Ujian
Nasional (UN) merupakan fenomena tahunan yang selalu hangat untuk
diperbincangkan. Terdapat fenomena yang cukup menyita perhatian pada
penyelenggaraan UN tahun 2017 yaitu Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Sebenarnya UNBK telah dilaksanakan sejak tahun 2015, namun pada tahun ini
menjadi lebih heboh karena dilaksanakan oleh mayoritas sekolah di Indonesia. Menurut
Kemdikbud telah terjadi peningkatan jumlah penyelenggara yaitu tahun 2015, UNBK
diikuti 554 sekolah di 24 provinsi, tahun 2016 diikuti oleh 4.382 sekolah,
sedangkan tahun 2017 diikuti oleh 30.813 sekolah terdiri dari SMP/MTs, SMA/MA,
dan SMK.
Respons Masyarakat
Banyaknya
sekolah yang menyelenggarakan UNBK memunculkan suara riuh dari masyarakat. Pihak
terkait merasa gugup dan khawatir dengan sistem berbasis komputer. Fakta
menunjukan bahwa masih banyak siswa yang belum terbiasa mengoperasikan
komputer. Kasus tersebut biasa terjadi di lokasi yang relatif jauh dari kota.
Untuk
menanggulagi masalah kefasihan dalam mengoperasikan komputer, pemerintah
menyelenggarakan uji coba secara nasional. Uji coba I UNBK tahun ajaran
2016/2017 dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 dan uji coba II dilaksanakan
pada bulan Februari 2017. Uji coba diselenggarakan dengan seting sama seperti
ujian nasional sehingga diharapkan siswa telah memiliki gambaran. Dalam uji
coba juga ditemukan berbagai kasus yang dijadikan dasar sekolah dalam
melaksanakan penyempurnaan sehingga UNBK berlangsung tanpa kendala.
Alasan UNBK
Penyelenggaraan
UNBK bukan tanpa alasan, menurut Nizam selaku Kepala Puspendik, UNBK diselenggarakan
untuk merespon masalah keterlambatan kedatangan soal. Pada UNBK alur distribusi
diubah menjadi online sehingga waktu
pengiriman lebih singkat dan terkontrol. Alasan selanjutnya adalah proses
pengumpulan dan pengiriman naskah ujian menjadi lebih cepat, begitu pula proses
koreksi sehingga hasil ujian dapat diketahui lebih cepat. Terdapat pemangkasan signifikan
pada alur distribusi soal, penyerahan jawaban, dan koreksi soal. Efektifitas
alur memberikan penghematan secara waktu, ekonomi, dan tenaga.
UNBK dan Revolusi Mental
Alasan efisiensi
alur bukan hal paling pokok yang melandasi diselenggarakannya UNBK. Alasan
utama adalah proses membuat siswa memiliki sikap yang lebih baik dalam
melaksanakan ujian. Suatu kebijakan yang diambil memang seharusnya baik untuk
jangka pendek yaitu menyangkut penghematan anggaran, dan jangka panjang yaitu
membentuk karakter siswa. Kepala Balitbang Kemdikbud, Totok Payitno
menyampaikan bahwa UNBK efektif menghentikan praktik ketidakjujuran. Temuan
menarik pada www.bappenas.go.id menunjukan bahwa tingkat kecurangan siswa peserta
UNBK adalah nol, sedangkan untuk Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP)
masih ada kecurangan.
Kejujuran dalam UN, diakui maupun tidak merupakan barang langka di era
kekinian. Anis Baswedan mengatakan tahun 2015 dan
2016 pada jenjang SMA, Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) masih berkutat
sekitar angka 60%. Berbagai program telah digulirkan untuk memberantas tindak
kecurangan termasuk pengondisian yang memaksa siswa untuk tidak berbuat curang
melalui pembuatan paket soal bervariasi, mulai dari 2 paket, 4 paket, hingga 20
paket, namun masih saja ditemukan kecurangan.
UNBK
dinilai mampu menutup lebih rapat celah tindak kecurangan. Alasan anggapan
tersebut cukup logis karena kasus menyontek dapat ditanggulangi dengan sistem
acak soal yang lebih baik, dengan berbasis komputer maka soal dapat diacak
dengan variasi lebih banyak sehingga antar siswa tidak saling tahu kode soalnya
masing-masing. Selain itu potensi kebocoran soal dapat diminimalkan karena sistem
bank soal yang dimiliki oleh negara tentunya memiliki sistem keamanan yang terkontrol.
Keuntungan lain adalah jika ada pelaku kecurangan berupa kebocoran soal,
identifikasi relatif lebih mudah karena distribusi dan pengelolaan naskah
dikontrol oleh sedikit orang dengan rute pendek.
Terdapat pergeseran
penekanan pada ujian nasional, bukan semata-mata hasil namun lebih fokus pada
proses. Slogan “prestasi penting, jujur utama” pun terus dibiralkan oleh
pemerintah. Beberapa tahun terakhir, apresiasi tidak lagi fokus pada nominal
hasil UN tapi lebih pada indeks integritas yang menunjukan sikap proses UN.
Penting Revolusi Mental Melalui UN
UN
merupakan penutup proses pembelajaran dalam satu jenjang. Ending pasti menjadi hal yang krusial karena selalu diingat. Familiar
bagi semua orang bahwa dalam suatu cerita ada istilah happy ending atau sad ending.
Demikianlah gambaran bahwa masyarakat kita, bahkan seluruh dunia memposisikan
akhir cerita sebagai momen tak terlupakan.
Sangat
buruk jika terkenang bumbu kecurangan pada akhir suatu jenjang pendidikan.
Sebaliknya membekas sangat indah proses perjuangan untuk mengibarkan bendera
kesuksesan berlatar kejujuran. Dan akan sangat jelas imbasnya, kejujuran di
akhir proses selalu akan menjaga kita dari proses kecurangan pada fase
berikutnya. Pemuda jujur yang akan
membuat Indonesia hebat.
Dimuat pada harian bhirawa cetak tanggal 23 Maret 2017 [klik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar