TRANSFORMASI MENUJU BUDAYA
“KEARSIPAN TERSTRUKTUR”
(Buku Harian Sebagai Media Jitu Penanaman Pola Pikir Kronologis)
Oleh: Janu Arlinwibowo
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.500 pulau dengan luas wilayah sebesar 8 juta kilometer persegi. Wilayah kepulauan Indonesia terdiri dari 1,9 juta kilometer persegi daratan dan 5,8 juta kilometer persegi lautan. Kondisi tersebut membuahkan keaneka ragaman ras dan budaya masyarakat. Keadaan tersebut dikuatkan dengan garis katulistiwa yang melintas tepat di wilayah Indonesia. Lintasan garis kaltulistiwa membuat gugusan pulau-pulau di Indonesia memilki beragam kekayaan alam yang melimpah ruah, baik kekayaan alam di laut, di darat maupun yang terkandung di dalam tanah Indonesia.
“Metode Titen” Mengalir Melalui “Getok Tular”, Budaya Masyarakat Indonesia
Keragaman budaya, menjadi sebuah cerminan kreativitas masyarakat Indonesia dalam menanggapi suatu fenomena alam. Keragaman telah diarsipkan secara tradisional, melalui proses alamiah oleh nenek moyang, mulai dari cara mengobati sakit, upacara adat, arsitektur rumah, dan segala perihal kehidupan.
Diantara permasalah diatas, pengobatan merupakan masalah yang paling familiar, bahkan hingga saat ini metode pengobatan tradisional masih popular di kalangan masyarakat. Contohnya, daun jambu biji sebagai obat diare. Jauh sebelum dilakukan penelitian secara ilmiah bahwa jambu biji dapat mengobati diare, masyarakat Indonesia sudah memanfaatkannya. Contoh lain, kulit jeruk sebagai pembunuh lumut sawah. Jauh sebelum diteliti bahwa kulit jeruk mengandung minyak atsiri dapat membunuh lumut, masyarakat jaman dulu sudah menggunakannya sebagai herbisida.
Segala pemecahan masalah diatas ditemukan dari proses panjang. Melalui uji coba-uji coba sederhana maka masyarakat jaman dulu menemukan solusi dari masalah yang mereka hadapi. Dalam proses tersebut, masyarakat menggunakan metode titen dalam mengarsipkan data perjalanannya menuju pemecahan masalah. Metode tersebut kemudian dilanjutkan dengan sistem getok tular sehingga dapat mencakup masyarakat yang lebih luas.
Penyelesaian masalah berpusat pada satu orang yang kemuadian digetoktularkan. Permasalahan terdapat pada proses penemuan pemecahan masalah yang hanya diarsipkan dalam otak melalui metode titen oleh masyarakat. Akibatnya adalah pengguna jasa pemikirannya hanya mengetahui suatu bahan beserta khasiatnya, tanpa tahu seluk beluk proses secara mendasar.
Metode kearsipan tersebut memberikan ancaman serius pada produk dari hasil pemikiran. Kasus nyata yang mencabik masyarakat Indonesia adalah perdebatan alot kepemilikan batik. Walaupun pada akhirnya Indonesia tercatat sebagai pemilik batik, namun proses menuju pengakuan tersebut tidak mudah. Kearsipan perihal batik yang hanya dilakukan melalui titen dan getok tular membuat sempat ada keraguan bahwa batik berasal dari Indonesia dan “Negara Tetangga” menyadari hal tersebut.
Kasus lain berasal dari tempe. Makanan khas Indonesia yang berasal dari fermentasi kedelai ini menjadi kekayaan rampasan Jepang. Kasus juga sama, segala kejeniusan pola pikir nenek moyang yang hanya diwariskan melalui getok tular saja dan segala pengembangannya dengan titen individu. Hal tersebut membuat Jepang leluasa mengungkapkan argumen yang mendukung kepemilikan tempe atas nama bangsannya.
Vitalitas Arsip Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara
Arsip pada dasarnya merupakan suatu penyimpanan data. Selama ini masyarakat Indonesia mengarsipkan data hanya pada otaknya saja. Dampaknya adalah banyak sekali kesimpangsiuran sejarah yang berkaitan dengan perjuangan ataupun wilayah.
Tidak semua ingatan publik bisa menjadi kajian faktual yang dapat menjelma menjadi sebuah kajian tentang pengungkapan fakta masa lalu. Tidak adanya bukti otentik membuat pengingkaran tentang apa yang terjadi di masa lalu, sehingga yang muncul adalah reinterpretasi yang mengacu kepentingan pribadi pribadi atau kelompok. Banyak peristiwa yang menyangkut kepentingan orang banyak tidak bisa diangkat dalam isu publik, representasi masa lalu yang gagal itu dapat dihindari dengan penterjemahan dokumen otentik yang ada.
Banyak kasus menggelitik Indonesia untuk mereformasi sistem kearsipannya. Contoh kasus blok sipadan dan ligitan menjadi saksi lemahnya kearsipan Indonesia. Dalam perundingan Indonesia sangat sulit meyakinkan dunia bahwa blok kaya sumber daya alam tersebut adalah bagian dari wilayahnya. Bangsa ini sadar benar jika dilengkapi dengan data-data kepemilikan Blok Ambalat, tentu bangsa ini dengan mudah akan melakukan pembelaan tantang kepemilikan Blok Ambalat. Oleh karena itu bangsa Indonesia harus benar-benar memperhatikan dan menata kembali bukti-bukti otentik tentang cakupan luas wilayah dan batas-batas wilayah dengan negara tetangga. Bukti yang diperlukan bisa dalam bentuk bukti perjanjian-perjanjian kewilayahan dengan negara tetangga, arsip peta, arsip photo dan bentuk dokumen-dokumen lainnya.
Beralih dari terjangan kasus, disadari benar bahwa arsip memiliki peran vital dalam proses bernegara. Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan, kearsipan memiliki peranan penting, karena arsip muncul sebelum sebuah pekerjaan dilakukan sebagai sebuah pendahuluan, muncul saat pekerjan dijalankan dan pada selesai pekerjaan, arsip juga muncul saebagai bukti pertanggung jawaban sebuah pekerjaan. Demikian juga dengan pengelolaan negara. Jika dari dahulu kala proses ini dijalankan dengan benar maka akan bisa dilihat secara runtut jalannya pemerintahan. Dengan mengetahui proses pengambilan keputusan secara runtut, maka dapat diketaui apa yang salah dan apa yang benar dalam pelaksanaan sebuah kebijakan.
Indonesia Mulai Berbenah
Jalan satu-satunya untuk mengantisipasi masalah kesatuan dan kepemilikan kebudayaan dari ancaman luar adalah pembenahan sistem kearsipan. Keterlambatan kita harus segera dilapisi dengan identifikasi secara detail melalui banyak penelitian. Mengilmiahkan segala kekayaan menjadi senjata ampun yang dapat menjadi bukti konkrit untuk mendapatkan pengakuan internasional.
Kebanggaan muncul dengan keseriusan pemerintah dalam usaha membenahi sistem kearsipannya. Pelatian dan workshop mengenai kearsipan pun gencar dilakukan untuk membuka wawasan lembaga dan masyarakat mengenai fungsi dan peran arsip. Pemantauan mengenai kearsipan lembaga pun mulai sangat diperhatikan, bahkan pengelolaan arsip menjadi salah satu agenda utama.
Keseriusan pemerintah dalam mengedepankan sistem kearsipan langsung diserukan oleh bapak Presiden melalui Andi A Mallarangeng, selaku juru bicara,dalam http://www.setneg.go.id/ “Presiden SBY sangat memberikan perhatian tentang kearsipan ini. Menata dan mengelola negara dengan baik juga termasuk dalam menata kearsipan, menata dan menyimpannya dengan baik sehingga menjadi pembelajaran ke depan serta menjadi landasan untuk membangun peradaban bagi generasi bangsa ke depan.”
Bukan Hanya Diarsipkan, Orbitkan Berita Siapa Kita
Kebanggaan lain muncul dari kepedulian lembaga pers dalam mempublikasikan sejarah dan kekayaan Indonesia. Beberapa stasiun televisi secara rutin menyiarkan napak tilas perjuangan bangsa dalam meraih ataupun mempertahankan kemerdekaan. Program menguak kekayaan bangsa melalui kunjungan ke setiap tempat di wilayah nusantara dan diekspos secara detail. Program tersebut sangat bagus karena merupakan langkah keberlanjutan dari keberadaan suatu arsip.
Data kekayaan alam nusantara beserta isinya bukan hanya diarsipkan untuk disimpan melainkan dikelola agar memberikan suatu manfaat. Membuka wawasan pada mayarakat mengenai kekayaannya sendiri dan publikasi kepemilikan kekayaan kepada internasional menjadi sasaran tembak utama dari program tersebut.
Beberapa saat lalu muncul film dengan tema perjuangan yang menyedot banyak perhatian masyarakat. Film “Merah Putih” dan “Darah Garuda” menjadi salah satu pilihan utama pengunjung bioskop. Film tersebut mengisahkan perjuangan Indonesia dalam melawan penjajah Belanda. Nuansa dalam bioskop sangat mencekam dan sesekali penonton gigit jari menunjukan raut wajah emosi terbawa alur film. Daya tarik Darah Garuda tercatat sangat tinggi. http://celebrity.okezone.com/ menyebutkan bahwa 700 ribu pasang mata menyaksikan film bertajuk perjuangan ini di pekan pertama.
Film lain yang membuat masyrakat berebut untuk melihatnya adalah “Sang Pencerah”. Film yang mengisahkan sosok Ahmad Dahlan dalam perjalanan hidupnya. Walaupun film dokumenter tersebut tidak sama persis dengan asli, namun minimal masyarakat sudah dapat mengungkap pesan moral tokoh melalui film. Kisah-kisah pendahulu dengan segala keteladananya tentu mampu meningkatkan kebanggaan dalam berbangsa dan bernegara.
Strategi mempublikasikan arsip Negara melalui film sudah dibuktikan oleh beberapa Negara tetangga. Cina menjadi salah satu yang sukses dengan strategi ini. Kisah kehidupan shaolin, grand master yip man sebagai ahli wing chun, kisah kehidupan di beberapa dinasti, dan masih banyak lagi film yang telah mengorbit dan dinikmati oleh seluruh masyarakat Internasional. Dampaknya luar biasa, pengakuan tidak hanya dari lembaga melainkan setiap individu memiliki pengakuan masing-masing terhadap kekayaan Cina.
Mencetak Masyarakat “Kronologis” Yang Menghargai Masa Lalu Melalui Buku Harian
Beralih dari pembenahan sistem pegelolaan arsip, terdapat satu masalah mendasar , yaitu membentuk budaya kearsipan pada masyarakat. Dalam proses pembudayaan, kebiasaan pengarsipan data secara terstruktur harus ditanamkan sedini mungkin. Penanaman kebiasaan dilakukan sedini mungkin karena pada usia dini anak ibarat kertas putih yang masih leluasa untuk diberi goresan. Hasil penelitian Rohner (Megawangi, 2003) menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya (karakter atau kecerdasan emosinya).
Menurut Nia Hidayati dalam http://niahidayati.net/ menulis buku harian akan terlatih untuk menulis dan berpikir secara kronologis sehingga dalam menyikapi suatu kejadian individu tersebut dapat mengoptimalkan pengalaman yang telah dia lewati. Terlatihnya seseorang untuk berpikir kronologis akan membuat individu tersebut mampu mengelola masa lalunya secara baik, masa lalu yang tersimpan di ingatan ataupun berupa data. Kebiasaan tersebut akan membawa kedalam nuansa ”kerapian” dalam bekerja. Individu akan menghargai data-data yang dia dapat dan akan mengondisikan data tersebut mudah dicari sehingga jika diperlukan, data akan siap untuk dipergunakan.
Dalam penanaman suatu, orang tua dan guru mempunyai peran besar dalam membentuk karakter anak. Namun, ironisnya kebiasaan menulisan buku harian saat ini masih sangat jarang ditanamkan oleh orang tua ataupun guru kepada anak. Padahal jika ditinjau manfaatnya, kebiasaan menulis buku harian akan membawa manfaat yang sangat baik. Keterbatasan ingatan manusia merupakan salah satu hal pokok yang melandasi pentingnya buku harian. Manusia memiliki keterbatasan dalam mengingat pengalaman hidupnya sebagai sarana berbenah agar tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
Memang pada dasarnya arsip dibuat tidak sengaja ditujukan sebagai sumber sejarah pada generasi setelahnya ataupun alat bantu peristiwa selanjutnya, namun arsip merupakan implikasi dari jalannya suatu proses kehidupan. Dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara arsip menjadi semakin penting karena arsip sangat terkait dengan perjalanan sejarah bangsa yang akan di pahami oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, jika bangsa ini dihuni oleh masyarakat dengan budaya “kearsipan terstruktur” maka kejelasan terhadap konflik akan dapat diselesaikan dengan lebih mudah melalui pola pikir kronologis yang matang dengan dukungan data otentik yang tertata rapi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Presiden SBY Peduli Kearsipan Nasional. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2010 pada:
Anonim. Masih Banyak Instansi yang Belum Tahu Peranan Arsip. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2010 pada:
Hidayati, Nia. 2009. Diary, Menelusuri Lorong Sunyi Sebuah Hati. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2010 pada:
Muharrami, Novi. 2010. Film 'Darah Garuda' Raih 700 Ribu Penonton. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2010 pada:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar