Social Icons

Pages

Jumat, 30 Agustus 2013

TEKNOLOGI INFORMASI: MELIHAT DALAM KEBUTAAN, BERAKTIFITAS DALAM KEGELAPAN

Oleh: Janu Arlinwibowo

"Dari 45 juta tunanetra di dunia, 3,5 juta adalah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat kedua penyumbang tunanetra

Tunanetra merupakan salah satu difabel yang memiliki kekurangan dalam indera pengelihatan. Kekurangan dalam indera pengelihatan membuat tunanentra memiliki keterbatasan untuk mengakses informasi visual. Padahal pada realita kehidupan informasi visual merupakan sumber informasi dominan. Kentalnya informasi visual nampak pada proporsi penggunaan indera dimana pengelihatan memiliki persentase paling tinggi yaitu 83% (Juang Sunanto, 2005:47).
Tingginya informasi visual membuat tunanetra sebagai individu yang tidak dapat mengakses memiliki banyak keterbatasan. Menurut Lowenfeld dalam Juang Sunanto (2005:47-65), kelainan atau kehilangan pengelihatan dapat menyebabkan tiga keterbatasan yang serius. Adapun keterbatasan yang dimaksud adalah,
a.    Variasi dan jenis pengalaman (kognisi)
Kognisi merupakan persepsi individu tentang orang lain dan objek-objek yang diorganisasikan secara efektif, respon individu terhadap orang dan objek tergantung pada bagaimana orang dan objek tersebut tampak dalam kognitifnya. Menurut Hallahan dan Kauffman, perbedaan penting perkembangan konsep anak tunanetra dengan anak awas adalah bahwa anak tunanetra mengembangkan konsepnya melalui pengalaman taktual, sedangkan anak awas melalui pengalaman visual.
b.    Kemampuan dalam bergerak di dalam lingkungannya (orientasi dan mobilitas)
Dalam proses penyesuaian diri, mobilitas menjadi faktor yang sulit terpecahkan, keleluasaan bergerak di lingkungan sangat terbatas. Kemampuan mobilitasi sangat berpengaruh dengan kemapuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami Pada intinya adalah seorang tunanetra harus memiliki kepercayaan diri yang baik untuk dapat memaksimalkan potensi mobilitas dan orientasi.
c.    Berinteraksi dengan lingkungan (sosial dan emosi)
Setiap manusia memiliki karakter masing-masing dalam bersosial. Karekteristik tersebut muncul dalam kompetensi sosial yang meliputi: persepsi terhadap orang, asertif, responsif, empati, dan rasa humor. Menurut Fraiberg, ketunanetraan dapat berdampak pada perkembangan anak yang akan berimbas pada percepatan perkembangan. Anak tunanetra harus menempuh rute yang berbeda untuk tiba pada tahap perkembangan yang sama dengan sebayanya yang awas. Akan tetapi dengan intervensi dini yang tepat maka anak tunanetra akan dapat mencapai tahap perkembangan yang sama dalam tempo yang sama dengan teman sebayanya. Oleh karena itu orang tua memiliki peran vital dalam mengembangkan kompetensi sosial dan mematangkan tingkat emosi anak tunanetra.
Dalam proses perkembangan, anak tunanetra lebih menyukai lingkungan dengan densitas sosial yang rendah. Kesukaan tersebut disebabkan karena dengan densitas sosial yang rendah makan tingkat kebisingan pun rendah sehingga anak dapat menangkap isyarat-isyarat auditif dengan baik.
Keterbatasan tunanetra memberikan gradasi yang signifikan dengan orang awas. Ketika orang awas dapat memahami suatu lingkungan dengan radius tinggi melalui indera pengelihatan, tunanetra yang mengandalkan rabaan dan pendengaran, sebuah upaya memahami lingkungan dengan radius yang sangat minimal. Keadaan ini membuat suatu pola hidup yang berbeda.
Aspek yang saat ini terus didengungkan adalah kemandirian. Tunanetra diharuskan memiliki kemandirian dalam berbagai hal. Singkatnya adalah tunanetra harus dapat memaksimalkan segala macam potensinya agar dapat melakukan aktifitas layaknya orang awas. Kemandirian tidak hanya ditekankan dari sudut padang tunanetra, melaikan orang awas yang mengisi lingkungan sekitar tunanetra. Paradigma masyarakat cenderung menganggap tunanetra adalah sosok berkekurangan yang seharunya ditolong. Pola pikir tersebut akan menjauhkan tunanetra dari kemandirian yang tentunya tidak baik untuk perkembangan psikologisnya. Seharusnya masyarakat sudah tidak memposisikan tunanetra sebagai “exceptional people” seharusnya mengubah persepsinya menjadi “people with special need”. Orientasi pada pemenuhan kebutuhan akan membawa penekanan pada kemandirian tunanetra.

Tunanetra Butuh Mobilitas dan Komunikasi
Keterbatasan kemandirian tunanetra dapat diringkas menjadi dua kata yaitu mobilitas dan komunikasi. Jelas bahwa mobilitas merupakan aspek penting dalam menunjang aktivitas, bahkan merupakan syarat mutlak untuk berkembang. Semakin baik mobilitas seseorang makan akan semakin mudah dalam beraktivitas. Sayangnya mobilitas melibatkan informasi visual sebagai basis data. Inilah yang membuat tunanetra memiliki jelajah terbatas, untuk menjangkau keterbatasan tersebut umumnya ada bantuan dari orang lain.
Tunanetra mengalami kesusahan untuk mengenal dengan baik suatu lingkungan. Ketiadaan informasi visual membuat tunanetra harus berkenalan secara berulang-ulang dengan lingkungan melalui rabaan. Kondisi inilah yang membuat tunanetra mengalami kesulitan untuk beradaptasi di lingkungan baru. Imbasnya adalah ketakutan untuk berada di lokasi baru tersebut. Ketakutan ini menjadi salah satu aspek fundamen yang menghambat mobilitas tunanetra.
Interaksi sosial adalah bagian penting dalam suatu kehidupan. Bahkan dapat dikatakan kemampuan interaksi sosial adalah kunci untuk dapat sukses dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Manusia adalah suatu bagian dari lingkungan yang hampir selalu ditemui dan kewajiban kita harus mengenalinya untuk dapat bersikap. Bagi orang awas, indera pengelihatan cukup untuk mengenali seseorang dalam jarak jauh, namun bagi tunanetra tentu tidak. Tunanetra bertumpu pada informasi visual untuk mengenal seseorang yang dibantu dengan indera perasa. Tentu akan sulit untuk bertemu pada ruang publik.
Tanpa adanya informasi visual yang dapat diakses tentu akan menghambat proses komunikasi. Imbasnya adalah semakin meningkatnya permasalahan jarak. Tunanetra dapat saling mengenali ketika mereka dalam keadaan sangat dekat, minimal cukup untuk mengenali suara satu sama lain. Namun hal lain yang menjadi kendala adalah variansi suara yang relative sulit dikenali, tidak seperti paras manusia yang dapat dikenali dengan mudah. Masalah berimbas pada aktivitas bersosial tunanetra, dimana tunanetra akan sulit mempercayai orang. Dalam interaksinya tunanetra akan memberikan proteksi pada dirinya. Imbasnya, tunanetra akan menemukan beberapa kesulitan untuk berada dalam lingkungan baru.
Faktanya, untuk mendukung mobilitas seseorang harus berhubungan dengan orang lain, seperti penyedia jasa angkutan umum. Ini menjadi sebuah masalah besar ketika ketidak percayaan terhadap orang lain tidak mendapat solusi. Mobilitas tunanetra semakin terbatas. Imbasnya tentu akan membawa kesenjangan lebih dengan orang awas yang dapat dengan nyaman mengakses angkutan umum.
Adanya orang yang dipercaya dan dapat dijadikan sebagai penolong untuk menunjang mobilitas adalah solusi. Beberapa tunanetra memiliki lengganan taxi, ojek, ataupun travel agent. Keberadaan handphone menjadi oase untuk mendukung komunikasi antara tunanetra dengan penyedia jasa. Tunanetra dapat memanggil penyedia jasa kepercayaannya untuk dapat menuju tempat yang diinginkan dengan kepercayaan penuh. Selain itu adanya internet juga dapat dijadikan media untuk membuka komunikasi dengan penyedia jasa. Bahkan tidak hanya berkaitan dengan penyedia jasa transportasi, keberadaan handphone dan internet dapat pula dijadikan layanan untuk memesan makanan, berinteraksi dengan kolega ataupun membeli kebutuhan lain.

Information Technology: Eraser of Distance
Dewasa ini nampaknya permasalahan jarak menjadi hal kuno yang tidak menjadi suatu masalah. Saat ini era dimana teknologi informasi berkembang pesat sehingga jarak menjadi sesuatu yang bukan menjadi masalah. Sedikit demi sedikit teknologi informasi mulai berkembang, hingga mencapai akselerasi perkembangan luar biasa mulai tahun 2000an. Diawali dengan adanya telepon rumah yang memfasilitasi masyarakat untuk berhubungan jarak jauh dengan media suara. Berlanjut muncul telepon genggang yang dapat mengirimkan pesar berupa tulisan. Hingga berkembang dengan banyaknya fasilitas internet yang dapat melayani masyarakat dalam berbagai hal berkaitan dengan komunikasi.
Bahkan luarbiasanya saat ini akses internet dinilai sebagai kebutuhan primer. Di instansi perkantoran ataupun sekolah menyediakan akses tersebut agar dapat dipakai oleh semua kalangan yang membutuhkan, tentunya dengan kebijakan masing-masing kantor. Informasi dinilai sebagai salah satu aspek penting dalam mendukung kinerja. Untuk beberapa kantor sengaja memancarkan wifi dengan radius yang relatif jauh sehingga khalayak umum dapat menggunakan. Fenomena tersebut nampak di kantor DPRD Kabupaten Bantul dan Telkom Bantul.
Popularitas internet semakin menggila. Semakin banyak orang yang terinfeksi virus candu internet karena memang kemudahannya dalam mengakses informasi. Ditambah dengan harga perangkat komputer yang semakin lama semakin terjangkau. Atau juga semakin terjangkaunya handphone yang dapat dijadikan media untuk mengakses internet. Dengan uang kurang dari 1 juta saat ini masyarakat sudah mendapatkan handphone dengan fasilitas penangkap sinyal wifi. Jika hanya ingin internet saja, banyak handphone dengan harga kurang dari Rp 500.000,-. Sebuah survei yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau 24,23 persen dari total populasi negara ini.
Dari fenomena murahnya perangkat dan mudahnya akses internet, tidak heran jika popularitasnya terus meningkat. Bahkan keberadaan fasilitas sinyal internet menjadi sesuatu yang marketable. Fasilitas internet dapat memberikan daya tarik masyarakat untuk mengunjungi atau beraktifitas di suatu tempat. Dan segmennya pun sangat luas karena hampir semua masyarakat memiliki handphone atau komputer jinjing. Fakta mengejutkan bahwa ternyata jumlah handphone di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 250,100,000 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 237,556,363 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 105.28%.
Inovasi yang dilakukan oleh stakeholder pun semakin variatif dan canggih. Fasilitas untuk saling berkomunikasi pun semakin banyak pilihan. Hingga muncul suatu media sosial yang dapat memfasilitasi masyarakat untuk berkomunikasi dan berkomunitas di dalam dunia maya. Dimulai dari chating ala mirc hingga friendster yang dapat memaparkan identitas dengan lebih nyata. Terus berkembang hingga saat ini facebook dan twitter manjadi jejaring sosial yang paling familiar digunakan oleh masyarakat. Untuk twitter Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah akun 19,5 juta. Sedangkan untuk pengguna facebook di Indonesia per bulan Januari 2013 telah menembus angka 50 juta pengguna, tepatnya 50,583 juta
Jejaring sosial dapat memfasilitas masyarakat untuk berkomunitas secara luar biasa. Dengan jejaring sosial informasi dan undangan dapat disampaikan secara mudah. Banyak kasus yang menyebutkan bahwa jejaring sosial mempertemukan teman lama yang sudah lama lostcontact. Jarak menjadi buka suatu masalah untuk mencari teman yang jaraknya ribuan kilo bahkan terpisah benua. Berkomunitas menjadi sangat mudah dengan jangkauan yang sangat luas, bahkan seperti tanpa jarak.

Tunanetra Dalam Mengakses Teknologi Informasi
Lagi-lagi visual menjadi mayoritas sumber informasi, kali ini dalam mengakses teknologi informasi. Handphone dan komputer memberikan sinyal visual untuk mengomando pengguna dalam mengoperasikan alat komunikasi tersebut. Sedikit berpaling dari aspek kebermanfaatan, fakta bahwa visualah yang menjadi sumber informasi utama memuahkan pertanyaan, bisakah tunanetra turut mengaksesnya?
Meninjau potensi perkembangan dunia internet, ditemukan banyak pengembangan software yang compatible untuk digunakan tunanetra. Pengembangan tersebut menunjukan bahwa paradigma berbagai kalangan Industri Teknologi Informasi mulai berfokus “people with special need”. Industri memberikan fasilitas khusus pada tunanetra sehingga dapat mengoperasikan piranti elektronik dengan baik layaknya orang awam. Inovasi yang dikembangkan untuk mendukung aksesibilitas tunanetra dalam menggunakan piranti elektronik berupa handphone dan komputer adalah pembaca layar atau dikenal dengan nama software screen reader. Prinsip kerja software ini adalah membaca tulisan dan obyek  yang ada dilayar monitor lalu  ditransfer ke bentuk suara menjadi semacam 'mata telinga'. Dengan demikian, tunanetra bisa mendengar semua yang ada dilayar, baik berupa tulisan, icon maupun simbol-simbol lainnya. Dengan berbekal komputer atau handphone yang telah dilengkapi screen reader maka setiap tunanetra dapat mengakses informasi yang ada di internet layaknya orang awas. Lebih dari itu, mereka juga dapat menulis dan berkreasi dalam web ataupun blog.


Tunanetra mengoperasikan komputer (bawah) dan Tunanetra sms (atas)

Gambar diatas menunjukan bahwa tunanetra dapat mengoperasikan piranti elektronik. Pada gambar penggunaan komputer nampak bahwa tunanetra menggunakan headset, tujuannya adalah agar sinyal suara dari komputer hanya dikonsumsi sendiri sehingga tidak mengganggu lingkungan dan tentunya informasi audio dapat diterima lebih jelas. Gambar di kanan merupakan tunanetra yang sedang menulis sms. Berbeda dengan orang awas yang ketika menulis sms fokus terhadap layar, namun untuk tunanetra, pada saat menulis sms mereka mendekatkan handphone ke telinga untuk memperjelas informasi suara yang diberikan.

Teknologi Informasi: Melihat Dalam Kebutaan, Beraktifitas Dalam Kegelapan
Keterbatasan indera pengelihatan membuat tunanetra hidup dengan minimal informasi. Disaat manusia pada umumnya sebagai mayoritas penduduk dunia bertumpu pada informasi visual, tunanetra tidak dapat mengaksesnya. Inilah yang menjadi suatu kegersangan, minimnya informasi yang masuk berbanding lurus dengan minimnya aktivitas. Dampaknya adalah minimnya ilmu yang kemudian akan mengerdilkan tunanetra secara umum.
Perkembangan teknologi informasi yang telah berhasil memberikan layanan informasi cepat dan murah. Melalui berbagai pengembangan, tunanetra dikedepankan sebagai salah satu komunitas yang diutamakan untuk dapat mengakses informasi. Oleh karena itu munculah screenreader sebagai solusi agar tunanetra dapat mengakses informasi layaknya orang awas. Kondisi ini layaknya mata air yang muncul ditengah suatu gurun luas, tunanetra yang semula memiliki keterbatasan kini telah diberikan sarana penunjang untuk mengakses informasi.
Dengan menggunakan piranti telekomunikasi tunanetra dapat berkomunikasi lebih leluasa. Jangkauan akses informasi meluas bahkan dapat dikatakan hampir menyamai orang awas. Fakta lapangan memperlihatkan bahwa banyak tunanetra yang memiliki handphone untuk menunjang segala aktivitasnya. Bahkan kondisi sudah layaknya orang awas, banyak siswa tunanetra sudah membawa handphone di sekolah. Kondisi ini membuat masalah komunikasi jarak jauh untuk tunanetra telah terpecahkan.
Mencermati media komunikasi lain yang baru-baru ini menjadi tren masyarakat, bahkan untuk beberapa kalangan sudah menjadi kebutuhan primer. Internet adalah suatu sumber informasi yang sangat mudah dengan jangkauan sangat luas. Bermodalkan handphone  atau komputer kita dapat mengakses internet untuk mencari informasi. Dengan screenreader tunanetra dapat mengakses internet dengan leluasa. Internet dapat memberikan informasi yang diinginkan dengan jangkauan yang sangat luas hingga muncul jargon “sekarang bisa ke luar negeri sekejap tanpa naik pesawat”.
Kemudahan mengakses internet memberikan dampak pada mobilitas tunanetra. Sebelum pergi ke suatu tempat tunanetra dapat mempelajari lokasi tersebut terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran. Perihal transportasi menuju lokasi tertentu, dengan internet tunanetra dapat mencari informasi jasa angkutan yang dapat memfasilitasnya untuk sampai tujuan. Bahkan saat ini sebagian besar perusahaan penyedia jasa transportasi sudah mengonlinekan produknya sehingga proses reservasi dapat dilakukan melalui internet. Kemudahan tersebut jelas membantu tunanetra dalam kesehariaanya.
Teknologi memang semakin populer dimana ketenaran internet semakin menggila. Bahkan saat ini sudah barang biasa mencari pasar di internet. Banyak sekali produk yang ditawarkan melalui internet. Pemesanan produk pun dapat dilakukan melalui internet ataupun telepon. Termasuk juga pemesanan kebutuhan sehari-hari seperti makan. Selanjutnya barang pesanan akan diantar sampai tempat pemesan. Fenomena tersebut sungguh sangat membantu tunanetra dalam mencukupi kebutuhan, dengan mobilitas minimal dapat menperoleh sesuatu yang dibutuhkan.
Apakah tunanetra selalu menjadi konsumen? Tidak. Tunanetra pun dapat memanfaatkan internet sebagai media penunjang aktivitas produktif. Tunanetra dapat menggunakan internet untuk menunjang profesinya. Mudahnya publikasi di internet membuat tunanetra dapat memasarkan bisnisnya semisal jasa pijit, jasa translate ataupun berbagai usaha lain. Dengan demikian maka tunanetra dapat menjangkau semua kalangan untuk mempopulerkan produknya.
Munculnya sosial media membuat pengguna internet semakin mudah dalam melakukan interaksi dengan orang lain, termasuk tunanetra. Selain orang awas, tunanetra pun dapat memanfaatkan fasilitas sosial media sebagai ajang silaturahmi. Didalam media inilah tunanetra dapat berkomunikasi dengan leluasa dengan sesame tunanetra maupun dengan masyarakat luas. Keuntungannya adalah tunanetra dapat menghimpun komunitas sesama sehingga dapat saling bercakap dan berdiskusi dengan intensif karena tidak memikirkan jarak. Keadaan tersebut akan memberikan dampak positif bagi tunanetra karena mereka marasa tidak sendiri sehingga secara psikologis pun baik untuk dapat menumbuhkan kepercayaan diri.
Seringnya berinteraksi dengan orang akan memberikan wawasan yang lebih luas, begitu pula dengan tunanetra. Kondisi paling menguntungkan adalah ketika tunanetra menemukan sosok sesama tunanetra yang memiliki karir cemerlang. Kebutuhan teladan inilah yang selama ini sulit didapatkan oleh tunanetra. Padahal banyak sekali tunanetra hebat yang informasi sepak terjangnya dapat dilihat di internet seperti Setia Adi Purwanta seorang tunanetra bergelar megister pendidikan yang menjabat sebagai pimpinan resource centre, Eko Ramaditya Adikara seorang tunanetra yang berhasil menelurkan suatu buku fenomenal berjudul Blind Power: Berdamai Dengan Kegelapan, Muhammad Soedito wartawan tetap Departemen Luar Neger, dan masih banyak lagi. Dengan internet tunanetra akan lebih mudah untuk menemukan sosok cemerlang yang dapat dijadikan panutan dan pelecut semangat untuk memaksimalkan bakat. Bahkan beberapa diantara tunanetra berprestasi aktif di dunia internet sehingga tunanetra dapat langsung berkomunikasi untuk menimba ilmu.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi tunanetra dapat melakukan banyak hal tanpa memperhatikan keterbatasan pengelihatan, bahkan dapat beraktifitas seperti berdagang tanpa harus repot memikirkan ketunanetraannya.



Daftar Pustaka

Amir Karimuddin. 2013. Pengguna Facebook di Indonesia Tembus 50 Juta Orang. Dalam http://www.trenologi.com/201301229286/pengguna-facebook-di-indonesia-tembus-50-juta-orang/ diakses pada 10 Agustus 2013

Anonim. Indonesia Masuk 4 Besar Pengguna Handphone Terbanyak. Dalam http://carakupedia.com/indonesia-masuk-4-besar-pengguna-handphone-terbanyak/ diakses pada 10 Agustus 2013

Anonim. 2012. Indonesia Pengguna Twitter Terbesar Kelima Dunia. Dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/02/02/072381323 diakses pada 10 Agustus 2013

Juang Sunanto. 2005. Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Pengelihatan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Kompas. 2003. Setia Adi Purwanta, Kebutaan adalah Kesempurnaan

Oik Yusuf. 2013. 2013, Pengguna Internet Indonesia Bisa Tembus 82 Juta. Dalam http://tekno.kompas.com/read/2012/12/13/10103065/2013.pengguna.internet.indonesia.bisa.tembus.82.juta

Yessy Artada. 2011. Otje Soedioto, Penyandang Tunanetra dengan Segudang Prestasi. Dalam http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=49691 diakses pada 10 Agustus 2013