Social Icons

Pages

Senin, 24 April 2017

Dinamika Alih Wewenang SMA/SMK



Terjadi perubahan besar di dunia pendidikan pada tahun 2017, yaitu pergeseran kewenangan pengelolaan SMA dan SMK dari kabupaten ke provinsi sesuai dengan muatan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Konsekuensi setiap perubahan pasti akan menimbulkan banyak penyesuaian. Pemerintah provinsi terus tata-menata hingga saat ini agar sistem dapat berjalan dengan baik.
Satu hal paling sensitif yang ikut berubah akibat pergeseran kewenangan adalah penyesuaian anggaran. Nampak jelas pada penggajian guru, pada bulan Januari 2017, data dari Kudus menyebutkan bahwa gaji guru PNS turun pada kisaran tanggal 10 Januari 2017. Sedangkan untuk TPP, hingga pertengahan bulan Maret belum ada pencairan. Namun sekelumit masalah tersebut tidak menimbulkan guncangan, PNS relatif mudah memahami situasi peralihan yang sungguh ruwet.
Kudus, Semarang dan Karanganyar
Awal polemik justru muncul dari tenaga honorer. Kasus di Jawa Tengah, pemerintah provinsi masih belum dapat menyelesaikan penganggaran untuk menggaji guru dan pegawai tidak tetap (GTT dan PTT). Masalah menjadi pelik karena terdapat beberapa daerah seperti Kudus, Semarang, dan Karangayar memiliki kebijakan full gratis untuk siswa SMA dan SMK. Sumber dana sekolah untuk menggratiskan adalah BOSN dan BOSDA, praktis sekolah mengalami defisit besar-besaran karena satu mata ainya (BOSDA) mampat. Interval bulan Januari-Maret sangat nampak bahwa sekolah sedang sekarat, keluhan selalu disampaiakn oleh guru ataupun kepala sekolah. Jangankan menggaji guru dan pegawai tidak tetap, membayar listrik saja sekolah kebingungan. Pada beberapa sekolah, kasus honor GTT dan PTT diupayakan dari iuran PNS, walaupun jumlahnya tidak dapat sepadan dengan idealnya.
Solusi di angan-angan adalah dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk menyumbang dana. Namun, sebelum ada instruksi dan landasan hukum tentu sekolah tidak berani karena masalah sangat sensitif sehingga dapat menimbulkan gejolak.
Restu Gubernur
Kebijakan Gubernur Jateng terkait kejelasan anggaran yang telah lama dinantikan akhirnya datang. Tanggal 17/03/2017 pada audiensi dengan pegawai jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Pergub terkait GTT dan PTT serta partisipasi (era lampau lazim disebut sumbangan) masyarakat ditandatangani. Lebih lanjut dipaparkan Koran Sindo 20/03/2017, GTT akan digaji oleh pemerintah melalui kontrak tahunan dengan ketentuan guru mengajar minimal 24 jam dan memenuhi syarat linearitas. Bagi yang tidak memenuhi ketentuan, tanggungjawab penggajian dilimpahkan ke sekolah. Sementara untuk PTT sama sekali belum dianggakan.
Secara blak-blakan Heru Sudjatmoko selaku Wakil Gubernur menyampaikan bahwa saat ini pihaknya hanya memiliki alokasi dana Rp 124 Milyar, sedangkan kebutuhan total adalah Rp 132 Milyar (Koran Sindo, 29/03/2017). Melihat kondisi tersebut maka harus ada alternatif sumber dana lain. Dengan demikian maka Gubernur telah merestui adanya partisipasi masyarakat untuk menyelamatkan keuangan sekolah sehingga semua kembali berjalan normal.
Keget Namun Sepakat
Restu gubernur adalah gerbang pembuka, namun ternyata sekolah harus melalui labirin agar sampai pada tujuan. Liku-liku yang paling sulit adalah penyampaian kebijakan pada masyarakat (orang tua atau wali murid). Pemberitahuan bahwa akan ada pertisipasi bulanan berupa uang tentu akan membuat kaget karena selama ini SMA dan SMK digratiskan. Pihak sekolah cukup berhati-hati sebab dana pastisipasi untuk menggantikan peran BOSDA terhitung lumayan yaitu kisaran Rp 100.000,00.
Masyarakat di tiga daerah yang menerapkan sekolah gratis hingga SMA dan SMK sangat kaget mendengar desas-desus akan adanya iuran bulanan. Sudah lama mereka merasakan entengnya sekolah tanpa membayar sehingga telah lama pula anggaran rumah tangga untuk kepentingan SPP telah dihapus. Dengan demikian maka adanya kebijakan melibatkan masyarakat sebagai sumber pembiayaan operasional sekolah membuat manajer keluarga harus memutar otak menanggarkannya, situasi tersebut selalu terasa berat. Melakukan kilas balik biaya pendidikan dirasa dapat meredam kekagetan wali murid, pada tahun 2007 biaya sekolah SMA dan SMK sudah tembus angka Rp 150.000,00.
Walaupun sekolah telah mengkalkulasikan besaran partisipasi, namun untuk menentukan nominal finalnya, sekolah arus melakukan musyawarah dengan pihak terkait. Sekolah harus menerangkan seterang-terangnya agar masyarakat memahami landasan kebijakan dan keluarnya besaran pastisipasi karena mayoritas manyarakat tidak tahu-menahu tentang pergeseran kewenangan dan anggaran belanja sekolah.
Keterbukaan dan pemahaman akan membuat kalimat sepakat menjadi lebih mudah terucap. Jika tidak memahami, perubahan sering dikira mengada-ada untuk kepentingan yang tidak substansial. Padahal saat ini sekolah sedang mengalami sekarat anggaran, satu-satunya sektor yang dapat membantu adalah partisipasi masyarakat.
Tidak Perlu Khawatir
Respon keras pada umumnya dilayangkan oleh keluarga dengan finansial lemah. Bagi yang merasa anggaran pertisipasi pendidikan mengganggu stabilitas ekonomi keluarga diharapkan tidak perlu khawatir karena pemerintah dan sekolah tidak memukul rata semua masyarakat. Orangtua siswa pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) dibebaskan untuk tidak ikut ambil bagian dalam partisipasi masyarakat. Pada umumnya, untuk menekankan ketidakwajiban, sekolah tidak mengundang mereka dalam rapat koordinasi. Dengan demikian tentunya hanya masyarakat dengan kemampuan finansial baik saja yang dilibatkan, kalaupun ada wali murid non pemegang KIP namun lemah secara finansial turut diundang tentu jumlahnya minoritas.
Masalah secara umum telah diselesaikan dalam diskusi kesepakatam, namun masyarakat terait harus berani buka-bukaan pada sekolah jika memang dirasa dirinya tidak mampu untuk meluangkan dana partisipasi. Sekolah pasti memberikan solusi berupa pengurangan nominal partisipasi atau bahkan penggratisan tergantung pada situasi dan kondisi. Tentunya komunikasi yang dibangun harus melalui cara yang bijaksana yaitu melampirkan data dan fakta  penguat pendapat misal membawa surat pengantar dari perangkat desa. 
Dimanapun sekolahnya pasti sangat terbuka menerima wali murid untuk diskusi. Menjadi pertisipan bijak bukan berarti harus berdiam diri, namun harus terbuka tanpa mengada-ada sehingga kebijakan baru dapat terealisasi tanpa ada pihak yang tersiksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar