Social Icons

Pages

Kamis, 27 Maret 2014

SISTEM PERBANKANNYA ”SEMUA” (Menelusur Sistem Perbankan Syariah Sebagai Perbankannya Semua Kalangan)



Oleh: Janu Arlinwibowo
(Guru SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta)


“orang miskin dilarang menabung di bank”
Kalimat di atas nampaknya cukup mencerminkan kondisi perbankan di Indonesia yang sekian lama dikuasai oleh sistem perbankan konvensional. Dalam penelusuran didapatkan data bahwa menabung di bank konvensional membutuhkan modal yang mahal. Ketika masyarakat menabung maka harus memiliki saldo minimal agar kondisi tabungannya provit. Hal tersebut dikarenakan biaya administrasi yang sangat mahal, rata-rata untuk mendapatkan situasi yang balance antara bunga dan biaya administrasi masyarakat harus memiliki saldo diatas Rp 10.000.000,00. Nominal sebesar itu tentu sangat tidak bersahabat bagi masyarakat Indonesia. Jika jumlah saldo tidak memenuhi standar minimal untuk balance maka saldo akan terus digerogoti sedikit demi sedikit. Rata-rata biaya admin per bulan adalah Rp 10.000 maka jika tabungannya hanya Rp 200.000,00 akan sangat memungkinkan tabungan dapat mengering habis.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 28,59 juta orang (BPS, 2013: 1)
Data di atas mengungkap bahwa masih sangat banyak masyarakat Indonesia yang terbelenggu oleh kemiskinan. Tidak asing dalam kehidupan masyarakat seorang orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya, jangankan untuk biaya pendidikan, untuk makan sehari-hari saja susah. Bahkan paradigma yang berkembang di beberapa masyarakat adalah tidak sekolah menjadi bodoh, tidak makan akan mati, apakah harus sekolah tinggi tapi sebelum pintar sudah mati?
Dapat disimpulkan bahwa 28,59 juta masyarakat Indonesia akan sangat kesulitan menyisihkan uangnya untuk menabung. Kalaupun bisa, upaya mereka tidak akan kontinu dan dengan nominal besar. Bayangkan saja jika dalam satu bulan mereka dapat menyisihkan Rp 10.000,00, setelah punya uang cukup membuka rekening di bank, misal Rp 50.000,00. Mengasumsikan mereka dalam kondisi terbaik, dapat kontinu menyisihkan uang, 5 bulan lagi mereka dapat menabung di bank dengan jumlah nominal Rp 50.000,00. Padahal administrasi bank Rp 10.000,00 per bulan sama dengan kemampuan masyarakat miskin dalam menyisihkan uang. Habislah uang mereka digerogoti hantu administrasi.
Permasalahan di atas jelas akan membuat masyarakat miskin mengurungkan niatnya untuk menabung di bank. Singkatnya, sistem perbankan konvensional tidak dapat memfasilitasi semua masyarakat. Hanya masyarakat dengan uang cukup saja yang memiliki kenyamanan menyimpan hartanya di bank.

Sistem Perbankan Syariah: Lunak dan Bersahabat
Bank syariah muncul sebagai suatu sistem yang memberikan warna pada perbankan Indonesia yang sekian lama telah dikuasai oleh sistem konvensional. Pemerintah mulai mengatur keberadaan bank syariah pada UU no. 7 tahun 1992 yang kemudian memberikan ruang bank syariah untuk terus berkembang. Pelan tapi pasti, geliat sistem perbankan syariah terus berkembang. Sistem ini mampu menunjukan keistimewaannya ketika dapat bertahan dengan baik saat Indonesia diguncang krisis moneter.
Agama adalah aturan yang absolut maka begitu pula sistem syariah, dimana sistem ini kuat dan dapat menjangkau semua kalangan. Sistem syariah memberikan keuntungan bagi setiap nasabahnya. Dengan sistem bagi hasil, perbankan syariah menjadi suatu sistem yang fleksibel dalam memberikan jasa ataupun beban. Semua serba berasaskan kompromi agar semua nasabah dapat diuntungkan. Keunikannya adalah besaran bagi hasil fluktuatif dengan dasar memperhatikan kondisi nasabah peminjam dana. Sistem bagi hasil, penentuan jumlah besarnya tidak ditetapkan sejak awal, karena pengemblian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan pola nisbah (rasio) bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau sesudah ada untungnya.

Baik Dengan Insvestor, Ramah Bagi Penabung
Bank sering menggunakan rasio besar bunga sebagai materi utama dalam memasarkan produk perbankannya. Menekankan keuntungan material dalam berinvestasi memang nampak strategis untuk menarik minat masyarakat. Bank konvensional jelas menawarkan bunga, suatu konsep pemberian jasa melalui perhitungan tetap. Beberapa kalangan menganggap ini akan membuahkan suatu kenyamanan, nasabah dapat menghitung dengan pasti berapa uangnya setelah beberapa tahun menabung. Ini adalah paradigma investasi, namun investasi hanya dilakukan oleh pemilik modal besar. Bagaimana dengan rakyat miskin? Apa fungsi bank untuk mereka?
Miskin, pastilah kondisi yang tidak diinginkan oleh setiap manusia. Disaat bank menawarkan produk simpanan, mereka mengucurkan peluh untuk mengais rizki yang terkadang untuk makan pun tidak cukup. Jika ditanya, adakah keingingan untuk menabung., jelas ada, beberapa diantara mereka pun menabung meskipun tidak di bank. Mereka menyimpan uang dirumah, dilokasi tersembunya yang dianggapnya aman.
Salah satu godaan orang dalam menabung adalah dirinya sendiri, dorongan untuk mengambil tabungan. Hukumnya, semakin dekat dengan diri sendiri maka semakin tidak aman harta simpanan tersebut, terlebih bagi orang dengan kondisi finansial lemah, godaannya akan semakin kuat. Masalahnya jika ditabung di bank, uang mereka tidak cukup aman untuk mengimbangi biaya administrasi, ditambah tidak ada kepastian dapat menyisihkan uang untuk menabung secara rutin. Sebenarnya mereka sangat membutuhkan bank sebagai tempat untuk menyimpan uang, namun biaya administrasi menjadi suatu momok menakutkan sehingga membuat mereka urung menabung. Jangan-jangan tidak jadi menabung, malah menghabiskan uang untuk membeli buku rekening saja.
Banyak masyarakat yang memposisikan diri sebagai penabung, bukan investor sehinggal kebutuhan mereka adalah keamanan saja, tanpa mempertimbangkan keuntungan material sebagai jasa yang diberikan oleh bank. Sederhanyanya mereka ingin dapat menabung, tapi tabungannya tidak tersedot. Minimal 28,59 juta masyarakat kurang mampu di negeri ini yang berkeinginan seperti itu.
Bank syariah yang beroprasi menggunakan prinsip kemaslahatan muncul berasaskan akad yang bersahabat dengan penabung. Kondisi yang menguntungkan salah satu pihak, dalam hal ini adalah pemilik modal besar dan merugikan pihak lain, dalam hal ini adalah rakyat kecil, dalam sistem perbankan syariah jelas akan dihindari. Nampak jelas ketika bank syariah muncul sebagai instansi yang beroperasi dengan biaya administrasi ringan.
Bank syariah muncul dengan mengorbitkan produk tabungan berakad mudharabah dan wadi’ah. Mudharabah merupakan produk yang memfasilitasi masyarakat yang ingin berinvestasi. Pada umumnya pihak bank memberikan biaya administrasi dalam produk perbankan ini, tetapi nilainya jelas lebih kecil dibandingkan dengan biaya administrasi produk tabungan bank konvensional. Mudharabah merupakan suatu bentuk kerjasama usaha yang terjadi dengan satu pihak sebagai penyedia modal sepenuhnya dan pihak lainnya sebagai pengelola agar keduanya berbagi keuntungan menurut kesepakatan bersama, dalam kajian ini pemilik modal adalah nasabah dan pengelolan adalah bank. Bagian keuntungan yang disepakati itu harus berbentuk prosentase (nisbah) dan yang berasal dari kesepakatan kedua belah pihak.
Sekilas memang produk tabungan bank konvensional lebih menjajikan. Adanya kepastian tentang jasa membuat nasabah bisa berhitung secara mudah mengenai keuntungannya. Namun jangan salah, sifat fluktuatif bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah dapat memberikan keuntungan yang lebih. Terutama jika usaha dari bank syariah berkembang dengan baik maka jasa bagi hasil yang di dapat pemilik modal pun akan semakin besar. Pada dasarnya jika dikomparasikan dengan bank konvensional, produk tabungan mudhorobah sangat kompetitif.
Tidak semua nasabah yang menabung di bank bertujuan untuk menginvestasikan uangnya. Banyak orang yang menitipkan uannya di bank karena ingin mengamankan saja, tidak bertujuan untuk mendapatkan jasa. Bank syariah memiliki produk berakad wadi’ah yang memfasilitasi keinginan masyarakat tersebut. Wadi’ah merupakan suatu produk yang berasaskan penitipan. Jadi bank memposisikan diri sebagai lembaga yang memberikan fasilitas penitipan uang. Karena berupa titipan saja maka uang tidak akan berkurang, walaupun saldo dalam tabungannya sangat kecil. Memalui produk ini tidak aka nada kasus nasabah yang terkuras habis uangnya karena saldo di tabungannya sangat kecil.
Kedua jenis produk bank syariah tersebut menunjukan bahwa bank syariah merupakan instansi perbankan yang cocok untuk semua kalangan, mulai dari investor dengan dana melimpah maupun masyarakat biasa dengan dana yang sangat terbatas. Bank syariah yang menyediakan produk perbankan yang menekankan pada asas kemaslahatan dipandang sangat cocok dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia, dimana negara ini memiliki kesenjangan ekonomi yang cukup mencolok. Vinod Thomas mengatakan bahwa kesenjangan sosial nampak dari hanya 0,22% orang indonesia yang menguasai 56% aset nasional. 87% yang dikuasai berupa lahan tidur padahal 80% petani tidak memiliki lahan (Kompas, 23 Mei 2013)
Fenomena tersebut menunjukan bahwa ada orang-orang dengan kekayaan melimpah dan terdapat pula masyarakat dengan keterbatasan finansial yang sangat memprihatinkan. Prinsip ekonomi syariah menjebatani hubungan yang baik atas keheterogenan masyarakan di Indonesia. Bank syariah menghindarkan keuntungan sepihak pada suatu golongan. Jangan sampai yang kaya semakin diuntungkan, yang miskin semakin dirugikan.
***Bersama sistem yang bersahabat, wujudkan fasilitas untuk semua Indonesia***




DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2013. Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013

Kholid Syamhudi. Mengenal Konsep Mudharabah diakses dari: http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/mengenal-konsep-mudharabah.html tanggal 9 Februari 2014

Kompas. 2013. ADB: Kesenjangan Ekonomi Makin Melebar. Diakses dari: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/05/23/19053677/twitter.com tanggal 9 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar