Social Icons

Pages

Senin, 13 Mei 2013

OBAT GENERIK BERLOGO


(Solusi Bijak Dalam Berobat)

Oleh: Janu Arlinwibowo

Sakit, merupakan salah satu kejadian yang pasti dialami oleh seluruh manusia di dunia. Dimulai sejak jaman dahulu kala manusia menanggulangi sakit dengan olahan tradisional hingga saat ini dengan suatu materi ekstrak yang dinamakan “obat”. Jaman dulu manusia menggunakan ilmu titen untuk mencari penawar hingga saat ini ada pendidikan formal untuk mencetak sang pembuat resep yang bernama dokter.

Upaya penyembuhan
“Percaya akan sembuh adalah modal utama untuk sembuh”
Sarana rehabilitasi terpusat pada suatu instansi kesehatan. Rumah sakit, klinik, dan beberapa instansi kesehatan lain. Proses rehabilitas bertumpu pada si pahit obat. Namun bukan berarti obat menjadi faktor utama dalam proses penyembuhan. Faktor lain yang tidak kalah krusial adalah psikologis dari pasien. Psikologis dapat memberikan pengaruh besar pada proses penyembuhan.
Ketika pasien tidak percaya terhadap aspek penyembuhan (dokter, obat, ataupun sarana kesehatan) akan memberikan dampak buruk pada proses . Ketidakpercayaan pada dokter akan membuat pasien tidak terbuka sepenuhnya menceritakan kondisi tubuh sehingga mempersulit proses diagnosa. Lain hal ketika pasien mengalami ketidakpercayaan terhadap alat identifikasi kesehatan, pasien meragu terhadap diagnose dokter yang akan berujung pada tidak mantabnya menjalani proses penyembuhan.
Obat adalah gerbang akhir proses penyembuhan setelah pasien mantab dengan diagnosa dan metode treatment dokter. Ketidakpercayaan terhadap obat membuat pasien underestimate dan cenderung tidak disipling dalam mengonsumsinya. Kondisi psikis ini akan memunculkan sugesti jauh dari kesembuhan.

Macam-macam obat
“Beragam jenis obat yang beredar, pengetahuan menjadi modal dasar untuk memilih”
Obat yang beredar di pasaran saat ini ada tiga jenis yang perlu kita ketahui. Pertama adalah obat paten. Obat paten adalah obat yang masih dilindungi oleh paten. Setiap obat umumnya ditemukan sebagai hasil penelitian yang mendalam dan tentu saja dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Untuk mendapatkan penggantian biaya penelitian yang telah dikeluarkan tersebut, maka obat yang baru ditemukan umumnya dilindungi oleh hak paten. Dengan hak paten ini, penemunya akan mendapatkan penggantian biaya penelitian yang telah dilakukannya untuk menemukan obat tersebut, karena  setiap perusahaan yang ingin memproduksi obat tersebut harus membayar sejumlah tertentu uang kepada pemegang hak paten. Biaya yang dibayarkan kepada pemegang hak paten tersebut tentu saja pada akhirnya dibebankan kepada konsumen atau pembeli. Itu sebabnya, ”Obat Paten” harganya sangat mahal.
Kedua adalah obat generik bermerek. Obat ini adalah obat yang hak paten patennya sudah habis. Paten suatu obat biasanya berumur 20 tahun. Setelah 20 tahun, tidak ada lagi yang memiliki hak paten atas obat tersebut. Obat yang sudah habis masa perlindungan patennya disebut obat yang off-patent. Obat-obat off-patent sebagian ada yang diedarkan dan dijual sebagai obat generik yang diberi merek dagang tertentu. Obat yang masih bermerek dagang inilah yang disebut “Obat Bermerek”.
Obat generik berlogo (OBG) adalah obat generik yang diedarkan dan dijual tanpa merek tertentu, hanya dengan nama kimia populer dari zat aktifnya. Misalnya parasetamol (mengandung zat aktif parasetamol) dan amoksilin (mengandung zat aktif amoksilin). yang bikin saya heran, kok bisa yaa harganya lebih murah dari harga obat generik bermerek? padahal kalau ditinjau dari zat aktifnya kedua jenis obat ini punya zat aktif yang sama persis.

Asumsi Masyarakat Terhadap Obat
“jer basuki mawa bea”
Kalimat di berarti suatu yang baik pasti membutuhkan biaya. Jika dirunut dapat disimpulkan bahwa semakin banyak modal maka hasil yang dicapai akan semakin baik. Kalimat tersebut telah merasuk ke dalam masyarakat kita. Asumsi bahwa suatu barang dengan harga tinggi pasti lebih baik dibandingkan dengan barang yang berharga dibawahnya. Buktinya jelas, barang seperti sepeda motor, mobil, lemari, makanan, ataupun sekolah memang harga yang lebih mahal menawarkan kualitas yang lebih baik. Mayoritas barang dan jasa yang ada memang berlaku sesuai dengan asumsi tersebut.
Dalam jasa kesehatan, asumsi tersebut pula yang sering di pakai oleh masyarakat. Rumah sakit swasta dengan biaya yang lebih mahal mulai menyejajarkan popularitasnya dengan rumah sakit daerah. Alasannya serupa, masyarakat menganggap rumah sakit swasta dengan biaya lebih mahal menawarkan pelayanan yang lebih baik. Kepercayaan tersebut akan membawa kemantaban pasien dalam berobat dan menuju kesembuhan.
Begitu pula masyarakat dalam memahami kualitas suatu obat. Beberapa kasus terjadi ketika seorang pasien menolak saat dokter menawarkan obat generik berlogo (OBG). Alasannya lugas, pasien merasa ragu dengan kualitas dari obat generik berlogo (OBG). Logika pasien menuju pada harga obat generik berlogo (OBG) yang sangat murah. Jika harga obat generik bermerek Rp 25.000,00 maka harga obat generik berlogo (OBG) hanya kisaran Rp 5.000,00 saja. Memang tidak masuk akal ketika kedua harga tersebut dibandingkan, sehingga wajar jika pasien menolak untuk diberikan obat generik berlogo (OBG). Dokter pun tidak kuasa untuk mengarahkan ketika kemantaban pasien sudah menuju pada suatu produk karena jika pasien sudah memiliki rasa tidak percaya terhadap obat maka proses penyembuhannya pun akan terhambat.

Mengupas anomali dalam harga obat
“Dalam obat istilah jer basuki mawa bea tidak berlaku”
Muncul suatu pertanyaan mengenai perbandingan obat paten, generik bermerk, dan generik berlogo. Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat) , antara obat generik (baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat paten. Sayangnya, meskipun diproduksi dan dipasarkan sudah lebih dari 15 tahun, obat generik masih dipandang dengan sebelah mata. Padahal, obat ini tak kalah bermutu dibandingkan obat paten yang berharga jauh lebih mahal.
Pertanyaannya adalah mengapa terdapat perbedaan harga? Mengapa obat generik belogo dihargai sangat murah jika kandungannya sama dengan obat generik bermerk dan obat paten?
Jawaban dari murahnya harga obat generik berlogo (OBG) adalah karena mengenai harganya diatur oleh pemerintah, dengan harapan agar harga obat dapat terjangkau oleh masyarakat luas. Jadi produsen obat generik tidak dapat menentukan harga obatnya sendiri. Sedangkan obat bermerek, harganya tidak ditekan oleh pemerintah, sehingga produsen obat lebih leluasa menetapkan harga.
Obat generik berlogo (OBG) dapat dijual dengan harga murah karena langsung diproduksi dalam jumlah yang besar, sehingga skala produksinya efisien. Selain itu obat generik berlogo (OBG) mengemas obat secara sederhana asalkan tetap bisa melindungi obat sehingga biaya untuk memproduksinya pun relatif murah. Dan yang jelas murahnya obat generik berlogo (OBG) adalah karena tidak adanya beban membayar royalti paten seperti halnya obat paten.
Obat generik memang harganya murah, tapi bukan berarti murahan. Artinya, harganya memang dimurahkan sesuai dengan ketetapan pemerintah. Namun, mulai dari bahan pengadaan baku awal, produksi, hingga finish product, dilakukan quality control sebagaimana dilakukan jika memproduksi obat paten.
Sama seperti obat bermerek, tidak semua perusahaan farmasi boleh memroduksi obat generik berlogo (OBG). obat generik berlogo (OBG) hanya boleh diproduksi oleh perusahaan farmasi yang sudah sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Karena itu, kualitasnya dijamin oleh pemerintah. Dengan demikian, kualitas dan keamanan obat generik dan obat paten relatif sama. Untuk itulah, masyarakat tidak perlu khawatir jika minum obat generik berlogo (OBG) karena kualitasnya terjamin.
Dalam produksi obat generik berlogo (OBG) diterapkan beberasa standar yang mengontrol kualitas obat tersebut. Adapun standar tersebut
1.      Bahan baku obat yang digunakan harus memenuhi standar bahan baku obat Amerika Serikat (USP) dan Eropa
2.      Fasilitas produksi sudah memenuhi standar CPOB dan sudah mendapat sertikat ISO 9001: 2000
3.      Sudah diuji banding biovailabilitas dengan obat paten, dan memberikan hasil yang sama.
Oleh karena itu jangan ragu untuk memilih obat generik berlogo (OBG) karena dalam kasus kemanjuran dan harga obat terjadi suatu anomali. Terjadi fenomena dimana “jer basuki mawa bea” tidak berlaku. Antara yang mahal dan yang murah memiliki kandungan dan kualitas setara. Berbekal pengetahuan bijaklah dalam memilih obat.