Social Icons

Pages

Selasa, 12 April 2011

Kuliah Dr. Marsigit (Filsafat Pendidikan Matematika)


Berawal dari titik, Menembus Ruang dan Waktu, Menuju Seluruh Dunia
Oleh: Janu Arlinwibowo

Manusia melihat sesuatu yang sangat luas dengan sebuah abstraksi. Dalam hal ini kita contohkan ketika kita melihat bumi, benda yang sangat luas dengan penguninya yang sangat banyak dan melimpah. Kenapa disebut abstraksi? Karena proses pengelihatan kita tidak bisa lepas (terikat) dengan ruang dan waktu.

Ilustrasinya adalah ketika kita melihat sebuah titik, dalam hal ini titik menjelma sebagai suatu objek dalam pikiran kita. Sebuah objek pikiran dapat dikembangkan dengan pemberian suatu kesadaran. Sebuah titik dengan kesadaran akan membentuk segala sesuatu dengan kata lain titik tersebut dapat mewakili segala sesuatu. Misal kita adalah makhluk yang dapat melihat bumi dari kejauhan dan kita memikirkan suatu titik yang ada di bumi, maka titik tersebut dapat digambarkan sebagai manusia, pohon, gunung, rumah, danau, dan segalanya. Dimisalkan lagi kita dapat melihat galaksi dari kejauhan dan kita memikirkan suatu titik yang berada dalam galaksi, maka titik tersebut dapat berupa bulan, bumi, mars, yupiter, pluto, bintang,matahari dan segalanya.
Jika kita akan mengembangkantitik dengan suatu abstraksi lebih lanjut maka suatu titik dapat ditarik menjadi garis. Dalam abstraksi, titik menjadi suatu potensi dan garis menjadi suatu fakta. Melalui pola pikir ini, titik dapat diubah menjadi segala macam bentuk yang diinginkan. 


Abstraksi akan lebih rumit ketika kita bertujuan untuk memahami dunia. Apa yang dimaksut sebagai dunia, arah definisinya, dan sifat-sifatnya butuh pengungkapan secara tepat dan gamblang. Dalam proses ini titik akan dekemas dalam bentuk spriral dimana titik disitu berkedudukan sebagai dunia. Untuk menerjemahkan dunia maka kita butuh adanya analogi, misal adanya analogi bahwa matahari adalah pusat revolusi.
Dari kerumitan yang terpaparpu kita belum dapat mengetahui dunia secara seutuhnya, kita hanya dapat berfantasi dengan separuhnya saja. Karena semua yang ada dalam pikiran kita hanya setengahnya saja, setengah yang lain adalah pengalaman
Mengkaji mengenai perilaku “ngumumi”
Berkembangnya konsep kehidupan, anggapan bahwa setiap yang tidak lazim itu adalah sesuatu yang “tidak normal” dalam konotasi negatif. Yang sangat dekat dengan kita, budaya jawa, dimana dalam budaya ini menganut kepentingan umum sebagai perilaku masal. Tidak dilazimkan idealisme yang menyimpang dari perilaku turun-temurun. Misal, kekafahan Islam, banyak sekali kajian mengenai keabsahan kenduri, sesajen, dan budaya lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Islam di Jawa. Fenomena terjadi ketika banyak orang yang berpedoman bahwa tradisi tersebut akan mengganggu kekafahan mereka dalam menganut keyakinan, akan tetapi kebanyakan akhirnya juga tetap menyelenggarakan karena mayoritas masyarakat juga menyelenggarakan. Mengikuti kebanyakan orang atau dikenal dengan kata “ngumumi” menjadi solusi jitu untuk mendapatkan ketentraman dan kenyamanan.


Untuk beberapa kalangan yang menerjang perilaku hidup masyarakat sekitar, hingga dianggap menyimpang (tidak umum) makan akan diberikan tindakan sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Dengan arti lain, kalangan tersebut harus diruat agar kembali menjadi individu yang “umum” atau tidak keluar dari orbit kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu untuk menghidari segala konflik masyarakat, biasanya individu mengikuti bagaimana umumnya di masyarakat, seperti pada gambar 3 yang menggambarkan kurva normal, maka masyarakat akan memilih posisi x=0 untuk memperoleh keamanan dan kenyamanan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar