Social Icons

Pages

Selasa, 14 Januari 2014

Membangun Pengetahuan: Poros Ilmu



Rene Descartes menemukan bahwa “cogito-ergosum” adalah satu-satunya pikiran jernih atau kepastian pikiran, yaitu bahwa “dia ada dikarenakan dia sedang bertanya”
Berawal dari kutipan yang saya ambil dari tulisan Prof. Marsigit mengenai ungkapan Rene Descrates. Dari kalimat di atas nampak bahwa segala sesuatu atau dalam hal ini adalah ilmu itu diawali dari suatu pertanyaaan. Ilmu adalah suatu produksi dari pikiran-pikiran manusia, dimana awal dari suatu pikiran adalah pertanyaan.
Semua yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah ilmu, dari mulai yang terkecil hingga yang terbesar adalah ilmu. Yang menjadi kunci adalah seberapa jeli kita dapat menggapainya, menemukannya, dan menanyakan apa itu, untuk menjadi hal baru dalam diri kita. Keterbatasan pikiran manusia mengakibatkan terbatasnya pula manusia dalam mengakses ilmu, mengakses semua yang ada di dunia. Padahal jika Alloh memberikan rincian dari semua ilmu maka pasti tidak lebih dari sepucuk kuku saya yang mampu kita tanyakan, apalagi yang kita ketahui, mungkin tidak lebih dari 1% dari sepucuk kuku.
Pengetahuan itu terbentuk dari berbagai ilmu yang terhimpun dalam pikiran. Untuk membangunnya maka manusia harus merujuk pada dasarnya, yaitu suatu pertanyaan. Maka tidak salah ketika ada pribahasa “malu bertanya sesat di jalan” karena sesungguhnya dalam setiap perjalanan seorang manusia harus memiliki bekal pengetahuan.
Sesungguhnya pengetahuan kita itu merupakan suatu gelombang yang tidak akan pernah putus. Satu pengetahuan akan memberikan pengetahuan yang lain, pengetahuan yang lain akan memberikan pengetahuan yang lainnya lagi, begitu seterusnya. Dari pengetahuan kita pasti akan memiliki pengetahuan yang lain karena dalam setiap pengetahuan pasti muncul pertanyaan yang bertautan dengan pengetahuan lain. Pertanyaan tersebut akan mendorong kita untuk mencari sumber informasi lain untuk mendapatkan jawabannya. Begitu terus hingga tanpa batasnya.
Kenapa selalu ada pertanyaan yang muncul dari suatu pengetahuan? Pada dasarnya proses pemikiran itu merupakan rangkaian dari proses abstraksi dan idealisasi. Dalam proses tersebut, manusia menyadari bahwa pikirannya terbatas sehingga mereduksi sumber pengetahuan yang kompleks menjadi berbagai part itu yang akan dipikirkan. Misalnya pikiran tentang “kubus” maka hanya dipikirkan tentang bentuk dan ukurannya saja. Segala macam sifat yang ada dan yang mungkin ada misalnya, harganya, bahannya, baunya, warnanya, dan lain-lain semuanya dimasukkan di dalam “epoche”, artinya tidak diperhatikan. Lalu setelah paham mengenai pegetahuan sederhananya, manusia dapat mengambil satu aspek yang masuk dalam “epoche” yang memberikan komplesitas baru sehingga meberikan masalah baru yang selanjutnya akan menjadi pengetahuan baru. Setalah paham maka manusia dapat mengambil part lain yang ada di “epoche” dan begitu seterusnya pengetahuan berkembang tanpa batas. Oleh karena itu sebagai manusia bijaknya selalu belajar memalui berbagai pertanyaan yang kemudia dilanjutkan dengan mencari sumber belajar yang baik.
Pada hakekatnya semua pengetahuan itu baik, tinggal si pemilik pengetahuan saja yang menentukan sifat pengetahuaanya. Apakah pengetahuan membuat bom itu jelek? Apakah pengetahuan untuk mencuri itu jelek? Tergantung individu pemilik pengetahuan. Sehingga sebagau individu kita harus bijak dalam memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan harus digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas yang memberikan dampak positif. Pengetahuan untuk membuat bom digunakan untuk lebih berhati-hati, jika terdapat bom maka dapat mengantisispasinya dengan lebih sigap dan baik. Pengetahuan untuk mencuri dapat digunakan untuk lebih berhati-hati dalam menjaga rumah, memasang berbagai pengaman di rumah dan dapat mengingatkan tetangga jika ada indikasi mencurigakan di lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar