Menyambut hari
perempuan internasional pada tanggal 8 Maret yang merupakan apresiasi terhadap
keberhasilan perempuan hebat yang di berbagai bidang. Isu kebangkitan perempuan
memang sudah lama muncul. Pada zaman dulu di Indonesia, hanya laki-laki yang
diprioritaskan untuk mengenyam pendidikan, sedangkan perempuan tidak. R. A. Kartini
muncul sebagai icon emansipasi wanita
yang menggugat batasan pengembangan diri pada perempuan.
Kesetaraan
Gender
Kesetaraan gender di
Indonesia menuju ke arah positif. Ruang untuk perempuan dalam mengembangkan
diri sangat terbuka. Menurut Direktur Pembinaan SMP, Supriano dalam Diskusi
Pendidikan di Kemdikbud, Jakarta (16/3/2016) terdapat data kesetaraan jumlah
siswa SMA yaitu 2.445.589 pelajar perempuan, sedangkan jumlah siswa laki-laki
hanya 1.966.351 orang. Sedangkan Kemristekdikti tahun 2017 jumlah mahasiswa
perempuan jauh lebih banyak yaitu berkisar 2,6 juta mahasiswa sedangkan sekitar
2,3 juta.
Di bidang politik,
ruang untuk kaum hawa dalam berpartisipasi relatif luas. Pada Pemilu Legislatif
tahun 2014, keterwakilan kaum ibu di legislatif sebanyak 97 kursi (17,32 %) di
DPR, 35 kursi (26,51 %) di DPD, dan rata-rata 16,14 % di DPRD serta 14 % di
DPRD kabupaten/kota. Kasus yang lebih nyata menandakan kesetaraan gender adalah
hilangnya anggapan bahwa pemimpin harus seorang pria. Pilkada Serentak pada 9
Desember 2015 menghasilkan 35 kader dari kaum hawa yang memenangkan hati
rakyat. Bahkan beberapa tahun yang lalu, orang nomor satu negeri ini pernah
diisi kaum wanita yaitu Presiden ke 5 Megawati.
Perempuan
Sedikit Hebat
Kesetaraan gender
membuat banyak perempuan menuai pencapaian gemilang di berbagai bidang.
Prestasi tersebut membuka citra baru mengenai kesuksesan perempuan yang
berbasis pada pencapaian individu. Di bidang pendidikan, sudah banyak perempuan
yang mampu memperoleh gelar guru besar dan menempati jabatan struktural seperti
kepala sekolah, kepala dinas, dekan, ataupun rektor. Di bidang ekonomi, saat
ini mulai banyak pula pengusaha perempuan yang melampaui pencapaian kaum adam.
Fenomena kesetaraan
gender dimana perempuan bebas bersaing dengan laki-laki dalam berbagai hal
bukan tanpa konsekuensi. Kasus pembagian peran sebagai wanita karir dan seorang
ibu yang merupakan peran utama menimbulkan banyak diskusi. Idealnya, perempuan
dapat dengan bijaksana membaginya secara seimbang. Peran sebagai ibu adalah
utama sehingga haruslah memiliki porsi dominan.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa keseimbangan pembagian peran dengan “ibu” sebagai poros utama sulit
diciptakan. Semakin melenggang karir seorang perempuan maka energi yang
dibutuhkan pun semakin besar. Konsekuensinya adalah jatah energi untuk mengurus
rumah tangga berkurang, bahkan mungkin dapat masuk kategori terbengkalai. Ketidakseimbangan
pembagian peran membuat kesuksesan yang tecapai terkesan semu. Seolah dibalik
kegemilangan karir terdapat permasalahan besar.
Perempuan
Hebat
Jika karir gemilang tidak
dapat menjadi parameter hebatnya perempuan, lalu siapakah perempuan yang hebat?
Perempuan hebat adalah perempuan yang dapat memainkan perannya sebagai ibu
dengan baik, jikalau perempuan dapat berkarir tanpa mengesampingkan fitrahnya
sebagai ibu, dialah perempuan super hebat.
Perlu diingat bahwa
keluarga merupakan wadah yang mencetak bibit, unggul atau tidaknya bergantung
pada pengelola. Sangat luar biasa jika semua bibit disemai dan diperhatikan
sehingga setiap potensinya mekar secara maksimal. Beberapa dekade kedepan,
negeri akan dipenuhi oleh pemuda matang hasil sentuhan tangan dingin perempuan.
Warisan dari ibu berupa karakter, ilmu, dan kecerdasan mengalir dan dapat dirasakan
terus-menerus dalam diri anaknya.
Berbeda cerita ketika
warisannya adalah materi sebagai buah dari karir tanpa diimbangi nilai-nilai
luhur, masa depan hanya dapat pasrah melihat dirinya diisi oleh bibit-bibit
yang tumbuh dengan kurang sempurna. Padahal pada merekalah masa depan
bergantung. Ibu adalah kreator utama
kebangkitan suatu kaum. Ibu Hebat, Keluarga Hebat, Indonesia Hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar