Social Icons

Pages

Sabtu, 31 Desember 2011

XL, KATALISATOR POTENSIAL PEBANGKIT EKONOMI RAKYAT (Membuka Ruang Pemberdayaan Industri Kreatif Melalui Program Modem Bundling)

Oleh: Kuntari Dasih

Telekomunikasi dalam Basis Era Transparansi
“sektor telekomunikasi menjadi pembelanja terbesar dari total pengeluaran agregat di kuartal III/2011. Jumlah itu tumbuh 89% dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu”
(Irawati Pratignyo, Managing Director untuk Media Group di Nielsen Indonesia )

Perkembangan peradaban yang ditandai dengan adanya circle evolution telah mengarah pada era globalisasi yang tak terbendung. Dimulai dengan komparasi ekonomi yang tercermin dari adanya competitive adventage, kemudian merambah luas ke dunia teknologi yang ditandai dengan akses e-(elektronik). Tak dapat dipungkiri bahwa arus globalisasi yang bercirikan keluesan tanpa hambatan telah menempatkan telekomunikasi termasuk di dalamnya operator seluler untuk menjadi based core actor. Berbagai diversifikasi produk kemudian muncul untuk mensupply permintaan pasar yang semakin menggelembung.
Adanya kemajuan telekomunikasi telah membawa dunia pada lintas tanpa batas sehingga tercipta akselerasi di berbagai bidang, tak terkecuali di bidang ekonomi. Bagi dunia usaha, khususnya industri seluler, hal ini merupakan stimulus untuk menggenjot profit dari opportunity yang paling tinggi. Begitu pula dengan konsumen, mereka akan berusaha mengkombinasikan budget line demi mencapai utilitas yang maksimum. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan dan dilirik sebagai lahan penetrasi bisnis karena didukung pula dengan komposisi penduduk yang tinggi. Seperti yang dikutip dalam harian kompas bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 mencapai 241 juta jiwa, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yaitu 237,6 juta jiwa[1].
Kenyamanan dan kecanggihan akses telekomunikasi sudah menjadi hal instan yang mudah didapatkan. Namun, hal tersebut tidak berbanding lurus ke segala aspek kehidupan. Sebuah konklusi menarik dapat diambil dari UU Telekomunikasi No.39 tahun 1999 bahwa di samping menciptakan iklim yang kompetitif dalam menggerakkan persaingan usaha, industri telekomunikasi selayaknya bisa menjadi motor penggerak bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di tengah kompetisi global yang memanas. Hal Ini dapat diwujudkan dengan ikut berpartisipasi dalam mengembangkan perekonomian rakyat melalui gerakan ekonomi riil. Lalu, apakah industri seluler sudah benar-benar berpartisipasi dalam konsesi pembangunan ataukah hanya menjadi jangkar kecil di tengah kenyamanan dunia bisnis?

Industri Seluler dalam Korelasinya dengan UU No. 36 Tahun 1999 (Studi tentang Tujuan dan Manfaat dalam Bab II pasal 3)
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa telekomunikasi memegang peranan yang vital dalam sebuah negara. Bahkan bisa dikatakan merupakan tonggak berjalannya kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik dan budaya.
Menyorot pada fungsi dan manfaat dari pendirian industri seluler yang tertuang dalam UU No. 36 Tahun 1999 Bab II pasal 3 berbunyiTelekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa”. Selain memegang peran dalam memudahkan encoding jarak jauh dalam kaitannya dengan penguatan persatuan dan kesatuan bangsa, telekomunikasi juga mempunyai peran implisit untuk membantu meningkatkan economic growth baik dari tingkat mikro sampai tataran makro.
Bukan hal yang mudah mengingat di satu sisi ada persaingan yang semakin ketat, namun di sisi lain dominasi masyarakat terutama di daerah urban belum siap memberikan tanggapan dan respon balik. Akibatnya, ada ketimpangan yang tinggi dalam arus informasi, dalam praktek dan penerimaan teknologi, yang pada akhirnya berakibat pada retardation of economic. Di sinilah peran industri seluler sangat dibutuhkan yaitu sebagai komunikan yang menjembatani antara pihak yang mengalami shortage (baca:UMKM) dan excess (baca:industri besar yang sudah merasakan dampak kemajuan teknologi) sehingga dapat tercipta suatu titik equilibrium yang dapat dirasakan oleh semua kalangan. Lalu, bagaimana menciptakan keseimbangan agar semua pihak dapat merasakan dampak kemajuan teknologi telekomunikasi?

Umkm sebagai Basis Perekonomian Rakyat
SME atau lebih dikenal dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah dipercaya sebagai unit yang penting untuk mendukung perkembangan ekonomi suatu negara. Terdapat tiga tingkatan pada sektor industri ini, yaitu mikro, kecil, dan menengah. Industri dikatakan mikro apabila modal usahanya kurang dari 50 juta, kecil antara 50 juta hingga 500 juta, sedangkan industri menengah modalnya berkisar antara 500 juta hingga 1 Miliar. Jumlah UMKM di Indonesia tercatat sebanyak 42,4 juta dan memberikan kontribusi 56,7% dari total GDP[2].
Melalui pendirian industri berskala mikro, kecil, dan menengah diharapkan dapat menjawab permasalahan pengangguran. UMKM berusaha untuk menyedot pengangguran dalam jumlah banyak dan mengubahnya sebagai bagian dari  faktor produksi asli (SDM). Tahun 2008 usaha mikro menyerap 83.647.711 pekerja atau sekitar  86,89% tenaga kerja. Angka tersebut juga mengalamai tren positif dengan kenaikan rata-rata sekitar 2,26% selama periode tahun 2006-2008[3].
Dengan berkurangnya pengangguran maka tingkat daya beli masyarakat akan meningkat, sehingga menambah persentase untuk konsumsi. Konsumsi rumah tangga inilah yang diharapkan mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi produk-produk dalam negeri. Muaranya, tentu akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Gambar 2. Grafik Proyeksi Konsumsi Rumah Tangga

Dalam jangka panjang, sustainability UMKM dapat menjadi saingan mutlak sekaligus benteng pertahanan terhadap masuknya produk-produk dari luar negeri. Angka pengganda (multiplier effect) dan perputaran modal industri UMKM hanya sebatas di dalam negeri, sehingga apabila terjadi gejolak krisis ekonomi global sektor ini tidak akan terkena imbasnya secara langsung. Bertahannya UMKM pada krisis ekonomi 1997/1998 semakin membuka mata kita akan ketangguhan sektor ini dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia dari bahaya krisis ekonomi.

Potensi Indonesia sebagai Pelaku Umkm
Jumlah penduduk Indonesia terus mengalami kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2010 jumlah penduduk berkisar 237 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2011 sudah mencapai 241 juta jiwa, naik sekiar 4 juta jiwa dalam satu tahun. Sayangnya, kondisi ini kontras dengan tingkat pemenuhan kebutuhan dan kualitas hidup masyarakat. Badan Pusat Statistik memaparkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang atau 12,49 persen[4].
Apabila disandingkan dengan potensi sumber daya alam yang terbentang dari sabang sampai merauke, masyarakat Indonesia seakan ada dalam marginalitas yang diciptakan sendiri. Padahal jika dilihat secara gamblang, ada banyak potensi dari sektor pertanian, kebudayaan, bahkan kerajinan yang sudah menembus pangsa ekspor.
Indonesia menyimpan banyak produk unggulan yang dapat dijadikan alternatif bagi brand dan pencitraan UMKM. Seperti kain tenun khas Bali yaitu Grinsing yang merupakan salah satu produk unggulan yang ditampilkan di UKM Gallery, gedung Smesco Indonesia. Kain tenun Gringsing ini dihasilkan melalui metode ikat ganda, dan pada saat ini hanya bisa ditemukan di Gujarat dan India. Pulau Jawa pun menyimpan perrmadani berupa kain batik tulis  yang telah mendunia.
Tidak hanya itu, Kalimantan juga memiliki potensi khas yaitu Batik Sasirangan yang menjadi kain adat khas suku Banjar. Kerajinan ini dibuat dengan cara tradisional yaitu menggunakan teknik tusuk jelujur kemudian diikat dengan tali rafia, sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi. Potensi kerajinan songket, assesoris, patung, anyaman, furniture serta produk anyaman juga tidak dapat dipandang sebelah mata karena hasil produk ini juga telah menyumbang kenaikan Gross Domestic Product yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Konklusi singkat yang dapat diambil bahwa Indonesia mempunyai potensi luar biasa dalam pengembangan UMKM sebagai basis perekonomian, selain karena kontribusinya terhadap peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) yang mencapai 56 persen dari seluruh total konsumsi rumah tangga, juga karena fungsinya yang dapat menyeluruh ke segala lapisan.

Komparasi Tren Produk Industri Seluler dalam Sektor UMKM (Tren Tiga Market Leader Industri Seluler)
-Telkom
PT. Telekomunikasi Indonesia mulai menyisir UMKM dengan melakukan ekspansi melalui program Private Cluster. Tujuannya agar Telkom dan UKM bissa sama-sama membangun industri telekomunikasi yang menguntungkan semua pihak sambil memberdayakan ekonomi rakyat.
Private Cluster merupakan program pemberdayaan area yang belum tersentuh oleh operator lain di kawasan rural ataudesa. Konkretnya, PT. Telkom mengajak kerja sama dealer pulsa skala UKM untuk pengembangan layanan. Melalui program ini, UKM yang bergerak di bisnis penjualan kartu perdana dan pulsa diberi keleluasaan mengembangkan layanan Flexi dengan dukungan dari Divisi Telkom Flexi.
-Indosat
Dalam menyikapi adanya persaingan yang semakin ketat, tak tanggung-tanggung operator seluler yang masuk dalam 3 peringkat atas inipun gencar melakukan pendekatan ke ranah UMKM. Salah satu produk yang sedang diluncurkan adalah layanan Blackberry Enterprise Service on Demand (BES on Demand).
Adanya sistem ini dapat memudahkan pelanggan untuk ter-sinkronisasi atau terhubung dengan mail inbox yang ada di komputer. Pelanggan juga bisa mengakses Global Address yang berisi alamat e-mail kantor serupa seperti yang terdapat pada inbox komputer. Sayangnya, layanan ini hanya bisa dinikmati oleh perusahaan berskala besar dengan server yang harus memenuhi spesifikasi tertentu.
-XL
Sebagai salah satu industri besar yang bergerak dalam bidang seluler, XL terus melakukan pengembangan dan terobosan baru untuk mempertinggi kualitas layanan dalam menjawab permintaan konsumen. Salah satunya yang sedang booming adalah program modem bundling yang sudah dimulai pada tanggal 10 Desember 2011. Program ini terlaksana dengan menggandeng ZTE Cooperation.
Bundling XL-ZTE ini adalah upaya XL untuk memanjakan pelanggan dalam mengakses Internet XL, yang lebih cepat, lebih jernih dan lebih jelas dengan jaringan XL Hot Rod 3G+. Dengan paket bundling pelanggan dapat menikmati layanan internet unlimited dengan kecepatan hingga 3,6 Mbps. Adanya program ini juga menjadi wujud komitmen XL dalam optimalisasi peningkatan layanan akes internet yang berkualitas.
Adanya inovasi-inovasi ini sayangnya kurang diimbangi dengan keterlibatan XL di sektor UMKM. Padahal sektor ini membutuhkan banyak suntikan dari operator seluler terkait telekomunikasi dan pemasaran. Oleh karena itu, untuk melengkapi resolusi yang telah ada, selayaknya XL juga ikut andil peran dalam pengentasan industri kreatif ke taraf yang lebih tinggi, dengan mengubah citra konvensional-tradisional menjadi enthusiastic-global.

XL sebagai Penggugah Kebangkitan Ekonomi Rakyat Melalui Pemberdayaan UMKM (Optimalisasi Program Gratis Modem Bundling untuk Menggerakkan Sektor Riil)
Sejak Januari hingga Maret tahun 2011 volume ekspor Indonesia sudah menurun 35%, jika hal ini berlanjut maka dunia usaha diperkirakan akan mengalami bleeding. Dibutuhkan upaya untuk menggerakkan kembali lokomotif perekonomian melalui gerbong industri kreatif karena entitas skala usaha ini mempunyai ketahanan sebagai jaring pengaman rakyat dalam menghadapi krisis dan turbulensi ekonomi. Dilihat dari segi jumlah unit usaha untuk tahun 2007 dan 2008, UMKM menguasai pangsa sebesar 99,99% dari keseluruhan pelaku usaha di Indonesia[5]. Menurut Indiarti, UMKM dapat diklasifikasikan dalam kriteria entrepreneurship[6] yang terdiri dari:
Livelihood activities. Yang termasuk dalam kategori ini adalah UMKM yang pada umumnya melakukan kegiatan produksi dan operasional untuk mencari nafkah. Para pelaku kelompok ini tidak memiliki jiwa kewirausahaan dan berada dalam sektor informal. Inilah yang mendominasi dari keseluruhan persentase UMKM yang ada di Indonesia.
Micro Enterprice. Kelompok ini biasanya lebih bersifat pengrajin, dalam artian tidak mempunyai skill dan mental untuk menciptakan inovasi dan pembaharuan sehingga mereka hanya tahu tentang cara bertahan, bukan menentang risiko untuk menciptakan peluang.
Small Dynamic Enterprises. Pelaku usaha dalam kategori ini sudah cukup mempunyai jiwa kewirausahaan sehingga memiliki peluang yang cukup potensial untuk dikembangkan. Sayangnya, jumlahnya hanya seperlima dari keseluruhan yang ada. Sisi positifnya, golongan ini sudah mampu melakuakan ekspor dan menerima pekerjaan subkontrak yaitu jalinan kemitraan dengan usaha besar.
Fast Moving Enterprises. UMKM dalam golongan ini sudah memiliki jiwa kewirausahaan yang mantap, mengarah pada pembaharuan dan selalu beradaptasi dengan keadaan yang berfluktuasi. Dari sinilah lahir pengusaha-pengusaha golongan menengah dan besar sehingga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi core image UMKM.
Berkaca dari perkembangan yang ada, UMKM seakan mendapat tempat kedua dibandingkan dengan industri manufaktur dan industri besar lainnya mulai dari bantuan permodalan, marketing, sampai dengan subsidi produksi. Bahkan pola pengembangan yang selama ini dilakukan hanya mengacu pada sistem production linkage yaitu suatu mekanisme di mana UMKM hanya berlaku sebagai pemasok bahan baku dan penolong bagi industri besar. Bukan posisi yang menguntungkan karena akan memudarkan iklim kemandirian yang seharusnya menjadi ciri dari UMKM itu sendiri.
Permasalahan selanjutnya terkait aset faktor produksi asli yang masih ada dalam golongan rendah, dengan penguasaan teknologi yang masih minim. Hal ini menimbulkan dampak siklus di mana akan berujung pada sedikitnya akses untuk melakukan pemasaran dan ekspansi produk. Inilah yang perlu dijadikan target oleh industri seluler dalam rangka membantu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan,-bantuan pemasaran-.
Tak bisa dipungkiri bahwa terbatasnya akses teknologi dan keterlambatan dalam mengikuti arus telekomunikasi menjadi salah satu penyebab sulitnya pemasaran melalui media online. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa media pemasaran yang digunakan oleh sebagaian besar pelaku usaha UMKM hanyalah mouth to mouth, kartu nama, dan pamflet sederhana. Masih jarang pula yang menggunakan billboard, mobile billboard, backdrop, katalog, surat kabar, banner dan buklet. Program free economic reinventing yang merupakan inovasi pemasaran online bagi umkm pun masih terbatas aksesnya, di samping karena belum adanya minat yang tinggi dari pelaku UMKM, fasilitas ini hanya mengarah pada sektor yang berskala besar.
Menurut Kotler yang mencetuskan teori marketing mix yang terdiri dari product, price, place, and promotion menempatkan iklan sebagai bagian penting dalam pemasaran, termasuk di dalamnya media yang digunakan karena akan berdampak pada jumlah produk yang terjual. Peran industri seluler sebagai basis telekomunikasi yang menjadi penjembatan antara teknologi dengan kebutuhan masyarakat akan sangat diperlukan karena salah satu hal yang menjadi penghalang adanya program go online adalah kurangnya akses internet apalagi untuk UMKM yang berada di wilayah pedesaan.
Adanya kemajuan teknologi-globalisasi telah menyeret area persaingan pada lintas negara, bukan lagi sebatas regional. Didukung dengan ketatnya kompetitor dan banyaknya jumlah pelaku yang bermunculan, mengharuskan sektor UMKM untuk mencari strategi baru dalam memenangkan pasar. Keberadaan internet pada akhirnya menjadi salah satu solusi bagi para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya karena luasnya jangkauan pemasaran dan mudahnya sistem yang digunakan.
Krusialitas pemasaran online juga dapat dirasakan ketika terjadi krisis ekonomi yang diakibatkan adanya subprime mortgage di Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Pada awalnya UMKM turut merasakan tamparan lewat menurunnya tingkat produktifitas, namun berkat adanya pemasaran online, sektor ini mulai bergairah kembali yang ditandai dengan meningkatnya ekspor.
Berkaca dari kasus yang terjadi di Amerika, sangat bijaksana jika UMKM dibekali dengan fasilitas telekomunikasi yang mumpuni. XL sebagai salah satu bagian dari industri seluler berusaha menyediakan layanan telekomunikasi yang nyaman dan mudah bagi pelanggan. Hal itu didukung dengan adanya 19.349 Base Transceiver Station (BTS) sampai akhir 2009 diseluruh Indonesia, tersebar melalui Sumatra termasuk Aceh, jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua dengan cakupan populasi 90%[7]. Jaringan yang ditawarkan XL pun menggunakan kombinasi antara fiber optic dan transmisi microwave sehingga dapat dinikmati akses dengan kemampuan tinggi untuk transmisi data dalam jumlah besar.
Tidak berhenti di situ, XL mulai melakukan resolusi dengan melakukan penambahan BTS 3G dan meningkatkan layanan seluler mulai dari Bandara Ngurah Rai sampai Nusa Dua, juga di Denpasar. GM Sales East II XL, Djie Yannes mengatakan bahwa  perbaikan kapasitas jaringan terutama jaringan 3G telah dilakukan  untuk mempersiapkan layanan internet yang baik. Bahkan beberapa di antaranya sudah menggunakan second carrier, yaitu dua 3G per BTS. Adanya program ini tentu akan semakin menambah kepercayaan pelanggan terhadap XL karena jaminan kecepatan yang semakin komprehensif dan terjangkau.
Resolusinya bahwa XL, melalui program modem bundling dapat menjadi penggagas adanya program pemasaran online. Modem di sini akan membantu masyarakat dalam melakukan koneksi internet 24 jam. Selain membantu dalam hal pemasaran, adanya program ini juga dapat meminimalisir cost sehingga anggaran dapat dialokasikan untuk kegiatan operasional lain yang produktif. Gambaran singkat dapat dijelaskan lewat bagan berikut ini:

Gambar : Alur Proses Bantuan Modem Bundling ke UMKM

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengklasifikasikan UMKM menjadi 2 golongan yaitu potensial dan belum potensial. UMKM yang masuk dalam golongan potensial adalah Small Dynamic Enterprises dan Fast Moving Enterprises, sedangkan yang masuk dalam kategori belum potensial Livelihood activities dan Micro Enterprice. Tujuan diadakannya pengelompokan ini karena berkaitan dengan langkah yang akan diambil selanjutnya. Untuk UMKM yang memang sudah memiliki kesiapan untuk go online, modem langsung dapat diberikan. Pemberian modem di sini adalah sebagai stimulus, setelahnya ada monitoring dan juga kerjasama dari pihak XL untuk berkomitmen membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui UMKM dengan memberikan layanan-layanan baru yang mendukung.
Untuk golongan kedua yaitu UMKM yang belum potensial, tidak serta merta diberikan bantuan modem bundling begitu saja. Sebelumnya harus ada pendampingan dan pengenalan teknologi online untuk membantu mempersiapkan kondisi sosial masyarakat. Baru setelah dirasa siap, pihak XL bisa memberikan bantuan berupa modem. Pendampingan dan juga praktek-praktek riil akan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kacakapan.
Program ini juga tidak terlepas dari desperindag dan juga koperasi. Kedua lembaga ini mempunyai peran dan proporsi untuk membantu dalam keberlanjutan. Desperindag nantinya akan berfungsi untuk memberikan pelatihan mengenai kegiatan ekspor impor setelah UMKM go online, kemudian koperasi akan penting fungsinya dalam melakukan integrasi lokal. Semuanya akan mengerucut menuju satu goal yang diinginkan bersama yaitu online marketing sebagai tanggapan dari adanya era teknologi dan liberalisasi. Dengan adanya program ini, diharapkan seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati adanya kemajuan teknologi dan ikut andil dalam peningkatan kesejahteraan lewat industri kreatif.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Gratis Modem Bundling dari XL. Diunduh dari http://Gratis.Modem.Bundling.Paket.Internet.dari.XL.htm pada tanggal 21 Desember 2011
Anonim. 2011. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2011. Diunduh dari http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a3aa91ab&cb
Anonim. 2011. Undang-undang RI No. 36 th. 1999 tentang Telekomunikasi. Diunduh dari http://www.apjii.or.id/uu36/index.html pada tanggal 20 Desember 2011
Imamah, Nuruh. 2011. Peran Bussiness Development dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah. Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10208169176_1411-1438.pdf pada tanggal 28 Desember 2011
Indiarti, N. 2007. Entrepreneurship dan Usaha Kecil Menengah di Indonesia. Yogyakarta: Ardana Media
Karyana, Y. 2005. Teori Ringkas Ekonomi. Yogyakarta: Intersolusi Pressindo
Sugiarto, dkk.  2002. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
TIM LOPI. 2007. Langkah Sukses Menuju Olimpiade Ekonomi. Jakarta : LOPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar