Social Icons

Pages

Kamis, 27 Maret 2014

HARMONISME INDONESIA DENGAN BANK SYARIAH (Tinjauan dari Sudut Pandang Ideologi Bangsa)



Oleh: Janu Arlinwibowo
(Guru SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta)


Pancasila Adalah Ideologi, Darinyalah Jati Diri Bangsa Ini Tercermin

Ideologi marupakan suatu bagian vital dalam kehidupan bernegara. Indonesia memiliki Pancasila sebagai suatu ideologi yang merepresentasikan jati diri bangsa secara utuh. Ditekankan bahwa ideologi menjadi suatu komitmen teguh yang memberikan warna berbeda pada diri bangsa Indonesia, warna yang kontras untuk menandai keberadaannya.
Dewasa ini era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi membuat terpangkasnya jarak antar wilayah. Imbasnya adalah saling bertukar pikiran dan budaya menjadi sangat mudah. Disinilah peran ideologi sebagai pagar agar suatu bangsa tetap pada jati dirinya. Penting bagi masyarakat mengkritisi budaya yang masuk dan mengajinya dari sudut pandang Pancasila sebagai ideologi. Pancasila dapat dijadikan parameter kebaikan suatu budaya yang masuk ke Indonesia. Keselarasan dengan ideologi bangsa mengindikasikan bahwa budaya yang masuk memiliki unsur kebaikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mencermati peran ideologi sebagai parameter kebaikan maka kajian mengenai sistem perbankan syariah ditinjau dari sudut pandang pancasila dianggap sangat fundamen. Jika dalam penelusuran ditemukan bahwa sistem perbankan syariah memiliki keselarasan dengan ideologi Bangsa maka dapat disimpulkan sistem tersebut akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.

Ketuhanan Adalah Inti
Ideologi bangsa Indonesia diawali dengan asas Ketuhanan, tanda bahwa Indonesia hidup berdasarkan asas keberagamaan. Bangsa ini menyadari betul bahwa segala sesuatu yang ada di dunia adalah ciptaanya dan atas kehendaknya. Senada dengan Pancasila sila pertama, Bank Syariah memposisikan asas Ketuhanan sebagai poros utama. Secara filosofis, orientasi dasar ekonomi Islam dilandaskan pada asas ketuhanan (tauhid), yaitu adanya hubungan dari aktivitas ekonomi, tidak saja dengan sesama manusia, tetapi juga dengan tuhan sebagai pencipta. Basis kinerja sistem yang berbasis pada logika transenden akan memberikan dampak signifikan pada proses perbankan. Tuhan sebagai satu sumber kesempurnaan membuat semua komponen dalam proses dapat mencakup kepentingan semua pihak (rahmatan lil ‘alamin).
Asas Ketuhanan akan memberikan suntikan moral yang baik pada setiap komponen dalam lembaga syariah. Pondasi pikir akan selalu diarahkan pada semua yang memiliki kebermanfaatan, berhati-hati dalam melakukan pekerjaan. Hal yang berkaitan dengan mudhorot pasti akan dijauhkan dari sistem. Bank syariah akan selektif dalam bermitra, tidak semata memandang dari keuntungan finansial saja, akan tetapi dipandang pula apakah menurut tuntunan agama kerjasama akan menghasilkan suatu manfaat. Ekstrimnya, akan dipertimbangkan apakah mitra berkecimpung pada usaha yang halal atau tidak. Bukan bermaksud kolot, namun halal menurut Sang Pencipta pasti akan membawa kebermanfaatan, sedangkan perkara sebaliknya pasti akan member dampak buruk di kemudian, dampak bagi instansi ataupun masyarakat secara luas.
Kehati-hatian bank syariah tercermin pula dengan adanya lembaga yang memberikan kontrol agak bank syariah tetap pada rute hukum Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai suatu lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. DSN dapat mengeluarkan fatwa dimana agar kegiatan perbankan (penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya) tetap pada prinsip syariah.

Kemanusiaan dan Kebutuhan Masyarakat Indonesia
Masuk dalam ranah kemanusiaan. Kemanusiaan menjadi salah satu pokok bahasan krusial dalam menjaga keutuhan bangsa. Berdiri sebagai suatu aspek yang selalu mengingatkan pada kemaslahatan manusia, agar semua manusia mendapatkan kemanusiaannya menjadi landasan berbangsa dan bernegara. Kondisi manusia di Indonesia sangat beraneka ragam dengan variansi tinggi. Selain dikarenakan negara yang memiliki wilayah luas dan terpecah-pecah menjadi ribuan pulau. Diperparah dengan status Indonesia sebagai negara berkembang yang membuat pemerataan pembangunan belum dapat direalisasikan. Sehingga asas kemanusiaan menjadi satu aspek krusial untuk menopang semua sistem yang bergerak di negeri ini.
Bagaimana sistem perbankan syariah dapat memfasilitasi semua manusia, tanpa terkecuali? Hal tersebut menjadi poin penting yang harus dicermati. Singkatnya bagaimana bank dapat memfasilitasi 200 juta jiwa masyarakat Indonesia. Tidak hanya sekedar memfasilitasi, tapi memberikan fasilitas perbankan yang diiringi rasa keamananan dan kenyamanan.
Dalam pembahasan ini akan dibahas kebutuhan masyarakat dipandang dari kacamata ekonomi karena implikasi yang terjadi secara langsung atas performa bank adalah aspek tersebut. Karakter manusia dalam berperilaku terbentuk dari sekian banyak rutinitas yang dilakukan terus-menerus, atau sesuatu contoh yang dilihat terus-menerus. Dalam fungsinya, diharapkan bank dapat memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan potensinya. Melalui suatu bentuk kerjasama diharapkan antara kedua belah pihak mendapatkan kenyamanan.
Secara umum, sebenarnya ada tiga pihak jenis perilaku pihak terhadap dunia bisnis dan usaha. Pertama adalah risk loving (sangat menyukai resiko usaha). Perilaku ini menyebabkan semakin tinggi resiko, maka semakin tinggi pula kepuasan yang diterimanya. Perilaku kedua adalah risk neutrally (netral terhadap resiko). Pihak ini bersikap konstan dan netral terhadap resiko, sehingga semakin tinggi resiko usaha yang terjadi, bukan masalah bagi pihak tersebut selama pendapatan yang diterimanya konstan dan tetap. Prilaku terakhir adalah risk aversion (tidak menyukai resiko). Perilaku ini menyebabkan suatu pihak bersikap menghindari resiko usaha.
Masyarakat Indonesia secara umum memiliki karakter yang serupa dengan perilaku terakhir yaitu membenci resiko. Terhambatnya produktivitas masyarakat Indonesia salah satunya adalah karena ketakutannya dalam bekerjasama dengan perbankan. Semua yang direncanakan selalu terbentur dengan modal sehingga macet ditengah jalan. Bahkan banyak yang lebih parah dari itu, banyak yang hanya memiliki ide saja, keterbatasan dana dan ketakutan bekerjasama dengan instansi perbankan membuat mereka mengubur ide-ide kreatif.
Bank syariah dengan konsep bagi hasil membuat masyarakat merasa lebih nyaman karena akibat dari resiko dapat dibuat bersahabat. Dengan demikian maka antusiasme masyarakat dengan ide-idenya pun akan meningkat. Sistem bagi hasil akan menghapus ketakutan masyarakat untuk bekerjasama dengan bank. Ketika ide-ide dapat terealisasi maka produktifitas masyarakat dapat meningkat.
Beralih pada sudut pandang lain, heterogenitas kemampuan finansial masyarakat Indonesia. Ada beberapa orang yang memiliki kekayaan melimpah, ada banyak pula masyarakat yang sangat miskin, untuk makan sehari pun susah. Negara ini membutuhkan semua hal yang dapat memfasilitasi orang kaya, maupun yang tidak kaya tanpa me”numbal”kan salah satu pihak. Selama ini paradigma kerjasama dengan bank adalah pemilik modal besar akan mendapatkan bunga besar, dan yang menabung dengan jumlah kecil akan habis termakan biaya administrasi. Pengusaha besar yang meminjam dana untuk kegiatan produktif akan semakin kaya dan orang kecil yang meminjam uang untuk usaha kecil-kecilan akan semakin tersungkur karena usaha tidak dapat mengcover bunga.
Fakta ketidakadilan tersebut dijawab lugas oleh sistem perbankan syariah. Bank syariah menerapkan sistem yang berasas pada keadilan. Sistem tidak akan menguntungkan sebagian orang dan membuat sebagian lain tersungkur. Dengan bagi hasil maka semua akan lebih bersahabat, peminjam dana akan lebih nyaman dalam beraktifitas, penabung akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kondosi pemasukan bank. Semua serba terkait dan toleran antara bank, penabung dan peminjam dana.

Persatuan: Kontroversi Salah Arti
Awal merdekanya bangsa ini telah disepakati bahwa negara ini dihuni oleh berbagai macam kepercayaan, Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, sebelum pada era kepemimpinan Gus Dur Kong Hu Cu diakui. Keberagaman kepercayaan tersebut menjadi permasalahan pada tumbuh kembangnya perbankan syariah. Perbankan yang bersumber pada syariat Islam ini terkadang dianggap sebagai suatu sistem yang eksklusif, “hanya untuk orang Islam”.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah keberadaan bank syariah relevan dengan dengungan Pancasila bahwa persatuan adalah harga mati. Beberapa masyarakat mengangga keberadaan bank syariah memberikan imbas pengkotakan. Suatu paradigm yang sesungguhnya menuding bahwa bank syariah menimbulkan perpecahan. Orang non Islam seakan anti untuk melakukan interaksi dengan bank syariah, dengan anggapan bahwa itu buka sistem mereka. Anggapan ini berlebihan sesungguhnya, bank dengan sistem ekonomi syariah adalah suatu instansi perbankan, bukan bentuk ibadah yang menjadi pembeda antara satu agama dengan agama lain.
Bank syariah memiliki satu prinsip yang menolak paradigm bahwa sistemnya merupakan suatu pengotakan. Satu prinsip yang dipegang dalam aktivitas perbankan bank syariah adalah prinsip universal. Merupakan suatu prinsip yang tidak membedakan suku, agama, ras dan golongan agama dalam masyarakat. Islam berdiri sebagai suatu agama yang rahmatan lil alamin, dimana sistem yang berlandaskan padanya akan memberikan kebaikan pada semua golongan, termasuk agama lain. Sehingga adanya kerjasama dengan bank syariah tidak aka nada diskriminasi pada nasabah non Islam. Semua memiliki kedudukan yang sama sebagai nasabah, hak dan kewajiban pun sama. Mungkin yang sedikit berbeda adalah orang Islam menabung di bank syariah untuk menghidari riba, sedangkan untuk non Islam menabung di bank syariah mencari suatu keuntungan servis.

Selaras dengan pancasila,
Baik untuk bangsa,
Bank syariah sebagai stimulant produktifitas,
Semoga Indonesia bergerak maju...

SISTEM PERBANKANNYA ”SEMUA” (Menelusur Sistem Perbankan Syariah Sebagai Perbankannya Semua Kalangan)



Oleh: Janu Arlinwibowo
(Guru SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta)


“orang miskin dilarang menabung di bank”
Kalimat di atas nampaknya cukup mencerminkan kondisi perbankan di Indonesia yang sekian lama dikuasai oleh sistem perbankan konvensional. Dalam penelusuran didapatkan data bahwa menabung di bank konvensional membutuhkan modal yang mahal. Ketika masyarakat menabung maka harus memiliki saldo minimal agar kondisi tabungannya provit. Hal tersebut dikarenakan biaya administrasi yang sangat mahal, rata-rata untuk mendapatkan situasi yang balance antara bunga dan biaya administrasi masyarakat harus memiliki saldo diatas Rp 10.000.000,00. Nominal sebesar itu tentu sangat tidak bersahabat bagi masyarakat Indonesia. Jika jumlah saldo tidak memenuhi standar minimal untuk balance maka saldo akan terus digerogoti sedikit demi sedikit. Rata-rata biaya admin per bulan adalah Rp 10.000 maka jika tabungannya hanya Rp 200.000,00 akan sangat memungkinkan tabungan dapat mengering habis.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 28,59 juta orang (BPS, 2013: 1)
Data di atas mengungkap bahwa masih sangat banyak masyarakat Indonesia yang terbelenggu oleh kemiskinan. Tidak asing dalam kehidupan masyarakat seorang orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya, jangankan untuk biaya pendidikan, untuk makan sehari-hari saja susah. Bahkan paradigma yang berkembang di beberapa masyarakat adalah tidak sekolah menjadi bodoh, tidak makan akan mati, apakah harus sekolah tinggi tapi sebelum pintar sudah mati?
Dapat disimpulkan bahwa 28,59 juta masyarakat Indonesia akan sangat kesulitan menyisihkan uangnya untuk menabung. Kalaupun bisa, upaya mereka tidak akan kontinu dan dengan nominal besar. Bayangkan saja jika dalam satu bulan mereka dapat menyisihkan Rp 10.000,00, setelah punya uang cukup membuka rekening di bank, misal Rp 50.000,00. Mengasumsikan mereka dalam kondisi terbaik, dapat kontinu menyisihkan uang, 5 bulan lagi mereka dapat menabung di bank dengan jumlah nominal Rp 50.000,00. Padahal administrasi bank Rp 10.000,00 per bulan sama dengan kemampuan masyarakat miskin dalam menyisihkan uang. Habislah uang mereka digerogoti hantu administrasi.
Permasalahan di atas jelas akan membuat masyarakat miskin mengurungkan niatnya untuk menabung di bank. Singkatnya, sistem perbankan konvensional tidak dapat memfasilitasi semua masyarakat. Hanya masyarakat dengan uang cukup saja yang memiliki kenyamanan menyimpan hartanya di bank.

Sistem Perbankan Syariah: Lunak dan Bersahabat
Bank syariah muncul sebagai suatu sistem yang memberikan warna pada perbankan Indonesia yang sekian lama telah dikuasai oleh sistem konvensional. Pemerintah mulai mengatur keberadaan bank syariah pada UU no. 7 tahun 1992 yang kemudian memberikan ruang bank syariah untuk terus berkembang. Pelan tapi pasti, geliat sistem perbankan syariah terus berkembang. Sistem ini mampu menunjukan keistimewaannya ketika dapat bertahan dengan baik saat Indonesia diguncang krisis moneter.
Agama adalah aturan yang absolut maka begitu pula sistem syariah, dimana sistem ini kuat dan dapat menjangkau semua kalangan. Sistem syariah memberikan keuntungan bagi setiap nasabahnya. Dengan sistem bagi hasil, perbankan syariah menjadi suatu sistem yang fleksibel dalam memberikan jasa ataupun beban. Semua serba berasaskan kompromi agar semua nasabah dapat diuntungkan. Keunikannya adalah besaran bagi hasil fluktuatif dengan dasar memperhatikan kondisi nasabah peminjam dana. Sistem bagi hasil, penentuan jumlah besarnya tidak ditetapkan sejak awal, karena pengemblian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan pola nisbah (rasio) bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau sesudah ada untungnya.

Baik Dengan Insvestor, Ramah Bagi Penabung
Bank sering menggunakan rasio besar bunga sebagai materi utama dalam memasarkan produk perbankannya. Menekankan keuntungan material dalam berinvestasi memang nampak strategis untuk menarik minat masyarakat. Bank konvensional jelas menawarkan bunga, suatu konsep pemberian jasa melalui perhitungan tetap. Beberapa kalangan menganggap ini akan membuahkan suatu kenyamanan, nasabah dapat menghitung dengan pasti berapa uangnya setelah beberapa tahun menabung. Ini adalah paradigma investasi, namun investasi hanya dilakukan oleh pemilik modal besar. Bagaimana dengan rakyat miskin? Apa fungsi bank untuk mereka?
Miskin, pastilah kondisi yang tidak diinginkan oleh setiap manusia. Disaat bank menawarkan produk simpanan, mereka mengucurkan peluh untuk mengais rizki yang terkadang untuk makan pun tidak cukup. Jika ditanya, adakah keingingan untuk menabung., jelas ada, beberapa diantara mereka pun menabung meskipun tidak di bank. Mereka menyimpan uang dirumah, dilokasi tersembunya yang dianggapnya aman.
Salah satu godaan orang dalam menabung adalah dirinya sendiri, dorongan untuk mengambil tabungan. Hukumnya, semakin dekat dengan diri sendiri maka semakin tidak aman harta simpanan tersebut, terlebih bagi orang dengan kondisi finansial lemah, godaannya akan semakin kuat. Masalahnya jika ditabung di bank, uang mereka tidak cukup aman untuk mengimbangi biaya administrasi, ditambah tidak ada kepastian dapat menyisihkan uang untuk menabung secara rutin. Sebenarnya mereka sangat membutuhkan bank sebagai tempat untuk menyimpan uang, namun biaya administrasi menjadi suatu momok menakutkan sehingga membuat mereka urung menabung. Jangan-jangan tidak jadi menabung, malah menghabiskan uang untuk membeli buku rekening saja.
Banyak masyarakat yang memposisikan diri sebagai penabung, bukan investor sehinggal kebutuhan mereka adalah keamanan saja, tanpa mempertimbangkan keuntungan material sebagai jasa yang diberikan oleh bank. Sederhanyanya mereka ingin dapat menabung, tapi tabungannya tidak tersedot. Minimal 28,59 juta masyarakat kurang mampu di negeri ini yang berkeinginan seperti itu.
Bank syariah yang beroprasi menggunakan prinsip kemaslahatan muncul berasaskan akad yang bersahabat dengan penabung. Kondisi yang menguntungkan salah satu pihak, dalam hal ini adalah pemilik modal besar dan merugikan pihak lain, dalam hal ini adalah rakyat kecil, dalam sistem perbankan syariah jelas akan dihindari. Nampak jelas ketika bank syariah muncul sebagai instansi yang beroperasi dengan biaya administrasi ringan.
Bank syariah muncul dengan mengorbitkan produk tabungan berakad mudharabah dan wadi’ah. Mudharabah merupakan produk yang memfasilitasi masyarakat yang ingin berinvestasi. Pada umumnya pihak bank memberikan biaya administrasi dalam produk perbankan ini, tetapi nilainya jelas lebih kecil dibandingkan dengan biaya administrasi produk tabungan bank konvensional. Mudharabah merupakan suatu bentuk kerjasama usaha yang terjadi dengan satu pihak sebagai penyedia modal sepenuhnya dan pihak lainnya sebagai pengelola agar keduanya berbagi keuntungan menurut kesepakatan bersama, dalam kajian ini pemilik modal adalah nasabah dan pengelolan adalah bank. Bagian keuntungan yang disepakati itu harus berbentuk prosentase (nisbah) dan yang berasal dari kesepakatan kedua belah pihak.
Sekilas memang produk tabungan bank konvensional lebih menjajikan. Adanya kepastian tentang jasa membuat nasabah bisa berhitung secara mudah mengenai keuntungannya. Namun jangan salah, sifat fluktuatif bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah dapat memberikan keuntungan yang lebih. Terutama jika usaha dari bank syariah berkembang dengan baik maka jasa bagi hasil yang di dapat pemilik modal pun akan semakin besar. Pada dasarnya jika dikomparasikan dengan bank konvensional, produk tabungan mudhorobah sangat kompetitif.
Tidak semua nasabah yang menabung di bank bertujuan untuk menginvestasikan uangnya. Banyak orang yang menitipkan uannya di bank karena ingin mengamankan saja, tidak bertujuan untuk mendapatkan jasa. Bank syariah memiliki produk berakad wadi’ah yang memfasilitasi keinginan masyarakat tersebut. Wadi’ah merupakan suatu produk yang berasaskan penitipan. Jadi bank memposisikan diri sebagai lembaga yang memberikan fasilitas penitipan uang. Karena berupa titipan saja maka uang tidak akan berkurang, walaupun saldo dalam tabungannya sangat kecil. Memalui produk ini tidak aka nada kasus nasabah yang terkuras habis uangnya karena saldo di tabungannya sangat kecil.
Kedua jenis produk bank syariah tersebut menunjukan bahwa bank syariah merupakan instansi perbankan yang cocok untuk semua kalangan, mulai dari investor dengan dana melimpah maupun masyarakat biasa dengan dana yang sangat terbatas. Bank syariah yang menyediakan produk perbankan yang menekankan pada asas kemaslahatan dipandang sangat cocok dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia, dimana negara ini memiliki kesenjangan ekonomi yang cukup mencolok. Vinod Thomas mengatakan bahwa kesenjangan sosial nampak dari hanya 0,22% orang indonesia yang menguasai 56% aset nasional. 87% yang dikuasai berupa lahan tidur padahal 80% petani tidak memiliki lahan (Kompas, 23 Mei 2013)
Fenomena tersebut menunjukan bahwa ada orang-orang dengan kekayaan melimpah dan terdapat pula masyarakat dengan keterbatasan finansial yang sangat memprihatinkan. Prinsip ekonomi syariah menjebatani hubungan yang baik atas keheterogenan masyarakan di Indonesia. Bank syariah menghindarkan keuntungan sepihak pada suatu golongan. Jangan sampai yang kaya semakin diuntungkan, yang miskin semakin dirugikan.
***Bersama sistem yang bersahabat, wujudkan fasilitas untuk semua Indonesia***




DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2013. Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013

Kholid Syamhudi. Mengenal Konsep Mudharabah diakses dari: http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/mengenal-konsep-mudharabah.html tanggal 9 Februari 2014

Kompas. 2013. ADB: Kesenjangan Ekonomi Makin Melebar. Diakses dari: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/05/23/19053677/twitter.com tanggal 9 Februari 2014