible untuk tunanetra. Bagaimana bisa seorang tunanetra dapat mengukur
volume benda tidak beraturan? Bagaimana bisa seorang tunanetra dapat mengukur
suatu masa jenis? Melalui berbagai penelusuran ditemukan metode pengembangan
alat taktual yang dapat digunakan untuk mengukur alat tersebut dengan
dilengkapi skala taktual. Proses pengembangan alat ukur ini penulis lakukan bersama dua rekan yaitu Delthawati Isti R dan Rina Supriyani Untuk mengetahui proses penelitian dan
implementasinya dapat dilihat pada video dibawah ini.
Bersamaan
dengan pemecahan masalah pengukuran, ditemukan pula beberapa pengembangan media
belajar lain seperti termometer voice, LKS pythagoras, busur taktual, avo meter
voice dan pengembangan lainya. Dari pengembangan-pengembangan tersebut mulai
terbesit keyakinan bahwa semua bisa direkaiyasa untuk tunanetra. Namun sekilah
berbincang dengan Bapak Setian Adi Purwanta sebagai pimpinan resaurce centre Yogyakarta, keyakinan
tersebut sedikit goyah. Jika di rinci dalam pelajaran biologi hampir semua
mengandalkan informasi visual. Untuk pelajaran kimia memang banyak hafalan akan
tetapi materi yang yang dikemas secara visual pun masih mendominasi, ditambah
dengan alat-alat lab dan pengamatan yang mengharuskan individu menangkap
informasi secara visual. Ditambah dengan pelajaran matematika, pelajaran ini
memang minim praktek dan berbasis pada imajinasi. Akan tetapi dapat kita lihat
bagaimana bisa memahami bangun ruang, volume benda tak beraturan, sudut, atau
materi lain bagaimana bisa memahami tanpa ada ilustrasi visual. Sedangkan saat
ini pemerhati atau pengembang jumlahnya masih sangat terbatas. Butuh berapa
waktu untuk mengembangkan semua media pembelajaran yang dibutuhkan agar
tunanetra dapat seleluasa siswa umum?
Memang
secara logika semua bisa diupayakan. Konversi dari visual ke taktual atau
visual ke voice dapat diupayakan. Tapi ada satu hal yang masih sangat sulit
dilogika yaitu warna. Bagaimana tunanetra dapat mengenal warna? Bagaimana cara
mengonversi informasi warna kedalam voice atau taktual. masih sangat sulit
untuk dilogika. Namun dengan bekal teknologi nampaknya kedepan semua yang masih
diragukan akan menjadi mungkin. Beberapa tahun lalu banyak orang
mentidakmungkinkan tunanetra mengidentifikasi suhu, nyatanya saat ini dengan
termometer voice bisa. Beberapa tahun lalu banyak kesangsian bahwa tunanetra
dapat mengukur masa jenis, nyatanya saat ini dengan gelas ukur braille dan
neraca pegas braille kesangsian terbantahkan.
Beberapa
kalimat terakhir adalah logika untuk meningkatkan semangat dalam mengembangkan
terobosan pengembangan pendidikan tunanetra. Memang sudah pada tempatnya jika
masalah belum terpecahkan maka dianggap tidak logis untuk dipecahkan.
Katalis:
Kolaborasi Semua Sektor
Solusi
yang harus dijalankan untuk mengembangkan pendidikan tunanetra, atau bahkan
membuatnya berakselerasi secepat mungkin adalah adanya kolaborasi semua sektor.
Menanggapi masalah yang saat ini terjadi, terbatasnya pengembang pendidikan
tunanetra maka pemerintah atau instansi terkait harus sigap. Menyusun
strategi-strategi agar ide-ide brilian dapat terkumpul dan tentunya
direalisasikan.
Kenapa
pengembang pendidikan tunanetra hanya sedikit? Selain jawabnya adalah karena
keterbatasan informasi tentang tunanetra adalah kurangnya stimulus yang
diberikan oleh pemerintah ataupun instansi terkait yang bergerak di bidang tersebut.
Harus ada stimulan yang membuat masyarakat memperhatikan perkembangan
pendidikan tunanetra atau bahkan menyumbangkan ide brilian. Harus ada wadah
sebagai stimulan seperti lomba. Dengan adanya lomba dapat membuat masyarakat
terangsang untuk memberika gagasan segarnya. Selain itu pemerintah juga dapat
memunculkan komunitas pengembang pendidikan tunanetra. Dengan komunitas
tersebut maka akan tersaring masyarakat yang mencitai dunia tunanetra dan
berkeinginan membantu mengembangkan pendidikan.
Masalah
klasik yang dapat diselesaikan oleh pemerintah dan instansi terkait adalah
masalah pendanaan. Dalam proses pengembangan tentu membutuhkan dana dan melihat
kondisi perekonomian masyarakat Indonesia jelas mayoritas masyarakatnya akan
kesusahan untuk mengembangkan gagasan tanpa ada dukungan pendanaan. Pengadaan
program hibah dapat dilakukan oleh pemerintah ataupun instansi terkait.
Strategi ini dipandang sangat menguntungkan karena dengan proses hibah maka
pengembangan dapat dikontrol untuk menghasilkan sesuatu krusial yang sedang
dibutuhkan.
**Mari
membantu mengakurkan tunanetra dengan ilmu sains**
**Impossible
is nothing**
DAFTAR PUSTAKA
Djunaedi.
2010. Tahun 2020 Jumlah Tunanetra Dunia Menjadi 2x Lipat. Diunduh dari http://rehsos.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=
1077 pada tanggal 21 Desember 2012
Sunanto, Juang. 2005. Mengembangkan
Potensi Anak Berkelainan Pengelihatan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Bagus gann..visit juga http://situs.in.net
BalasHapus