Social Icons

Pages

Rabu, 27 April 2011

FILSAFAT MATEMATIKA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA (refleksi perkuliahan Dr. Marsigit)


Fenomena dan noumena merupakan dua aspek pemikiran yang saling bertolak belakang. Kant membedakan antara fenomena dan noumena. Yang mana yang pertama adalah menunjukkan kepada suatu dalam kesadaran dan yang kedua adalah realitas yang berbeda dari apa yang ditangkap oleh pengamat. Dan manusia tidak ada kemampuan untuk mengetahui noumena karena sifatnya yang terselubung dari pikiran dan indera. http://qienz.blogspot.com/. Noumena pun terbagi menjadi dua bagian yaitu, suatu hal yang bersifat tetap yang dipaparkan oleh Permenides ,Dalam pemikirannya dia menyatakan bahwa realitas merupakan keseluruhan yang tetap dan tidak berubah. Suatu hal yang bersifat tetap memiliki ciri koheren, menggunakan logika, menggunakan hokum identitas, bersifat absolute terhadap ruang dan waktu serta bersifat tunggal. Yang kedua , suatu hal yang bersifat berubah yang dipaparkan oleh Heraklitos, Realitas merupakan keseluruhan yang tetap dan tidak berubah. Hal ini terjadi karena semua hal terikat oleh intuisi ruang dan waktu. Suatu hal yang bersifat berubah memiliki ciri korespondensi, menggunakan pengalaman, menggunakan hukun kontradiksi, bersifat relative terhadap ruang dan waktu serta bersifat plural.
Seperti ilmu–ilmu lainnya, matematika mempunyai fundamen (dasar), yaitu mempunyai sistem, struktur, dan bangunan. Dari wujudnya, matematika bisa tunggal, dual, multi, atau pluralisme. Dilihat dari sifatnya, matematika bersifat absolut dan relatif.
Manusia dalam kehidupannya hendaknya berfikir sedalam-dalamnya atau yang disebut dengan intensif dan juga harus berfikir ekstensif yaitu berfikir seluas-luasnya. Manusia hendaknya juga mampu melakukan hermeneutika yakni menerjemahkan dan diterjemahkan. Melakukan hermeneutika lewat berfilsafat memaknai ontologi, epistemologi, dan aksiologio hingga pada akhirnya melahirkan pemikiran-pemikiran yang terkait dengan matematika. Pada akhirnya pemikiran-pemikiran yang demikian itu melahirkan suatu fenomena.
Matematika mempunyai tokoh yang terkenal dengan pemikirannya di seluruh dunia. Hilbert yang terkenal dengan Bapak Matematika seluruh dunia menganut aliran Fondamentalis, Formalist, dan Aksiomalist. Selain Hilbert, ada Rigor yang Apodiktik, konsisten, tunggal, dan pasti. Pemikiran tokoh matematika yang demikian terbebas dari ruang dan waktu. Selain itu dapat dikatakan juga matematika juga bersifat koheren, mempunyai identitas, bersifat absolut, dan konsisten.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah kondisi dimana dunia pendidikan matematika ditulangpunggungi oleh kaum matematika murni. Kondisi tersebut menggiring matematika kedalam suatu ilmu yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Untuk pengembangan pendidikan tidak seharusnya kondisi tersebut terjadi karena di sekolah matematika bersifat kontradiktif, relatif, plural, dan korespondensi. Ketidaksinergin tersebut melecutkan dosen kami, bapak Marsigit menuliskan tanggapan dan solusi tajam dalam blognya dalam upaya pembenahan pendidikan matematika. Beliau dalam http://powermathematics.blogspot.com/ menuliskan “Surat Terbuka untuk Presiden” yang berisi kelemahan-kelemahan sistem pendidikan di Indonesia dan revolusi pendidikan.
Banyak sekali hal dalam proses pembelajaran matematika yang diarahkan menjadi suatu pembelajaran yang realistik. Dalam segi realistik, matematika dibedakan menjadi empat bagian. Bagian paling dasar matematika berupa benda konkrit seperti yang dipelajari anak di SD. Di atasnya ada matematika sebagai skema yang dipelajari oleh anak seusia SD tingkat lanjut sampai dengan SMP. Tingkat ke-3 ada matematika sebagai model yang dipelajari oleh anak seusia SMP sampai dengan SMA. Dan tingkatan terakhir yaitu tingkatan paling atas, menganggap matematika sebagai hal yang abstrak atau formal yang dipelajari oleh usia SMA tahap lanjut atau di perguruan tinggi.

Selasa, 12 April 2011

Kuliah Dr. Marsigit (Filsafat Pendidikan Matematika)


Berawal dari titik, Menembus Ruang dan Waktu, Menuju Seluruh Dunia
Oleh: Janu Arlinwibowo

Manusia melihat sesuatu yang sangat luas dengan sebuah abstraksi. Dalam hal ini kita contohkan ketika kita melihat bumi, benda yang sangat luas dengan penguninya yang sangat banyak dan melimpah. Kenapa disebut abstraksi? Karena proses pengelihatan kita tidak bisa lepas (terikat) dengan ruang dan waktu.

Ilustrasinya adalah ketika kita melihat sebuah titik, dalam hal ini titik menjelma sebagai suatu objek dalam pikiran kita. Sebuah objek pikiran dapat dikembangkan dengan pemberian suatu kesadaran. Sebuah titik dengan kesadaran akan membentuk segala sesuatu dengan kata lain titik tersebut dapat mewakili segala sesuatu. Misal kita adalah makhluk yang dapat melihat bumi dari kejauhan dan kita memikirkan suatu titik yang ada di bumi, maka titik tersebut dapat digambarkan sebagai manusia, pohon, gunung, rumah, danau, dan segalanya. Dimisalkan lagi kita dapat melihat galaksi dari kejauhan dan kita memikirkan suatu titik yang berada dalam galaksi, maka titik tersebut dapat berupa bulan, bumi, mars, yupiter, pluto, bintang,matahari dan segalanya.
Jika kita akan mengembangkantitik dengan suatu abstraksi lebih lanjut maka suatu titik dapat ditarik menjadi garis. Dalam abstraksi, titik menjadi suatu potensi dan garis menjadi suatu fakta. Melalui pola pikir ini, titik dapat diubah menjadi segala macam bentuk yang diinginkan. 


Abstraksi akan lebih rumit ketika kita bertujuan untuk memahami dunia. Apa yang dimaksut sebagai dunia, arah definisinya, dan sifat-sifatnya butuh pengungkapan secara tepat dan gamblang. Dalam proses ini titik akan dekemas dalam bentuk spriral dimana titik disitu berkedudukan sebagai dunia. Untuk menerjemahkan dunia maka kita butuh adanya analogi, misal adanya analogi bahwa matahari adalah pusat revolusi.
Dari kerumitan yang terpaparpu kita belum dapat mengetahui dunia secara seutuhnya, kita hanya dapat berfantasi dengan separuhnya saja. Karena semua yang ada dalam pikiran kita hanya setengahnya saja, setengah yang lain adalah pengalaman
Mengkaji mengenai perilaku “ngumumi”
Berkembangnya konsep kehidupan, anggapan bahwa setiap yang tidak lazim itu adalah sesuatu yang “tidak normal” dalam konotasi negatif. Yang sangat dekat dengan kita, budaya jawa, dimana dalam budaya ini menganut kepentingan umum sebagai perilaku masal. Tidak dilazimkan idealisme yang menyimpang dari perilaku turun-temurun. Misal, kekafahan Islam, banyak sekali kajian mengenai keabsahan kenduri, sesajen, dan budaya lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Islam di Jawa. Fenomena terjadi ketika banyak orang yang berpedoman bahwa tradisi tersebut akan mengganggu kekafahan mereka dalam menganut keyakinan, akan tetapi kebanyakan akhirnya juga tetap menyelenggarakan karena mayoritas masyarakat juga menyelenggarakan. Mengikuti kebanyakan orang atau dikenal dengan kata “ngumumi” menjadi solusi jitu untuk mendapatkan ketentraman dan kenyamanan.


Untuk beberapa kalangan yang menerjang perilaku hidup masyarakat sekitar, hingga dianggap menyimpang (tidak umum) makan akan diberikan tindakan sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Dengan arti lain, kalangan tersebut harus diruat agar kembali menjadi individu yang “umum” atau tidak keluar dari orbit kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu untuk menghidari segala konflik masyarakat, biasanya individu mengikuti bagaimana umumnya di masyarakat, seperti pada gambar 3 yang menggambarkan kurva normal, maka masyarakat akan memilih posisi x=0 untuk memperoleh keamanan dan kenyamanan.