Social Icons

Pages

Kamis, 15 November 2012

EKSPANSI FUNGSI KELUARGA BERENCANA: SOLUSI CETHAR MEMUTUS REGENERASI KORUPTOR YANG MEMBAHANA


Korupsi di Indonesia sudah masuk dalam kategori cethar membahana badai

Cethar membahana badai adalah kalimat diva pop syahrini yang menyatakan sebuah sesuatu luar biasa tiada tandinganya. Kalimat nyentrik ini penulis sadur untuk mengungkapkan betapa parahnya korupsi di negara ini. Bahkan jika dianalogikan dalam stadium penyakit, mungkin sudah masuk kedalam stadium empat. Untuk mengetahui kronisnya kondisi bangsa, mari kita lihat rapor bangsa. Menurut Adnan Topan Husodo dalam Assriana Issa Sofia, dkk. (2011: 41), hasil survei Transparency Internasional memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei.
Prestasi buruk tentang korupsi sudah menjadi rahasia umum. Bukan tanpa upaya, pemberantasan korupsi terus dielu-elukan dari waktu ke waktu. Dari mulai orde lama dengan Operasi Budhi, Orde baru dengan Tim Pemberantasa Korupsi (TPK), hingga saat ini di era reformasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun melihat realita saat ini, timbul public judgement bahwa korupsi merupakan manifestasi budaya bangsa. Banyak usaha yang dilakukan untuk memberantas korupsi, akan tetapi hasilnya masih tetap belum sesuai dengan harapan masyarakat.
Memang, predikat stadium empat dalam bidang kesehatan berarti harapan sembuh sedikit, bahkan dalam beberapa kasus kematian sudah dapat dijadwalkan. Namun dengan usaha total dari tim dokter, tidak jarang pula keajaiban bisa terjadi. Oleh karena itu mari kita optimis bahwa masih ada keajaiban yang dapat memulihkan negara ini. Mari dekatkan bangsa ini dengan keajaiban melalui usaha keras dan jeli mengambil langkah solutif.
Menelusur Calon Koruptor
Memperhatikan carut marutnya, bangsa ini dihuni oleh dua kubu masyarakat, koruptor dan calon koruptor. Untuk mengatasi masalah korupsi adalah dengan merehabilitasi koruptor. Akan tetapi cara ini sangat sulit karena naluri korupsi sudah melekat dalam karakter. Contoh nyata adalah terpidana korupsi yang sudah jelas dalam proses hukuman pun masih melakukan perbuatan buruk dengan bersenang-senang diluar tahanan ataupun menikmati fasilitas mewah di dalam tahanan. Jelas hukuman tidak memberikan rehabilitasi pada mereka. Penggodogkan formula untuk membuat jera pun saat ini sedang terus dibincangkan, walaupun mayoritas kalangan dalam keadaan pesimis.
Tanpa bermaksud mengabaikan rehabilitasi koruptor, mari kita celah lain yang strategis untuk memutus generasi kelam. Kubu kedua yaitu calon koruptor. Dalam keadaan sistem seperti saat ini semua individu dengan podasi apapun menyandang gelar calon koruptor. Akan tetapi, sebelum naik pangkat menjadi koruptor, kubu ini dapat dibentengi agar tidak mengikuti generasi atasnya yang terlanjur.
Dahulu kala, mereka yang sekarang adalah koruptor adalah individu lugu yang tidak sadar telah menjadi calon koruptor. Kesempatanlah yang membuat mereka naik pangkat menjadi koruptor. Kenapa mereka dapat naik pangkat dengan mudah? Karena sikap matrealistis itulah jawab singkatnya. Tidak mampu menahan iming-iming harta dan langkah praktis untuk memperoleh kekuasaan membuat mereka lupa diri. Sikap tamak yang tidak terkontrol mengalahkan secuil bekal iman yang diperoleh di saat masa lalu. Oleh karena itu, asupan iman yang tak terhingga harus disuntikan ke calon koruptor sejak dini.
Masalah muncul ketika bagaimana proses penyuntikan? Ya, saat ini mulai dikembangkan pendidikan anti korupsi di sekolah. Namum pertanyaanya, bagaimana pola pendidikan sebelum anak sekolah dan sepulang sekolah bagaimana saat dia dirumah? Orangtau berkewajiban menjadi seorang guru ketika anak berada diluar sekolah.
Orangtua = Guru = Butuh Kompetensi
Apakah orangtua paham bagaimana membuat anaknya tumbuh menjadi individu baik dan mengundurkan dari persaingan calon koruptor? Inilah masalah sesungguhnya, dimana orangtua tidak memahami benar pendidikan anti korupsi. Perilaku, informasi dan ajaran orangtua pada anak tidak disortir. Semua yang menurut orangtua baik dimasukkan dalam logika anak tanpa memperhatikan masukan tersebut memiliki residu negatif yang mengendap di pikiran anak.
Seharusnya orangtua harus mampu menyortir informasi yang akan disampaikan membangun. Cerita yang dapat membuat anak memiliki motivasi berkembang dan semangat. Bahkan akan sangat luar biasa jika orangtua dapat membuat cerita sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Dapat diberikan doktrin-doktrin kebaikan yang kedepanya dapat menjadi landasan hidup dan acuan dalam melangkah.
Sayangnya sangat sedikit orangtua yang memiliki kompetensi mumpuni untuk mendidik anak. Selama ini pertumbuhan badan menjadi fokus dari orang tau. Untuk pembentukan karakter, perhatian orangtua masih sangat kurang. Sebagai seorang guru, orangtua seharusnya memiliki standart kompetensi yang jelas. Dengan adanya standart kompetensi orang tua maka kualitas pendewasaan anak dapat dipertanggungjawabkan.
Seharusnya ada kompetensi khusus yang disiapkan pranikah berkaitan sengan pola asuh atau dapat juga dibekalkan. Saat ini, untuk pranikah pembekalan masih sangat minim. Seharusnya pemerintah merumuskan dengan jelas kompetensi apa saja yang harus dikuasai calon mempelai. Gambaran untuk dan penyikapan terhadap suatu masalah dengan benar harus dibekalkan.
Pemerintah seolah hanya mendata, lalu melepas pasangan suami istri. Fasilitas pasca menikah pun jarang ditemui, jika ada masyarakat masih belum familiar. Dalam masalah anak, pembekalan oleh dokter hanya mengenai perawatan kesehatan fisik saja, tanpa masuk ke ranah perkembangan mental dan karakter anak. Hal ini membuat orangtua mendidik anak semampunya dan setaunya. Dampaknya jelas, tidak ada standar kualitas pendidikan anak. Salah-salah anak dapat tumbuh menjadi pribadi kurang baik yang kelak akan merugikan banyak pihak.
Ekspansi Fungsi KB: Langkah Membangun Kualitas Anak
Bisakah pemerintah menyelenggarakan program yang memberikan fasilitas berkaitan dengan strategi orangtua dalam mendidik anak? Jawabnya adalah sangat bisa. Fasilitas konsultasi dan penambahan wawasan pola didik anak dapat dimasukan dalam program Keluarga Berencana (KB). Saat ini terdapat program KB hanya berfungsi untuk mengontrol populasi penduduk.  
Hanya berfungsi sebagai kontrol kuantitas jumlah anak nampaknya belum cukup mewakili arti dari nama KB. Ditinjau dari namanya “Keluarga Berencana”, jika diartikan meluas dapat memiliki arti suatu perencanaan yang dibangun dalam keluarga sehingga terbentuk keluarga sehat dan berkualitas. Dengan demikian pemasukan fasilitas konsultasi dan penambahan wawasan pola didik anak tidak bertentangan. Dengan dihuni keluarga sehat dan berkualitas maka akan terbentuk suatu negara yang sehat dan berkualitas pula. Bibit-bibit baru akan terdidik dan memiliki karakter kuat sehingga musnahlah predikat calon koruptor.
Keuntungannya memasukan fasilitas konsultasi dan penambahan wawasan pola didik anak dimasukan dalam program KB adalah kepercayaan masyarakat akan lebih mudah didapat. Interaksi program juga akan lebih cepat merasuk dalam komponen masyarakat.
Saat ini, KB sudah memiliki konotasi yang baik di kalangan masyarakat. Ikut keluarga berencana tidak berarti memiliki masalah, akan tetapi kondisi biasa yang diarahkan menjadi sesuatu luar biasa. Karena kita ketahui masyarakat kita memiliki budaya malu yang tinggi, sering menganggap kekurangan sebagai aib. Misal jika anak nakal, malu untuk berkonsultasi ke ahli anak ataupun psikolog karena dianggap suatu aib. Akan tetapi penyatuan dengan keluarga berencana yang memiliki konotasi baik akan menghilangkan rasa malu masyarakat. Dengan demikian maka diharap semua orangtua akan memiliki kompetensi cukup untuk membangun budaya baik dalam keluarga. Dengan demikian pertumbuhan anak dapat mengarah ke insan berkarakter kuat anti kejahatan (korupsi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar