Bank
syari’ah merupakan suatu instansi keuangan yang terkenal dengan sistem bagi
hasilnya. Bank syari’ah dalam pengoperasiannya selalu berlandaskan pada Al
Quran dan Al Hadist. Bank syari’ah juga sering disebut sebagai bank Islam karena segala
kegiatan yang dijalankan selalu berlandaskan pada agama Islam. Sesuai dengan
prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank
syari’ah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas
dasar kesetaraan dan keadilan.
Disadari
atau tidak, kita kini hidup dan menikmati sistem kapitalisme global. Sistem
kapitalisme global ditopang oleh tangan-tangan perusahaan multinasional, dengan
alokasi sumber daya yang didasarkan atas mekanisme pasar, diakuinya hak-hak
milik individu. Boleh dikata, jaringan perbankan global merupakan jantungnya.
Dalam sistem semacam ini, bunga ibarat darahnya perekonomian. Sayangnya sistem
kapitalisme berbasis bunga ini ternyata rentan terhadap krisis. Krisis ekonomi
yang melanda Indonesia, dan negara Asia lainnya, telah memporak-porandakan
sistem perbankan dan seluruh sendi-sendi perekonomian. Industri perbankan yang
tengah dilanda krisis agaknya membutuhkan “obat” yang nonkonvensional dan tidak
sekedar menelan “obat generik” yang dianjurkan IMF. (Drs.
Muhammad, M.Ag.)
Uraian di atas menerangkan bahwa sistem perbankan yang
diterapkan oleh bank konvensional akan menjadi boomerang. Apabila tetap
didiamkan, maka bukan tidak mungkin sistem tersebut akan semakin mendekatkan
bangsa kita kepada kehancuran.
Di dalam struktur organisasi suatu bank syari’ah diharuskan adanya Dewan
Pengawas Syari’ah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar
selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. DPS ini dibawahi oleh Dewan
Syari’ah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing
lembaga keuangan syari’ah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang
bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga
yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk
memberikan sangsi. Adanya DSN menjadi kemantapan tersendiri bagi masyarakat.
Kemantapan yang dikarenakan eksistensi badan organisasi yang mengawasi dan
bertanggung jawab apabila terjadi penyelewengan.
Bunga, Tak Seindah Namanya
Pada
suatu hari penulis melihat tayangan televisi. Ketika itu penulis melihat film
yang berlatarkan kenidahan gunung salju. Film itu berjudul legend of the
condor heroes. Film itu menceritakan seorang pendekar yang sedang berkelana
bersama burung besar. Ketika itu sang pendekar bertemu dengan musuh. Dengan
kecerdikannya sang pendekar yang berada di atas gunung salju menggulingkan
salju seukuran bola sepak kearah bawah tepat pada posisi musuh. Tanpa disadari
oleh musuh bola salju itu berubah menjadi besar dan menimpanya.
Uraian
cerita diatas mengandung hikmah bahwa bola salju yang berwarna putih bersih
sebesar bola sepak berubah menjadi berkali-kali lebih besar. Hal itu
mengingatkan penulis kepada sistem riba yang digunakan oleh bank konvensional.
Riba berarti bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu
dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa
bermakna: ziyadah (tambahan). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba,
namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam
secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Ketidak
adilan yang ditimbulkan oleh riba tersebut dengan tegas ditampik oleh hukum
Islam. Dimana riba yang diharamkan dan sistem yang dihalalkan tertera jelas.
Seperti pada firman Alloh pada surat Al-Baqarah ayat 278 yang berbunyi sebagai
berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman.”
Sistem riba yang diterapkan oleh bank konvensional tersebut menjadi momok
tersendiri bagi nasabah. Mimpi buruk menjadikan kebingungan pada setiap orang
untuk mengambil sikap. Hal tersebut berimbas pada keragu-raguan untuk
berkembang dengan bantuan dana dari bank. Keberadaan riba menjadi kendala yang
serius kerena dengan diberlakukannya sistem riba nasabah akan dibebankan pada
bunga. Hal tersebut akan mematikan semangat masyarakat untuk melakukan sebuah
perkembangan.
Bagi hasil
Bagi hasil merupakan sistem
yang diterapkan oleh bank syari’ah. Sistem bagi hasil merupakan sistem yang
secara nyata mengutamakan keadilan. Sistem bagi hasil menentukan besarnya
resiko bagi hasil pada waktu akad dengan pedoman pada kemungkinan untung dan
rugi. Begitu pula pada rasio (nisbah) berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
Sistem bagi hasil sangat istimewa apalagi dengan sistem ini bagi hasil
tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika tidak mendapat
keuntungan bagi hasil akan tiada atau bahkan ketika proyek mengalami kerugian
akan ditanggung bersama oleh kedua pihak. Sistem bagi hasil merupakan sistem
yang paling relevan di terapkan karena dengan sistem ini akan memacu semangat
masyarakat untuk berkembang.
Sistem bagi
hasil yang telah diuraikan di atas memperlihatkan begitu bertolak
belakangnya sistem ini dengan sistem bunga yang selalu memberatkan setiap
nasabahnya. Sistem ini begitu fleksibel dan memberi kesempatan kepada semua
kalangan untuk berinvestasi. Hal tersebut akan menguatkan obsesi seseorang
untuk berkembang melalui bantuan instansi. Dengan obsesi yang memang telah
didukung oleh potensi merupakan titik terang permasalahan ekonomi. Dunia
industri yang berkembang layaknya laju sepeda dan kadang berhenti ketika lelah
akan berubah menjadi laju kendaraan bermotor yang tak kenal lelah.
Perilaku bisnis masyarakat
Dari
sudut ekonomi, sebenarnya ada tiga pihak jenis perilaku pihak terhadap dunia
bisnis dan usaha. Pertama adalah risk loving (sangat menyukai resiko
usaha). Perilaku ini menyebabkan semakin tinggi resiko, maka semakin tinggi
pula kepuasan yang diterimanya. Sehingga jika pendapatan yang diterima semakin
kecil pun tidak menjadi persoalan bagi pihak tersebut. Perilaku ini lebih cocok
dialamatkan pada penjudi, karena sangat menyukai taruhan yang beresiko tinggi.
Perilaku
kedua adalah risk neutrally (netral terhadap resiko). Pihak ini bersikap
konstan dan netral terhadap resiko, sehingga semakin tinggi resiko usaha yang
terjadi, bukan masalah bagi pihak tersebut selama pendapatan yang diterimanya
konstan dan tetap. Menurut hemat penulis, bank konvensional memiliki perilaku
seperti ini, karena apa pun yang terjadi, pendapatan yang diterima dari
pembiayaan usaha adalah tetap, yaitu sejumlah bunga yang diterimanya.
Prilaku terakhir adalah risk aversion (tidak menyukai resiko). Perilaku
ini menyebabkan suatu pihak bersikap menghindari resiko usaha, sehingga semakin
tinggi resiko suatu usaha, maka dibutuhkan tambahan pendapatan yang lebih
tinggi lagi sebagai kompensasi dari pilihan yang diambil. Perilaku inilah yang
lebih dekat dan sesuai dengan Islam. Perilaku mutualisme ini membutuhkan suatu
pihak membutuhkan pihal lain untuk berbagi resiko usaha. Prinsip ini
dikombinasikan dengan berbagi resiko usaha dapat diintrepretasikan menjadi
pendapatan yang semakin tinggi dan resiko usaha ditanggung bersama.
Prinsip Syari’ah
Sistem
yang diaplikasikan oleh bank syari’ah memiliki tiga prinsip yaitu, pertama
prinsip pertanggungjawaban. Prinsip ini sangat berkaitan dengan prinsip amanah
yang berarti hasil transaksi antara manusia dan Sang Khaliq. Prinsip itu
sendiri berarti bahwa setiap manusia yang terlibat dalam dunia bisnis harus
mempertanggungjawabkan amanah yang telah diemban.
Kedua
yaitu prinsip keadilan. Prinsip keadilan merupakan nilai yang secara intern
melekat pada diri manusia. Dalam konteks perbankan keadilan merupakan pembukuan
yang diadakan setiap adanya transaksi. Lain arti keadilan yang dijunjung pada
sistem syari’ah ini merupakan sistem yang sebisa mungkin mengkondisikan seadil-adilnya
layaknya simbiosis mutualisme. Selain itu kata adil memiliki sifat fundamental
yang berarti akan selalu berpijak pada nilai-nilai syari’ah.
Ketiga
yaitu prinsip kebenaran. Dalam perbankan akan selalu dihadapkan pada masalah
pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktivitas tersebut akan berjalan dengan
baik jika berlandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran akan menghasilkan
keadilan dalam pengakuan, pengukuran dan pelaporan transaksi-transaksi
ekonomi.
Keempat
yaitu prinsip Univeralitas. Bank syari’ah dalam operasionalnya tidak
membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan agama dalam masyarakat dengan
prinsip Islam sebagai rahmatan lil'alamiin
Bank syari’ah dan Ideologi Bangsa
Pancasila merupakan landasan berbangsa
dan bernegara di negara kita. Kita cermati pada bunyi pancasila sila pertama
“Ketuhanan yang maha esa” kalimat tersebut bermaksud bahwa segala yang berjalan
dalam negara kita berlandarkan pada nilai-nilai agama. Hal tersebut sangat erat
dengan bank syari’ah yang memang berpegang teguh pada nilai-nilai agama seperti
yang telah disebutkan diatas pada prinsip pertama.
Pada sila dua berbunyi ”kehidupan yang adil dan beradab”, begitu juga pada sila
kelima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam sila ini
diterangkan bahwa keadilan dijunjung tinggi. Bank konvensional yang menerapkan
sistem bunga jelas memberatkan nasabah dan hal tersebut membuktikan bahwa nilai
keadilan tidak dijunjung. Lain peristiwa ketika kita menengok ke bank syari’ah.
Sistem bagi hasil yang diterapkan secara tegas menjunjung tinggi nilai
keadilan. Hal tersebut sangat erat dengan prinsip kedua dan ketiga bank
syari’ah yang menjunjung prinsip keadilan dan kebenaran.
Masyarakat Indonesia yang Benci
Resiko!!!
Carut
merut ekonomi bangsa kita ini dipicu oleh banyak faktor. Carut merut ekonomi
yang berawal dari runtuhnya masa orde baru berimbas pada menyusutnya lapangan
pekerjaan sehingga grafik pengangguran di Indonesia melambung tinggi. Banyak
pengusaha-pengusaha yang bangkrut. Karena keadaan ekonomi yang tidak stabil
menjadikan banyak jutawan yang tak mampu untuk membeli sepatu.
Permasalahan
demikian bertambah panas dengan sistem riba yang populer. Masyarakat yang
mempunyai nyali bertaruh nyawa dengan sistem itu. Memang ada beberapa yang
berhasil dengan uang pinjaman tersebut tetapi juga tidak jarang kita lihat
orang bernyali yang akhirnya dipasung oleh sistem perbankan yang diterapkan
oleh bank konvensional ini.
Trauma
pun terjadi pada sederet manusia. Trauma tersebut menjadikan rasa hati-hati dan
ragu untuk berkembang. Banyak orang yang hanya pasrah dengan pengahasilah yang
ibarat untuk makan saja pas-pasan karena mereka tidak mau semakin terpuruk.
Kematian obsesi dan ambisi masyarakat tersebut menjadikan faktor utama ketidak
inginan mereka untuk berkembang.
Perilaku
risk aversion merupakan perilaku yang telah mendarah daging di dalam
masyarakat. Banyaknya realita kegagalan membuat masyarakat manganut paham risk
aversion yang tidak menyukai adanya resiko. Munculnya bank syari’ah merupakan
solusi tepat sebagai pembenahan ekonomi bangsa. Keberadaan bank ini kembali
memacu semangat berkembang masyarakat.
Adanya
semangat masyarakat untuk berkembang meyakinkan penulis bahwa dengan kontribusi
bank syari’ah keadaan ekonomi akan semakin membaik. Semangat berkembang akan
berimbas pada bertambahnya lapangan pekerjaan. Dengan bertambahnya lapangan
pekerjaan secara otomatis pengangguran yang ada akan semakin menyusut.
Ini lho, Bank
syari’ah...
Bank
syari’ah dengan sistem bagi hasilnya mulai menuju ke titik kepopuleran. Hal
tersebut terbukti dengan respon positif masyarakat terhadap sistem bagi hasil.
Pilihan opini lain masyarakat tentang sistem perbankan yang lebih baik (better
system), masyarakat memilih sistem bagi hasil adalah pilihan yang paling
disukai banyak masyarakat. Pada pilihan sistem bagi hasil ini sekitar 59%
masyarakat memilihnya. 17% sisanya masyarakat memilih sistem bunga. Kemudian 11%
masyarakat tidak berpendapat.
Data
diatas menunjukan bahwa sistem bagi hasil merupakan sistem yang memiliki
keidealan yang lebih dibanding sistem bunga yang selama ini telah digunakan
oleh bank konvensional. Dengan resiko yang ditanggu oleh kedua pihak menjadikan
semua kalangan tidak berpikir panjang untuk bekerjasama dengan bank.
Seperti
yang telah terjadi di pada petani di daerah Tulungagung. Hasil penelitian
menunjukkan biaya produksi yang dikeluarkan untuk usahatani padi rata-rata
sebesar Rp 4.016.551,61/ha, penerimaan usahatani rata-rata sebesar Rp
8.137.754,84/ha. Selisih dari penerimaan dengan biaya total produksi diperoleh
keuntungan usahatani rata-rata sebesar Rp 3.968.582,26/ha dan keuntungan bagi
hasil (60 % dari nilai keuntungan bersih usahatani) adalah 1.997.373,87/ha. Efisiensi
usahatani dalam penelitian ini sebesar 1,96 ini berarti usahatani yang dibiayai
oleh bank Syari’ah efisien dan layak diusahakan. Kontribusi bank Syari’ah
terhadap pendapatan petani padi relatif kecil yaitu 21.14 %, namun demikian
mempunyai arti yang besar bagi petani yang membutuhkan.
Pengembangan
jaringan dan sosialisasi harus dilakukan
Saat
ini memang bank sayri’ah mulai berkembang pesat. Banyak bank
syari’ah mulai bermunculan. Bahkan
banyak juga instansi keuangan yang semula bersistem konvensional mulai melirik
sistem syari’ah. Hal tersebut terbukti dengan adanya bank syari’ah di dalam
bank konvesional. Misal Bank Permata Syari’ah, Bank BNI Syari’ah, BII
Syari’ah, Bukopin Syari’ah, Danamon Syari’ah dan Niaga Syari’ah. Tetapi seiring
pesatnya perkembangan dan kontribusinya, bank syari’ah masih meninggalkan tanda
tanya besar pada banyak kalangan yang mempunyai notabene mempunyai
pendidikan rendah dan tinggal di daerah-daerah jauh dari perkotaan. Untuk itu
adanya sosialisasi ke daerah-daerah tersebut perlu diadakan. Seiring dengan
sosialisasi, perluasan jaringan juga perlu diadakan. hal tersebut bertujuan
agar sistem syari’ah mampu mencakup ke segala penjuru. Dengan demikian
akselerasi perkembangan dan kontribusi bank syari’ah akan semakin cepat dan
nyata di mata segala kalangan.
DAFTAR PUSTAKA
14.45 WIB, 4 Desember 2013
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&i
=1058&Itemid=5 Mudharabah dan Optimalisasi Sektor Riil
14.30 WIB, 4 Desember 2013
14.24 WIB, 4 Desember 2013
http://www.pkes.org/?page=info_list&id=252&PHPSESSID=82133dade98dbc76f421adcd4cd6738e
65% Perspektif Masyarakat Tentang Bunga Bank Halal
14.49 WIB, 4 Desember 2013
http://library.gunadarma.ac.id/go.php?id=jiptumm-gdl-s1-2003-ulfatilael-54
Peranan Bank Syari’ah Dalam Pemberdayaan Petani
Padi ( Studi Kasus di BMT Permata Tulungagung )
14.55 WIB, 4 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar