Social Icons

Pages

Minggu, 21 Desember 2014

LONGSOR DI KARANGKOBAR: MELIHAT PENANGGULANGAN BENCANA DARI ANOTHER SIDE

Lama saya pulang ke rumah istri di bantar (dusun dekat dengan pasar karangkobar, banjarnegara). Semangatnya istri saya saat perjalanan pulang, walaupun tahu akses menuju rumah sulit karena bencana tanah longsor. Bus yang biasa kami tunggangi pun tidak ada satupun yang beroperasi. Akhirnya kami dijemput mbak zuhri dengan suaminya, mas bejo bersama si kecil ardan. Kami dijemput di dekat terminal banjarnegara.
Mas bejo dan mbak zuhri cerita kalau jalan menuju rumah macet sekali. “ya, jelas karena jalan utama terkena longsor jadi pasti macet”, itulah pemikiran saya. Asiknya pulang melihat pemandangan yang sudah lama tidak kami nikmati. Bagi sodara semua yang pernah melalui jalan banjarnegara-karangkobar tentu tahu persis keindahannya.
Mulai masuk di sekitar area longsor, hal pertama yang saya alami adalah macet. Masih logis di pikiran saya karena memang beberapa kendaraan relawan banyak yang masuk sedangkan jalan yang diakses sempit. Sesampai di karangkobar, dekat dengan pasar saya mulai melihat ramainya daerah ini dimana rumah-sumah di tepi jalan dijadikan posko dan tentunya banyak sekali mobil dengan atribut tulisan besar identitas masing-masing. Kondisi ini masih belum menimbulkan keresahan dalam benak saya. Yes, this is the fact that Indonesian people have big empathy for the other, I proud it.
Sampai di rumah,uaaaah senangnya merasakan hawa dingin yang tidak saya rasakan di Jogja, apalagi di Kudus (kudus sumuk sekaliii). Malam hari kami bercengkrama di depan tv. Sesekali saya menoleh karena tergelitik dengan beberapa siaran televisi. Saya tiba-tida fokus sekali pada berita di tv yang mengulas tentang bencana banjarnegara. Inilah awal keprihatinan saya pada kondisi penanggulangan bencana tanah longsor di karangkobar.
“beberapa relawan membersihkan sampah makanan”. Presenter mengungkapkannya dengan nada lugas dan bangga. Mungkin dia ingin menunjukan etos kerja dari relawan yang peka terhadap kebersihan lingkungan.
Namun saat saya mendengar berita itu, saya malah merasa miris cenderung marah. Saya lihat sampah-sampah berserakan itu sangat tidak teratur dan seaolah memang tindakan “buang sampah sembarangan”. Pertayaan dalam benak saya, “MEREKA ITU KESINI RELAWAN ATAU APA? MEREKA BUANG SAMPAH SEMBARANGAN DAN MEREKA GOTONG ROYONG MEMBERSIHKAN SAMPAH? WHAAAT? APA HUBUNGANNYA DENGAN BENCANA INI???”
Namun perlahan saya simpan kegelisahan ini dan mungkin hampir melupakannya.
Minggu tanggal 21/12/14 saya pulang ke Jogja. Saya diantar oleh saudara dengan motor karena memang belum ada angkutan umum yang beroperasi ke banjarnegara. Dimulai dari sinilah kegelisahan saya mulai muncul lebih dari sebelumnya. Pertama kali saya melintas di pasar karangkobar saya melihat:
1.       Jalan yang sangat padat, macet sekali
2.       Banyak sekali rumah warga di tepi jalan yang disulap jadi posko dengan berbagai spanduk identitas di depan rumah.
3.       Banyak sekali mobil dengan identitas kelompok yang sangat mencolok, partai (gambar lambang ataupun ketua umum), badan zakat, ormas dan berbagai instansi
4.       Sampah bekas makanan di pinggir jalan
5.       Pemuda membantu polisi mengatur jalan
Well, sambil perjalanan saya menggerutu kenapa kok bisa semacet ini, bahkan ambulan saja tidak dapat melintas cepat. “LALU BAGAIMANA KALAU ADA YANG SAKIT DAN BUTUH MOBILITAS YANG SEGERA?”
Perlahan saya mulai memikirkan apa yang saya batin semalam saat melihat berita di televisi. Banyaknya sampah yang dibuang sembarangan. Saya mulai berpikir ini benar-benar tidak terkoordinir dengan baik. Relawan terlalu banyak sehingga jobdesknya tidak jelas. Dan tentunya jutru membuat keadaan semakin crowded sehingga tidak afektif dan efisien. Mari kita hitung-hitungan:
Bayangkan jika ada relawan yang membersihkan sampah makanan (hasil dari relawan). Jika relawan tidak membuang sampah sembarangan tentu tidak perlu ada relawan kebersihan sampah. Mudah dilogika jika relawan kebersihan dipulangkan maka akan mengurangi kepadatan karangkobar.
MASALAH KARANGKOBAR SEKARANG BUKAN HANYA BENCANA, TAPI BERTAMBAH DENGAN PADATNYA LALU LINTAS. “PERLU KITA SADARI!!!”
Di saat pulang saya melihat berbagai mobil sejenis avanza yang menamakan dirinya sebagai relawan. Lucu juga ketika kita bernalar logis. Mari kita hitung-hitungan:
Kalau mereka menggunakan avanza sejenisnya hanya akan muat mengusung maksimal 7/8 orang. Inilah yang menimbulkan kesesakan lalu lintas. BAHKAN ADA YANG MENAMAKAN DIRI RELAWAN LOGISTIC!! Saya agak merasa ada yang mengangkut logistic dengan menggunakan mobil sejenis avanza. Perlu disadari MASALAH KARANGKOBAR SEKARANG BUKAN HANYA BENCANA, TAPI BERTAMBAH DENGAN PADATNYA LALU LINTAS.
Mengatasi dua masalah tersebut nampaknya butuh manajemen penanggulangan bencana yang mantab. Jangan sampai lokasi yang terkena bencana mendapat masalah kepadatan jalan. Proses evakuasi dan penanggulangan kesehatan adalah faktor yang harus diprioritaskan. Saya sama sekali tidak menyalahkan luapan empati dari berbagai kalangan tapi tentu harus ditata dengan baik sehingga efektif dan efisien.
Semua tahu bahwa kemacetan membuat suatu suasana yang panas, dan cenderuk mematik emosi. Mari kita bersama membangkitkan lokasi bencana dengan mendinginkan suasana. Efisien, efektif dan penuh dengan nuansa sejuk.
Berandai-andai solusi, Sedikit lamunan saya:
Seharusnya memang ada filter, siapa yang boleh masuk lokasi dan siapa yang enggak. Jika memang ada sumbangan logistic janganlah diangkut dengan mobil kecil, mungkin ada fasilitas truk atau pickup yang dapat mengangkutnya dengan kapasitas maksimal. Akan sangat baik jika jauh dari lokasi ada tempat transit yang dijadikan sebagai terminal penyaluran barang, yang juga menyediakan mobil pickup atau truck.
Filter juga sebaiknya dilakukan untuk penyaluran relawan. Relawan jangan diangkut dengan mobil kapasitas kecil karena hanya muat sedikit orang. Mungkin akan sangat baik pula di lokasi transit ada mobil angkut relawan, menggunakan truck.
Dapat juga diadakan mobil khusus yang disediakan untuk wira-wiri dari tempat transit ke lokasi bencana. Upaya ini agar lokasi tidak terlalu pada oleh mobil-mobil. DENGAN DEMIKIAN MAKA KENDARAAN SEPERTI AMBULANCE, TNI, POLISI, ALAT BERAT MEMILIKI MOBILITAS YANG SEMPURNA. HINGGA SEMUA DAPAT DIEVAKUASI DENGAN BAIK. HINGGA SEMUA KORBAN DAPAT DITOLONG. Hanya orang yang berkepentingan dan memiliki peran krusial saja yang diperbolehkan masuk. SEMUA INGIN MEMBANTU TAPI KITA HARUS PUNYA SKALA PRIORITAS DEMI KEBAIKAN!!!
“TAMPAKNYA HARUS MUNCUL GAGASAN DARI PARA AHLI MENGENAI MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM”
Meraba  masalah, opini saya: Mungkin benar mungkin salah
Saya rasa masalah yang saya paparkan di atas adalah masalah yang nampak jelas, bisa dikatakan objektif. Namun masalah yang mau saya sampaikan ini nampaknya berbau subjektifitas. Mohon maaf jika ada yang tersinggung dan opini saya salah. Saya mencermati bahwa banyak sekali yang mengumbar lebel di lokasi bencana, icon golongan dipasang dengan besar-besaran. Kenapa tidak bergabung menjadi satu nama saja? “WARGA PEDULI BANJARNEGARA?” Jikapun ada tentu tidak usah mencolok sedemikian.
Saya berbincang dengan salah satu warga, dia mengeluarkan kalimat yang membuat saya kaget. “SEMUA PADA PENGEN UNJUK”. Lho ini masyarakat saja bisa menilai demikian. Memang mencolok sekali menurut saya bahwa banyak instansi yang berlomba memasang spanduk penanda identitasnya. Imbasnya adalah adanya nuansa pengotak-ngotakan ini bantuan dari siapa, ini posko siapa, posko siapa yang lebih baik, posko siapa yang lebih lengkap dan sebagainya.
Semoga perasaan saya tidak benar, hanya subjektifitas saja. SAYA TANTANG SEMUA RELAWAN UNTUK MENANGGALKAN KELOMPOKNYA DALAM MEMBANTU!!! SEMUA ATAS NAMA “MASYARAKAT PEDULI BENCANA”
Satu fenomena yang lain, ada masyarakat yang menilai itu posko relawan bertempat di rumah-rumah (bagus) sedangkan pengungsi ditempatkan di lokasi alakadarnya (kecamatan, kelurahan dan sekolah). Saya belum crosscheck lebih jauh tapi sekilah dari statement tersebut memang iya posko-posko menempati rumah warga. Ini unik juga, ada kesenjangan. Mungkin tidak perlu banyak posko, yang penting semua fasilitas tarsalurkan. JANGAN BERFOKUS PADA PROSES MENGUKIR NAMA DI SEJARAH.
Sekian tulisan saya, bila ada yang salah mohon revisi…