Oleh: Janu
Arlinwibowo
Pengangguran,
Realita Kebutuhan dan Oasenya
Indonesia saat ini masih terbelit dengan
masalah klasik negara berkembang yaitu pengangguran. Ketidak seimbangan antara
ketersediaan lapangan pekerjaan dengan jumlah penduduk jelas menjadi faktor
utama. Pegawai pemerintahan sebagai primadona masyarakat jelas tidak dapat
memfasilitasi semua orang untuk bekerja. Perusahaan swasta yang ada di
Indonesia masih belum cukup pula untuk mengentaskan pengangguran. Ditambah
dengan pemberian apresiasi kerja yang sangat minimal membuat kondisi masyarakat
semakin miris. Bahkan saat ini, harga dari penjuangan menuntut ilmu hingga
bergelar sarjana pun tidak dapat memberikan janji indah. Salah satu fenomena
bahwa seorang pengajar honorer lulusan sarjana hanya mendapat apresiasi kerja
kurang dari Rp 500.000 per bulan adalah pemandangan lumrah. Padahal kebutuhan
hidup jelas semakin meningkat dimana perlahan tapi pasti harga dari kebutuhan
pokok terus melambung seakan tanpa batas. Lain hal dengan sedikitnya industri
kecil yang ada di Indonesia. Bukan karena masyarakat indonesia yang tidak
kreatif, bukan juga karena masyarakat Indonesia yang pemalas. Akan tetapi
karena perilaku ekonomi masyarakat Indonesia yang sebagian benci terhadap
resiko. Menurutnya bergaji kecil sebagai begawai lebih nyaman dibandingkan
berharap bergaji besar namun sebelum mencapai sudah terjungkal. Selalu,
bayangan resiko muncul mendominasi paradigma sebagian besar masyarakat kreatif
Indonesia.
Kebutuhan semakin meningkat dan kondisi
lapangan pekerjaan di Indonesia tidak menjanjikan berbuah pada keputusasaan.
Paradigma negatif masyarakat bahwa perubahan seperti halnya kiamat, tidak dapat
diterka dan hanya Tuhan saja yang tahu kapan datangnya. Perubahan akan terjadi
bukan karena suatu buah dari usaha melainkan mukjizat dari Yang Maha Kuasa.
Itulah bentuk keputusasaan masyarakat kita dalam menanti. Hingga saat ini lebel
“penantian” sudah bergeser menjadi “impian” atau mungkin “khayalan”.
Hingga akhirnya muncul solusi
menggiurkan untuk meningkatkan taraf ekonomi tiap individu dengan bekerja di
luar negeri. Selain kesempatan untuk tidak menganggur, iming-iming gaji bekerja
di luar negeri juga sangat menggiurkan. Menjadi seorang tenaga kerja Indonesia
beberapa tahun terakhir menjelma menjadi profesi idola masyarakat. Berbagai
negara seperti Korea, Jepang, Malaysia ataupun Arab Saudi menjadi tujuan
masyarakat kita dalam mencari kerja.
Di Malaysia
rata-rata gaji yang diterima TKI Rp 2 juta, sedangkan di Taiwan rata-rata menerima gaji TKI sebesar Rp 4 juta. Nominal tersebut memang sangat
menggiurkan. Relatif sulit untuk mendapatkan gaji dengan nominal sama di dalam
negeri. Contohnya seorang dosen dengan pendidikan pasca sarjana saja hanya
mendapatkan apresiasi finansial kurang dari 10 juta rupiah, sedangkan bekerja
di Korea, dengan hanya berbekal ijasah sekolah menengah saja bisa mendapatkan
gaji mencapai 14 juta rupian. Selain berkaitan dengan gaji, persaingan untuk
mendapatkan pekerjaan di luar negeri pun bisa dikatakan lebih mudah
dibandingkan dengan mencari pekerjaan layak di dalam negeri. Sehingga tidak
mengherankan jika tempo melaporkan bahwa pada 2011 jumlah TKI informal sebanyak
316.325 (54 persen) dan TKI formal sebanyak 269.462 (46 persen) [i].
Banyaknya pengiriman tenaga kerja
Indonesia ke luar negeri memberikan dampak positif dari sudut padang devisa
negara. BNP2TKI mencatat perolehan devisa TKI 2012 sampai dengan bulan Mei
mencapai Rp 40 triliun. Perolehan ini sungguh besar. Jika dilihat dari persentasi
pemasukan APBN, remitansi Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) menyumbang 10% atau menempati urutan kedua setelah migas.
Cukupkah Menjadi
Sejahtera dan Pahlawan Devisa?
Semua masyarakat
sangat berharga, hanya saja belum seimbangnya jumlah penduduk dan lapangan
pekerjaan yang mengharuskan bangsa ini merelakan jiwa-jiwa potensial
mengabdikan diri untuk bangsa lain.
Negara kuat karena rakyatnya, semakin
banyak rakyat maka suatu negara akan semakin kuat. Ibarat sebuah proses
membangun akan semakin cepat jika dikerjakan oleh banyak orang. Suatu angkatan
perang dengan armada lebih banyak maka akan semakin kokoh. Sebuah logika yang
logis dengan tetap mempertimbangkan variabel lain selain kuantitas, seperti
kualitas, loyalitas dan banyak aspek lain. Lalu permasalahan adalah
bagaimanakah nasib bangsa ini setelah melakukan ekspor besar-besaran tenaga.
Banyak tenaga yang hingga di luar nusantara, membantu negeri sebrang dalam
memajuka perekonomian, membuat negeri sebrang menjadi lebih produktif,
sementara negeri sendiri masih berkutat pada peningkatan produktifitas yang
seakan cuma merangkak.
Namun, belum mampunya negara ini
memberika wahana bagi seluruh masyarakat untuk mendayagunakan potensi menjadi
permasalahan besar. Tidak ada pilihan lain, memberikan akses masyarakat untuk
bekerja di luar negeri merupakan salah satu opsi yang harus dipilih. Padahal
tidak sebanding, potensi dan tenaga masyarakat dihargai dengan apapun. Menjadi
sebuah ironi memang, di satu sisi dengan tenaga potensi yang mereka miliki,
mereka dapat membantu mengangkat produktifitas negara. Tapi disisi lain, negara
belum tau mau ditempatkan kemana potensi-potensi itu.
Bekerja ke luar negeri menjadi TKI
memberikan pemasukan luar biasa pada negara. Jika dilihat dari persentasi
pemasukan APBN, remitansi Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) menyumbang 10% [ii].
Namun, jangan terlena dengan kondisi ini. Sekali lagi ditekankan bahwa tenaga
potensial kita memiliki harga yang jauh lebih tinggi dari apapun. Namun karena
memang tidak ada pilihan lain, mari berhitung untung ruginya. Kerugian sudah
jelas, produktifitas negara lain meningkat dengan bantuan tenaga potensial
masyarakat Indonesia. Berbicara mengenai keuntungan adalah adanya penambahan
devisa dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Peningkatan devisa jelas,
tapi meningkatkan kesejahteraan menjadi tanda tanya besar.
Cukupkah
keuntungan tersebut? Jawabannya adalah cukup bersyarat. Cukup jika sudah tidak
ada keuntungan lain yang dapat dioptimakan. Mari kita cermati keuntungan lain
yang dapat diperoleh. Pariwisata adalah salah satu bagian penting dari
Indonesia yang berpotensi mendunia. Indonesia adalah suatu negara kepulauan
yang memiliki banyak budaya dah keindahan alam luar biasa. Namun sayang,
potensi ini masih kurang terekspos sehingga masih sangat sedikit budaya dan
fenomena alam yang menarik wisatawan. Dari sini dapat kita cium keuntungan
besar yang dapat kita dapatkan dari keberadaan masyarakat kita di luar negeri.
Fitrahnya
semua masyarakat memiliki kecintaan dan kebanggaan luar biasa terhadap
bangsanya, termasuk juga TKI. TKI berada ditengah masyarakat luar negeri
sehingga dapat menyampaikan informasi pariwisata face to face. Cara penyampaian informasi seperti ini sangat efektif
karena berjalan dua arah sehingga informasi dapat disampaikan secara
menyeluruh. Dapat dikalkulasikan pula, misal kontrak kerja TKI selama 2 tahun,
dan akan bertemu berapa orang selama 2 tahun tersebut, dapat dipastikan
akselerasi sebaran informasi perpariwisataan negeri ini meningkat tajam.
Ramainya
wisatawan manca negara akan memberikan dampak positif. Lapangan pekerjaan akan
meningkat dan akan lebih meningkatkan lagi devisa negara. Selain itu dengan
amanah sebagai duta pariwisata yang disematkan maka gairah masyarakat untuk
bersosial dengan warga negara asing juga akan meningkat sehingga tiap TKI akan
memiliki jangkauan relasi yang luas. Sehingga akan memudahkan para TKI untuk
saling bertukar informasi, bahkan memberikan kesempatan untuk membangun bisnis,
bisnis di bidang pariwisata ataupun yang lain.
Daerah Istimewa
Yogyakarta, Pariwisata, dan TKI-nya
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
salah satu kota yang berlebel istimewa di Indonesia. Buka main-main karena saat
ini lebel “istimewa” karena melambangkan suatu keistimewaan luar biasa yang
tidak dimiliki oleh daerah lain. Istimewa budayanya, dengan masih tegapnya
pemerintahan kraton. Banyak sekali peninggalan budaya berupa situs yang menjadi
saksi perjalanan waktu.
Peta wisata Daerah Istimewa Yogyakarta
menunjukan tempat lokasi-lokasi wisata sangat cantik. Terdapat wisata
pegunungan, wisata perkotaan, dan wisata pantai yang membujur dari utara ke
selatan. Dipandang dari segi jarak, antar lokasi sangat nyaman dijadikan paket
wisata. Hanya membutuhkan waktu 3-5 jam untuk menempuh perjalanan dari daerah
wisata pegunungan di utara ke daerah wisata pantai di selatan. Rute perjalanan
pun dapat diatur sedemikian rupa sehingga dalam 1 hari dapat mengunjungi lebih
dari 4 lokasi wisata.
Meningkatkan radius sedikit, terdapat
banyak sekali situs peninggalan jaman kerajaan berupa candi yang sangat menarik
wisatawan. Dua candi besar yang memiliki daya tari paling tinggi adalah Cando
Borobudur dan Candi Prambanan. Lokasi-lokasi di atas menunjukan bahwa Daerah
Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya memiliki potensi pariwisata yang luar biasa.
Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta
dan sekitar memang sudah dijadikan sebagai andalan. Sudah banyak wisatawan
mancanegara yang berkuncung untuk menikmati wahana pariwisata. Akan tetapi
ekspos informasi perpariwisataan di Daerah Istimewa ini dirasa masih belum
optimal. Metode-metode promosi yang saat ini digunakan masih berbasis pada publish media. Padahal dengan banyaknya
masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang tersebar diseluruh dunia dapat
menjadi sarana getok tular yang luar
biasa. Data menunjukan sedikitnya 5.000 masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta
menyebar ke negara lain menjadi TKI [iii].
Pengetahuan warga daerah tentunya sangat dalam terhadap perpariwisataan
daerahnya. Oleh karena itu, info melalui putra daerah akan memberikan informasi
lebih dalam. Calon wisatawan membutuhkan banyak informasi mengenai lokasi
wisata seperti cuaca, keadaan sosial, dan sisi lain dari tempat pariwisata,
tidak hanya sekilas saja seperti informasi melalui benner, poster, ataupun
film. Pemberian informasi akan meningkatkan ketertarikan dan kemantaban calon
wisatawan untuk berkunjung.
Jika 5.000 warga dapat diefektifkan
untuk mempromosikan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, maka dapat
dibayangkan informasi yang tersebar. Kondisi ini sangat menguntungkan daerah. Pariwisata
di Daerah Istimewa Yogyakarta akan lebih dikenal. Bahkan untuk daerah indah
yang belum dipublikasikan pun dapat teridentifikasi oleh masyarakat mancanegara
melalui warga kita yang berada di sana.
Ada Rencana, Ada
Masalah
Untuk merealisasikan peran TKI sebagai
duta pariwisata daerah harus memperhatikan banyak hal. Permasalahan yang nampak
adalah belum terbukanya pikiran TKI bahwa publish
pariwisata daerahnya merupakan suatu hal yang penting. Mereka belum berfikir
mengenai imbas positif jika banyak wisatawan yang datang ke daerahnya. Jarang
ditemukan perbincangan masyarakat dengan warga asing membahas tentang keunikan,
keelokan, ataupun keindahan pariwisata di daerahnya. Padahal dengan
perbincangan ringan tersebut tersebut dapat menarik minat lawan bicara yang
semula tidak berfikir menjadi ingin datang berwisata.
Selain itu, wawasan mengenai
perpariwisataan di daerah sendiri pun kadang tidak menyeluruh. Beberapa aspek
penting yang menarik tidak terlalu dikuasai oleh putra daerah sehingga ketika
ditanya oleh orang lain pun jawabanya tidak memuaskan. Membuat orang yang
sebelumnya tertarik menjadi urung datang ke lokasi wisata karena meragu. Wisata
di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat berpotensi untuk menarik perhatian
wisatawan karena tidak hanya menarik secara mata tapi juga sangat menarik
secara sejarah dan kekentalannya dengan mistik. Seperti halnya anak tangga
menuju makam raja-raja Mataram di Imogiri yang tidak dapat dihitung, kisah
mistik Nyai Roro Kidul di Parangtritis, Goa kecil tapi dapat dijadikan sebagai
tempat persembunyian Pangeran Diponegoro, Candi dengan sejarah pembuatan yang
sangat luar biasa dan masih banyak lagi.
Masalah lain adalah konsentrasi TKI saat
berada di luar negeri adalah bekerja. Mengumpulkan materi sebanyak mungkin
untuk dibawa pulang ke nusantara dan dijadikan modal. Kondisi ini membuat kesempatan
mereka dalam mempopulerkan pariwisata terhambat oleh waktu. Ditambah lagi dengan
tidak adanya mandat yang menyerukan TKI untuk mempopulerkan pariwisata. Dalam
budaya jawa kita ketahui bahwa masyarakat akan merasa nyaman dan tanggung jawab
ketika “diuwongke” atau dalam artinya
di minta. Pada dasarnya masyarakat jawa senang membantu asalkan terdapat
pembicaraan yang baik dan jelas.
Optimalisasi
Pahlawan Devisa untuk Populerkan Pariwisata
Perluasan peran TKI untuk membantu
mempopulerkan pariwisata harus segera dilakukan. Potensi banyaknya calon TKI
yang akan berangkat pada tahun-tahun berikutnya harus disiapkan dengan
memberikan misi turut mempopulerkan perpariwisataan daerah. Misi ini harus
diberi tekanan, bahkan akan sangat baik ketika dikatakan sebagai tugas negara. Dengan
adanya kata tugas daerah masyarakat akan lebih getol dalam mempopulerkan
perpariwisataan karena inilah yang dimaksud dengan “diuwongke”.
Semangat yang dipacu dengan pemberian
tugas pada TKI baru menjadi syarat perlu, belum mencakup seluruh syarat.
Persiapan matang yang menyeluruh harus dilaksanakan guna ketercapaian misi. Mencermati
masalah yang terpapar pada subbab sebelumnya maka perlu diadakan pembekalan
untuk meningkatkan wawasan pariwisata daerah. Dengan kata lain, wawasan
pariwisata merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh TKI.
Penting karena dengan terpenuhinya kompetensi ini maka TKI dapat mempopulerkan
lokasi wisata secara detail dan menarik. Pemerintah harus mengontrol kompetensi
ini. Untuk mewujudkannya maka pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga
untuk menyiapkan TKI yang memiliki wawasan pariwisata mumpuni. Pengukuran
kompetensi dapat dilakukan dengan test tertulis ataupun presentasi yang
kelulusannya akan dinyatakan dalam bentuk sertifikat.
Reward adalah sesuatu
yang dapat melecutkan semangat individu untuk melakukan sesuatu. Adanya penghargaan
akan membuat TKI bersemangat dalam mempopulerkan pariwisata. Adanya reward juga
akan membuat TKI menyisihkan sedikit orientasi utamanya (bekerja) untuk membatu
daerahnya dalam mempopulerkan pariwisata. Masyarakat menyukai reward materi yang diterima secara
langsung. Oleh karena itu, pemerinta harus menyiapkan suatu produk berupa
sistem yang dapat memberika reward pada setiap TKI yang berhasil mengundang
wisatawan. Cara strategis adalah membuat produk paket travelling yang dapat mengidentifikasi siapakah tenaga kerja
indonesia yang telah merekomendasikan wisatawan tersebut untuk diberikan
apresiasi. Untuk meningkatkan semangat TKI dalam mempromosikan pariwisata,
alangkah baiknya juga diadakan reward komulatif yang merupakan rekap hasil
kerja selama setahun. Reward ini
berupa predikat tahunan yang akan melecutkan semangat tiap TKI untuk
berkompetisi mempopulerkan pariwisata daerah. Adapun bagan umum alur produk paket
travelling adalah sebagai berikut,
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keuntungan
tourism memilih produk ini untuk
travelling mereka. Produk ini harus dikemas semenarik mungkin agar torism
merasakan suatu keharusan memilih produk ini. Misal dengan produk ini maka
harga lebih terjangkau atau produk ini menawarkan guide profesional dan safety
travelling yang menjanjikan. Dengan demikian maka akan memudahkan TKI untuk
promosi wisata daerah dan perpariwisataan Daerah Istimewa Yogyakarta akan
semakin jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar