Oleh:
Janu Arlinwibowo
"Dari 45 juta tunanetra di dunia, 3,5 juta
adalah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat
kedua penyumbang tunanetra”
Tunanetra
merupakan salah satu difabel yang memiliki kekurangan dalam indera
pengelihatan. Kekurangan dalam indera pengelihatan membuat tunanentra memiliki
keterbatasan untuk mengakses informasi visual. Padahal pada realita kehidupan
informasi visual merupakan sumber informasi dominan. Kentalnya informasi visual
nampak pada proporsi penggunaan indera dimana pengelihatan memiliki persentase
paling tinggi yaitu 83% (Juang Sunanto,
2005:47).
Tingginya informasi visual membuat tunanetra sebagai
individu yang tidak dapat mengakses memiliki banyak keterbatasan. Menurut
Lowenfeld dalam Juang Sunanto (2005:47-65), kelainan atau kehilangan pengelihatan
dapat menyebabkan tiga keterbatasan yang serius. Adapun keterbatasan yang
dimaksud adalah,
a. Variasi dan jenis pengalaman (kognisi)
Kognisi merupakan persepsi individu tentang
orang lain dan objek-objek yang diorganisasikan secara efektif, respon individu
terhadap orang dan objek tergantung pada bagaimana orang dan objek tersebut
tampak dalam kognitifnya. Menurut Hallahan dan Kauffman, perbedaan penting
perkembangan konsep anak tunanetra dengan anak awas adalah bahwa anak tunanetra
mengembangkan konsepnya melalui pengalaman taktual, sedangkan anak awas melalui
pengalaman visual.
b. Kemampuan dalam bergerak di dalam lingkungannya
(orientasi dan mobilitas)
Dalam proses penyesuaian diri, mobilitas
menjadi faktor yang sulit terpecahkan, keleluasaan bergerak di lingkungan
sangat terbatas. Kemampuan mobilitasi sangat berpengaruh dengan kemapuan
orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami Pada intinya adalah seorang tunanetra
harus memiliki kepercayaan diri yang baik untuk dapat memaksimalkan potensi
mobilitas dan orientasi.
c. Berinteraksi dengan lingkungan (sosial dan emosi)
Setiap manusia memiliki karakter
masing-masing dalam bersosial. Karekteristik tersebut muncul dalam kompetensi
sosial yang meliputi: persepsi terhadap orang, asertif, responsif, empati, dan
rasa humor. Menurut Fraiberg, ketunanetraan dapat berdampak pada perkembangan
anak yang akan berimbas pada percepatan perkembangan. Anak tunanetra harus
menempuh rute yang berbeda untuk tiba pada tahap perkembangan yang sama dengan
sebayanya yang awas. Akan tetapi dengan intervensi dini yang tepat maka anak
tunanetra akan dapat mencapai tahap perkembangan yang sama dalam tempo yang
sama dengan teman sebayanya. Oleh karena itu orang tua memiliki peran vital
dalam mengembangkan kompetensi sosial dan mematangkan tingkat emosi anak
tunanetra.
Dalam proses perkembangan, anak tunanetra
lebih menyukai lingkungan dengan densitas sosial yang rendah. Kesukaan tersebut
disebabkan karena dengan densitas sosial yang rendah makan tingkat kebisingan
pun rendah sehingga anak dapat menangkap isyarat-isyarat auditif dengan baik.
Keterbatasan tunanetra memberikan gradasi yang
signifikan dengan orang awas. Ketika orang awas dapat memahami suatu lingkungan
dengan radius tinggi melalui indera pengelihatan, tunanetra yang mengandalkan
rabaan dan pendengaran, sebuah upaya memahami lingkungan dengan radius yang
sangat minimal. Keadaan ini membuat suatu pola hidup yang berbeda.
Aspek yang saat ini terus didengungkan adalah
kemandirian. Tunanetra diharuskan memiliki kemandirian dalam berbagai hal.
Singkatnya adalah tunanetra harus dapat memaksimalkan segala macam potensinya
agar dapat melakukan aktifitas layaknya orang awas. Kemandirian tidak hanya
ditekankan dari sudut padang tunanetra, melaikan orang awas yang mengisi
lingkungan sekitar tunanetra. Paradigma masyarakat cenderung menganggap
tunanetra adalah sosok berkekurangan yang seharunya ditolong. Pola pikir
tersebut akan menjauhkan tunanetra dari kemandirian yang tentunya tidak baik
untuk perkembangan psikologisnya. Seharusnya masyarakat
sudah tidak memposisikan tunanetra sebagai “exceptional
people” seharusnya mengubah persepsinya menjadi “people with special need”. Orientasi pada pemenuhan kebutuhan akan
membawa penekanan pada kemandirian tunanetra.
Tunanetra Butuh Mobilitas
dan Komunikasi
Keterbatasan
kemandirian tunanetra dapat diringkas menjadi dua kata yaitu mobilitas dan
komunikasi. Jelas bahwa mobilitas merupakan aspek penting dalam menunjang
aktivitas, bahkan merupakan syarat mutlak untuk berkembang. Semakin baik
mobilitas seseorang makan akan semakin mudah dalam beraktivitas. Sayangnya
mobilitas melibatkan informasi visual sebagai basis data. Inilah yang membuat
tunanetra memiliki jelajah terbatas, untuk menjangkau keterbatasan tersebut
umumnya ada bantuan dari orang lain.
Tunanetra mengalami
kesusahan untuk mengenal dengan baik suatu lingkungan. Ketiadaan informasi
visual membuat tunanetra harus berkenalan secara berulang-ulang dengan
lingkungan melalui rabaan. Kondisi inilah yang membuat tunanetra mengalami
kesulitan untuk beradaptasi di lingkungan baru. Imbasnya adalah ketakutan untuk
berada di lokasi baru tersebut. Ketakutan ini menjadi salah satu aspek fundamen
yang menghambat mobilitas tunanetra.
Interaksi sosial adalah
bagian penting dalam suatu kehidupan. Bahkan dapat dikatakan kemampuan
interaksi sosial adalah kunci untuk dapat sukses dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Manusia adalah suatu bagian dari lingkungan yang hampir selalu
ditemui dan kewajiban kita harus mengenalinya untuk dapat bersikap. Bagi orang
awas, indera pengelihatan cukup untuk mengenali seseorang dalam jarak jauh,
namun bagi tunanetra tentu tidak. Tunanetra bertumpu pada informasi visual
untuk mengenal seseorang yang dibantu dengan indera perasa. Tentu akan sulit
untuk bertemu pada ruang publik.
Tanpa adanya informasi
visual yang dapat diakses tentu akan menghambat proses komunikasi. Imbasnya
adalah semakin meningkatnya permasalahan jarak. Tunanetra dapat saling
mengenali ketika mereka dalam keadaan sangat dekat, minimal cukup untuk
mengenali suara satu sama lain. Namun hal lain yang menjadi kendala adalah
variansi suara yang relative sulit dikenali, tidak seperti paras manusia yang
dapat dikenali dengan mudah. Masalah berimbas pada aktivitas bersosial
tunanetra, dimana tunanetra akan sulit mempercayai orang. Dalam interaksinya
tunanetra akan memberikan proteksi pada dirinya. Imbasnya, tunanetra akan
menemukan beberapa kesulitan untuk berada dalam lingkungan baru.
Faktanya, untuk
mendukung mobilitas seseorang harus berhubungan dengan orang lain, seperti
penyedia jasa angkutan umum. Ini menjadi sebuah masalah besar ketika ketidak
percayaan terhadap orang lain tidak mendapat solusi. Mobilitas tunanetra
semakin terbatas. Imbasnya tentu akan membawa kesenjangan lebih dengan orang
awas yang dapat dengan nyaman mengakses angkutan umum.
Adanya orang yang
dipercaya dan dapat dijadikan sebagai penolong untuk menunjang mobilitas adalah
solusi. Beberapa tunanetra memiliki lengganan taxi, ojek, ataupun travel agent. Keberadaan handphone menjadi oase untuk mendukung
komunikasi antara tunanetra dengan penyedia jasa. Tunanetra dapat memanggil
penyedia jasa kepercayaannya untuk dapat menuju tempat yang diinginkan dengan
kepercayaan penuh. Selain itu adanya internet juga dapat dijadikan media untuk
membuka komunikasi dengan penyedia jasa. Bahkan tidak hanya berkaitan dengan
penyedia jasa transportasi, keberadaan handphone
dan internet dapat pula dijadikan layanan untuk memesan makanan, berinteraksi
dengan kolega ataupun membeli kebutuhan lain.
Information Technology: Eraser of
Distance
Dewasa ini nampaknya
permasalahan jarak menjadi hal kuno yang tidak menjadi suatu masalah. Saat ini
era dimana teknologi informasi berkembang pesat sehingga jarak menjadi sesuatu
yang bukan menjadi masalah. Sedikit demi sedikit teknologi informasi mulai
berkembang, hingga mencapai akselerasi perkembangan luar biasa mulai tahun
2000an. Diawali dengan adanya telepon rumah yang memfasilitasi masyarakat untuk
berhubungan jarak jauh dengan media suara. Berlanjut muncul telepon genggang
yang dapat mengirimkan pesar berupa tulisan. Hingga berkembang dengan banyaknya
fasilitas internet yang dapat melayani masyarakat dalam berbagai hal berkaitan
dengan komunikasi.
Bahkan luarbiasanya
saat ini akses internet dinilai sebagai kebutuhan primer. Di instansi
perkantoran ataupun sekolah menyediakan akses tersebut agar dapat dipakai oleh
semua kalangan yang membutuhkan, tentunya dengan kebijakan masing-masing
kantor. Informasi dinilai sebagai salah satu aspek penting dalam mendukung
kinerja. Untuk beberapa kantor sengaja memancarkan wifi dengan radius yang
relatif jauh sehingga khalayak umum dapat menggunakan. Fenomena tersebut nampak
di kantor DPRD Kabupaten Bantul dan Telkom Bantul.
Popularitas internet
semakin menggila. Semakin banyak orang yang terinfeksi virus candu internet
karena memang kemudahannya dalam mengakses informasi. Ditambah dengan harga
perangkat komputer yang semakin lama semakin terjangkau. Atau juga semakin
terjangkaunya handphone yang dapat
dijadikan media untuk mengakses internet. Dengan uang kurang dari 1 juta saat
ini masyarakat sudah mendapatkan handphone
dengan fasilitas penangkap sinyal wifi. Jika hanya ingin internet saja, banyak handphone dengan harga kurang dari Rp
500.000,-. Sebuah survei yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di
Indonesia tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau 24,23 persen dari total
populasi negara ini.
Dari fenomena murahnya
perangkat dan mudahnya akses internet, tidak heran jika popularitasnya terus
meningkat. Bahkan keberadaan fasilitas sinyal internet menjadi sesuatu yang
marketable. Fasilitas internet dapat memberikan daya tarik masyarakat untuk
mengunjungi atau beraktifitas di suatu tempat. Dan segmennya pun sangat luas
karena hampir semua masyarakat memiliki handphone
atau komputer jinjing. Fakta mengejutkan bahwa ternyata jumlah handphone di Indonesia diperkirakan
mencapai sekitar 250,100,000 buah handphone.
Dengan jumlah penduduk mencapai 237,556,363 maka perbandingan jumlah penduduk
yang menggunakan handphone mencapai
105.28%.
Inovasi yang dilakukan
oleh stakeholder pun semakin variatif dan canggih. Fasilitas untuk saling
berkomunikasi pun semakin banyak pilihan. Hingga muncul suatu media sosial yang
dapat memfasilitasi masyarakat untuk berkomunikasi dan berkomunitas di dalam
dunia maya. Dimulai dari chating ala
mirc hingga friendster yang dapat memaparkan identitas dengan lebih nyata.
Terus berkembang hingga saat ini facebook dan twitter manjadi jejaring sosial
yang paling familiar digunakan oleh masyarakat. Untuk twitter Indonesia berada
di posisi kelima dengan jumlah akun 19,5 juta. Sedangkan untuk pengguna
facebook di Indonesia per bulan Januari 2013 telah menembus angka 50 juta
pengguna, tepatnya 50,583 juta
Jejaring sosial dapat
memfasilitas masyarakat untuk berkomunitas secara luar biasa. Dengan jejaring
sosial informasi dan undangan dapat disampaikan secara mudah. Banyak kasus yang
menyebutkan bahwa jejaring sosial mempertemukan teman lama yang sudah lama lostcontact. Jarak menjadi buka suatu
masalah untuk mencari teman yang jaraknya ribuan kilo bahkan terpisah benua.
Berkomunitas menjadi sangat mudah dengan jangkauan yang sangat luas, bahkan
seperti tanpa jarak.
Tunanetra Dalam
Mengakses Teknologi Informasi
Lagi-lagi visual menjadi mayoritas sumber informasi, kali ini dalam
mengakses teknologi informasi. Handphone dan komputer memberikan sinyal visual
untuk mengomando pengguna dalam mengoperasikan alat komunikasi tersebut. Sedikit
berpaling dari aspek kebermanfaatan, fakta bahwa visualah yang menjadi sumber
informasi utama memuahkan pertanyaan, bisakah tunanetra turut mengaksesnya?
Meninjau potensi perkembangan dunia internet, ditemukan banyak
pengembangan software yang compatible untuk digunakan tunanetra. Pengembangan
tersebut menunjukan bahwa paradigma berbagai kalangan Industri Teknologi
Informasi mulai berfokus “people with special need”. Industri memberikan fasilitas khusus pada tunanetra
sehingga dapat mengoperasikan piranti elektronik dengan baik layaknya orang
awam. Inovasi yang dikembangkan untuk mendukung aksesibilitas tunanetra dalam
menggunakan piranti elektronik berupa handphone
dan komputer adalah pembaca layar atau dikenal dengan nama software screen reader. Prinsip kerja software ini adalah membaca tulisan dan
obyek yang ada dilayar monitor lalu ditransfer ke bentuk suara
menjadi semacam 'mata telinga'. Dengan demikian, tunanetra bisa mendengar semua
yang ada dilayar, baik berupa tulisan, icon
maupun simbol-simbol lainnya. Dengan berbekal komputer atau handphone yang telah dilengkapi screen reader maka setiap tunanetra dapat mengakses informasi yang
ada di internet layaknya orang awas. Lebih dari itu, mereka juga dapat menulis
dan berkreasi dalam web ataupun blog.
Tunanetra mengoperasikan komputer
(bawah) dan Tunanetra sms (atas)
Gambar diatas menunjukan bahwa tunanetra dapat
mengoperasikan piranti elektronik. Pada gambar penggunaan komputer nampak bahwa
tunanetra menggunakan headset, tujuannya adalah agar sinyal suara dari komputer
hanya dikonsumsi sendiri sehingga tidak mengganggu lingkungan dan tentunya
informasi audio dapat diterima lebih jelas. Gambar di kanan merupakan tunanetra
yang sedang menulis sms. Berbeda dengan orang awas yang ketika menulis sms
fokus terhadap layar, namun untuk tunanetra, pada saat menulis sms mereka
mendekatkan handphone ke telinga
untuk memperjelas informasi suara yang diberikan.
Teknologi Informasi: Melihat
Dalam Kebutaan, Beraktifitas Dalam Kegelapan
Keterbatasan indera pengelihatan membuat tunanetra
hidup dengan minimal informasi. Disaat manusia pada umumnya sebagai mayoritas
penduduk dunia bertumpu pada informasi visual, tunanetra tidak dapat
mengaksesnya. Inilah yang menjadi suatu kegersangan, minimnya informasi yang masuk
berbanding lurus dengan minimnya aktivitas. Dampaknya adalah minimnya ilmu yang
kemudian akan mengerdilkan tunanetra secara umum.
Perkembangan teknologi informasi yang telah berhasil
memberikan layanan informasi cepat dan murah. Melalui berbagai pengembangan,
tunanetra dikedepankan sebagai salah satu komunitas yang diutamakan untuk dapat
mengakses informasi. Oleh karena itu munculah screenreader sebagai solusi agar tunanetra dapat mengakses
informasi layaknya orang awas. Kondisi ini layaknya mata air yang muncul
ditengah suatu gurun luas, tunanetra yang semula memiliki keterbatasan kini
telah diberikan sarana penunjang untuk mengakses informasi.
Dengan menggunakan piranti telekomunikasi tunanetra
dapat berkomunikasi lebih leluasa. Jangkauan akses informasi meluas bahkan
dapat dikatakan hampir menyamai orang awas. Fakta lapangan memperlihatkan bahwa
banyak tunanetra yang memiliki handphone
untuk menunjang segala aktivitasnya. Bahkan kondisi sudah layaknya orang awas,
banyak siswa tunanetra sudah membawa handphone
di sekolah. Kondisi ini membuat masalah komunikasi jarak jauh untuk tunanetra
telah terpecahkan.
Mencermati media komunikasi lain yang baru-baru ini
menjadi tren masyarakat, bahkan untuk beberapa kalangan sudah menjadi kebutuhan
primer. Internet adalah suatu sumber informasi yang sangat mudah dengan
jangkauan sangat luas. Bermodalkan handphone
atau komputer kita dapat mengakses
internet untuk mencari informasi. Dengan screenreader
tunanetra dapat mengakses internet dengan leluasa. Internet dapat memberikan
informasi yang diinginkan dengan jangkauan yang sangat luas hingga muncul
jargon “sekarang bisa ke luar negeri
sekejap tanpa naik pesawat”.
Kemudahan mengakses internet memberikan dampak pada
mobilitas tunanetra. Sebelum pergi ke suatu tempat tunanetra dapat mempelajari
lokasi tersebut terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran. Perihal
transportasi menuju lokasi tertentu, dengan internet tunanetra dapat mencari
informasi jasa angkutan yang dapat memfasilitasnya untuk sampai tujuan. Bahkan saat
ini sebagian besar perusahaan penyedia jasa transportasi sudah mengonlinekan produknya sehingga proses
reservasi dapat dilakukan melalui internet. Kemudahan tersebut jelas membantu
tunanetra dalam kesehariaanya.
Teknologi memang semakin populer dimana ketenaran
internet semakin menggila. Bahkan
saat ini sudah barang biasa mencari pasar di internet. Banyak sekali produk
yang ditawarkan melalui internet. Pemesanan produk pun dapat dilakukan melalui
internet ataupun telepon. Termasuk juga pemesanan kebutuhan sehari-hari seperti
makan. Selanjutnya barang pesanan akan diantar sampai tempat pemesan. Fenomena
tersebut sungguh sangat membantu tunanetra dalam mencukupi kebutuhan, dengan
mobilitas minimal dapat menperoleh sesuatu yang dibutuhkan.
Apakah tunanetra selalu menjadi konsumen? Tidak.
Tunanetra pun dapat memanfaatkan internet sebagai media penunjang aktivitas
produktif. Tunanetra dapat menggunakan internet untuk menunjang profesinya.
Mudahnya publikasi di internet membuat tunanetra dapat memasarkan bisnisnya
semisal jasa pijit, jasa translate
ataupun berbagai usaha lain. Dengan demikian maka tunanetra dapat menjangkau
semua kalangan untuk mempopulerkan produknya.
Munculnya sosial media membuat pengguna internet
semakin mudah dalam melakukan interaksi dengan orang lain, termasuk tunanetra.
Selain orang awas, tunanetra pun dapat memanfaatkan fasilitas sosial media
sebagai ajang silaturahmi. Didalam media inilah tunanetra dapat berkomunikasi
dengan leluasa dengan sesame tunanetra maupun dengan masyarakat luas.
Keuntungannya adalah tunanetra dapat menghimpun komunitas sesama sehingga dapat
saling bercakap dan berdiskusi dengan intensif karena tidak memikirkan jarak.
Keadaan tersebut akan memberikan dampak positif bagi tunanetra karena mereka
marasa tidak sendiri sehingga secara psikologis pun baik untuk dapat
menumbuhkan kepercayaan diri.
Seringnya berinteraksi dengan orang akan memberikan
wawasan yang lebih luas, begitu pula dengan tunanetra. Kondisi paling
menguntungkan adalah ketika tunanetra menemukan sosok sesama tunanetra yang
memiliki karir cemerlang. Kebutuhan teladan inilah yang selama ini sulit
didapatkan oleh tunanetra. Padahal banyak sekali tunanetra hebat yang informasi
sepak terjangnya dapat dilihat di internet seperti Setia
Adi Purwanta seorang tunanetra bergelar megister pendidikan yang menjabat
sebagai pimpinan resource centre, Eko Ramaditya Adikara
seorang tunanetra yang berhasil menelurkan suatu buku fenomenal berjudul Blind Power: Berdamai Dengan Kegelapan,
Muhammad Soedito wartawan tetap Departemen Luar Neger, dan masih banyak lagi. Dengan internet tunanetra
akan lebih mudah untuk menemukan sosok cemerlang yang dapat dijadikan panutan
dan pelecut semangat untuk memaksimalkan bakat. Bahkan beberapa diantara
tunanetra berprestasi aktif di dunia internet sehingga tunanetra dapat langsung
berkomunikasi untuk menimba ilmu.
Dengan memanfaatkan teknologi
informasi tunanetra dapat melakukan banyak hal tanpa memperhatikan keterbatasan
pengelihatan, bahkan dapat beraktifitas seperti berdagang tanpa harus repot
memikirkan ketunanetraannya.
Daftar Pustaka
Amir Karimuddin.
2013. Pengguna Facebook di Indonesia Tembus
50 Juta Orang. Dalam http://www.trenologi.com/201301229286/pengguna-facebook-di-indonesia-tembus-50-juta-orang/ diakses pada 10
Agustus 2013
Anonim. Indonesia Masuk 4 Besar Pengguna Handphone
Terbanyak. Dalam http://carakupedia.com/indonesia-masuk-4-besar-pengguna-handphone-terbanyak/ diakses pada 10
Agustus 2013
Anonim. 2012. Indonesia Pengguna Twitter Terbesar Kelima
Dunia. Dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/02/02/072381323 diakses pada 10
Agustus 2013
Juang
Sunanto. 2005. Mengembangkan Potensi Anak
Berkelainan Pengelihatan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Kompas.
2003. Setia Adi Purwanta, Kebutaan adalah
Kesempurnaan
Oik Yusuf. 2013.
2013, Pengguna Internet Indonesia Bisa
Tembus 82 Juta. Dalam http://tekno.kompas.com/read/2012/12/13/10103065/2013.pengguna.internet.indonesia.bisa.tembus.82.juta
Yessy Artada.
2011. Otje
Soedioto, Penyandang Tunanetra dengan Segudang Prestasi. Dalam http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=49691 diakses pada 10
Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar