Oleh: Janu Arlinwibowo
inijanu.blogspot.com
Sebuah Prolog: Tepuk
Jidat Melihat “Pesta”
Pemilu merupakan suatu pesta demokrasi
yang diselenggarakan oleh pemerintah. Memilih dan dipilih adalah agenda dari
pesta ini. Semua orang punya hak memilih dan semua orang punya hak dipilih
pula. Itulah konsekuensi yang mutlak terjadi karena bangsa ini memilih sistem
demokrasi. Demokrasi diusung dengan harapan adanya suatu keadilan antar rakyat
dan wakil rakyat. Oleh karena itu jargon dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat
selalu berdengunndi seantero jagad nusantara.
Sekilah tentang demokrasi, mari kita
berbicara mengenai “pestanya” demokrasi. Negeri ini selalu mengadakan pesta
setiap lima tahun sekali dengan agendan pemilihan umum. Memilih untuk
menentukan siapa yang berhak mewakili rakyat di atas singgasana pemerintahan.
Pemilu tahun ini dimana diawali dengan
pemilihan legislatif. Legislatif? Singkatnya masyarakat menyerukannya pemilihan
DPR, demikian lebih familiar didengar. Proses kampanye berjalan dengan meriah,
banyak wajah berukuran jumbo terpampang di perempatan jalan, melimpah ruah
bendera warna-warni di tepi jalan padat kendaraan. Semua bertujuan agar partai
dan calegnya dapat popularitas di kalangan masyarakat. Sayangnya, masyarakat
tetap saja bertanya-tanya siapa mereka yang memantaskan diri untuk maju sebagai
wakil rakyat.
Bukan berlebihan, namun fakta menunjukan
bahwa banyak masyarakat yang buta dan tuli. Mereka tidak tahu orang yang
wajahnya terpampang di perempatan, mereka tidak mendengar teriak riuh promosi
visi dan misi. Mungkin bukan karena mata yang rabun atau gendang telinga yang mengeras,
tapi karena terlampau banyak yang harus diperhatikan dan terlampau banyak yang
berkeinginan di dengarkan. Fakta memang di perempatan lebih dari 5 foto
terpampang sedangkan waktu tunggu lampu merah hanya kisaran 45 detik, teriak
riuh suara caleg dan tim suksesnya yang silih berganti berdatangan. Simpang
siur informasi membuat masyarakat tidak dapat mencermati dengan nyaman. Wajar
bila masyarakat tidak dapat memahami siapa calon-calonnya.
Masyarakat akhirnya memilih berdasarkan
sapek lain yang tidak ada kaitannya dengan kompetensi sebagai wakil rakyat,
hubungan saudara, tetangga, teman atau hanya sekedar kenal. Menilik lebih dalam
mengenai rekam jejak, visi misi, atau latar pendidikan tidak sempat ditelusuri
oleh masyarakat. Bahkan mungkin banyak pemilih yang sekedar asal saja, mungkin
juga jika ditanya saat ini mereka sudah lupa dulu memilih siapa.
Beranjak ke pesta yang lebih meriah,
pemilihan presiden. Pemilihan bakal calon orang nomor satu di Indonesia
berjalan lebih ramai. Masyarakat mulai menelusuri secara mendalam calon
presiden. Mungkin karena hanya ada dua calon sehingga relatif ringan dalam
membandingkan. Namun ternyata bukan hal mudah pula membandingkan kedua calon
karena informasi yang tersedia acak-acakan tidak karuan. Banyak fitnah, banyak
kebohongan, saling menjelekan,itulah nuansa pemilihan presiden. Sehingga
masyarakat luas pun tidak luput dari kebingungan. Sudah sulit lagi membedakan
informasi yang benar dan salah, sangat sulit membedakan tulisan yang memberi
informasi atau suatu doktrin belaka.
Muncul banyak sistem kampanye yang
sangat tidak nyaman, saling menjelekan. Bisa dikatakan lautan demokrasi telah
menghitam akibat melarutnya kampanye negatif. Entah dalam kondisi ini, masihkan
pemilu menjadi suatu pesta? Nampaknya bukan, karena pesta adalah tempatnya
orang gembira, bukan saling adu mulut yang tidak ada selesainya.
Imbasnya masyarakat bingung mencari
informasi. Sangat sulit mencari informasi yang netral dengan analisis tajam
berkuaitas. Sangat langka informasi yang dapat dijadikan acuan untuk membangun
keyakinan. Akhirnya, masyarakat yang terlanjur berpihak pun menjadi fanatik,
namun yang masih bimbang menjadi semakin bingung, bahkan sebagian memilih
menyimpan hak pilihnya karena tidak memiliki pandangan.
Diobrak-abriknya Media
Informasi
Televisi dipandang sebagai media
informasi yang dapat menjangkau masyarakat secara luas. Sehingga tidak heran
jika televisi dibajak oleh berbagai orang berkepentingan untuk memuluskan
rencana. Bagaimana tidak? Beberapa chanel ternama saling beradu pandangan untuk
membela kubu yang didukung. Baru tahun ini televisi memberikan dampak
signifikan pada pemilu.
Simpang siur berita di media membuat
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap berita televise mulai luntur. Validitas
berita pun mulai banyak diragukan karena memang terdapat tendensi dari berbagai
televisi. Namun, kondisi tersebut tidak dapat dihindari. Strategi bijak adalah
tidak memakan mentang informasi yang disampaikan berbagai media.
Usaha pemerintah untuk memberikan wacana
pada masyarakat sebetulnya sudah sangat bagus. Adanya debat capres dan cawapres
yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi dapat dijadikan
sebagai sumber informasi valid. Namun masalahnya, pasca debat seringkali pihak
televisi mengulas ulang dan berkomentar sesuai dengan tendensi masing-masing.
Strateginya adalah saling mengupas kejelekan dan kelemahan dari pasangat lain.
Mengerikannya, beberapa media bersikap
sangat profokatif dengan mengangkat isu-isu rasis. Untuk beberapa konsumen
informasi yang baik, itu bukan masalah tapi untuk penikmat informasi yang
emosional, dampaknya sangat besar. Orientasi pada kejelekan rival membuat
nuansa persaingan sangat panas, seolah mereka akan memperjuangkan negeri ini
dari penjajah, padahal mereka hanya mencoba menjadi yang terbaik dengan
mengambil antusiasme dari rakyat, bukan membuat rakyat membenci rival.
Permasalahannya adalah tidak mampunya
pemerintah untuk mengontrol informasi yang masuk pada masyarakat. Disamping
dari televisi, banyak informasi dari media cetak dan internet yang provokatif.
Pemerintah memang menyediakan debat ataupun situs resmi kpu tapi nampaknya
tidak terlalu familiar. Sehingga informasi resmi kpu tidak dikonsumsi secara
massal oleh masyarakat. Imbasnya adalah masyarakat kebingungan dan tidak
menjadi cerdas saat pemilihan dilaksanakan.
Perkembangan Telepon
Genggam
Benar bahwa beberapa tahun yang lalu
televisi merupakan media informasi yang memiliki jangkauan paling luas. Namun
seiring perkembangan teknologi, telepon genggam nampaknya akan masuk dalam era kejayaan.
Bahkan dapat dibilang saat ini era kejayaan telepon genggam sudah dimulai.
Terdapat fakta mengejutkan, saat ini jumlah handphone
di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 250,100,000 buah handphone. Dengan jumlah penduduk
mencapai 237,556,363 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 105.28%.
Asumsi yang dapat diambil dari data di
atas adalah hampir semua orang indonesia memiliki telepon genggam sebagai media
komunikasi. Telepon genggam bersifat mobile
dan private. Dapat dipandang pula
telepon genggam adalah bagian tubuh dari pemiliknya, hanya istirahat ketika
pemiliknya sedang tidur.
Perkembangan telepon genggam terjadi
akibat dari murahnya piranti dan biaya komunikasi. Ditambang dengan fasilitas
internet yang ada pada telepon genggang membuat benda mungil ini menjadi
kebutuhan pokok pemiliknya. Ditambah bahwa telepon genggap dapat difungsikan
sebagai televisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa telepon genggam memiliki
potensi yang luar biasa sebagai media informasi.
Melihat potensi pertumbuhan telepon
genggam, pemerintah sering memanfaatkannya sebagai media publikasi, termasuk
publikasi pemilu. Sekilas sms masuk dengan ini mengingatkan pengguna untuk
tidak lupa mencoblos. Strategi tersebut dipandang efektif karena mampu
menghantarkan pesan hampir ke semua masyarakat Indonesia. Namun sebatas
mengingatkan tidak lupa mencoblos saja belum memberikan pencerahan pada
masyarakat. Ingat kapan mencoblos tapi tidak tahu kenapa mencoblos dan siapa
yang dicoblos.
Kolaborasi Strategis
Strategis, kalimat yang paling representatif
untuk mendeskripsikan publikasi melalui sms. Walaupun saat ini sudah ada email,
facebook, twitter, dan sebagainya, namum sms dipandang sebagai media informasi
yang privat dan selalu terpantau. Tidak ada istilah telat membuka sms, tapi
kalau pesan tidak terbaca karena lama tidak buka email atau twitter, itu
masalah klasik.
Industri seluler adalah pihak yang
paling berkuasa dalam mengontrol lalu-lintas informasi berbasis selular. Bukan
hal yang sulit untuk mengirimkan berbagai pesan ke seluruh pelanggannya.
Buktinya hampir setiap minggu pihak selular selalu mengirim sms promosi, entah
promosi paket internet, sms, atau telpon murah. Jadi bukan hal yang mustahil
ketika industri selular mengambil peran sebagai duta penyebaran informasi
pemilu.
Pihak selular dapat mengirimkan berbagai
macam pesan berkaitan dengan pemilu. Saat menjelang pemilu, hal yang baling
dibutuhkan oleh masyarakat adalah informasi valid. Berbasis sms, pihak selular
dapat mengontrol informasi yang akan disampaikan kepada pelanggan. Dengan
demikian maka informasi yang diakses oleh masyarakat pun merupakan sumber yang “baik”.
Seperti halnya informasi mengenai curriculum vitae caleg atau capres, yang
sebetulnya telah disediakan oleh KPU tapi sedikit orang yang mengakses.
Hal yang disampaikan melalui sms misal “Salam Indonesia, mari cermati calon presiden
kita berdasar sudut pandang pendidikan https://www……..”. Sms demikian akan
memberi stimulus agar masyarakat mengakses sehingga memiliki wawasan cukup
untuk menjadi pemilih cerdas. Berita pun dapat dikontrol oleh pemerintah
sehingga tidak menyebabkan merebaknya aura kebencian dan saling caci-maki.
Beredarnya sms informasi tersebut akan menekan popularitas berita-berita tidak
valid yang disebar melalui media sosial. Keyakinan muncul karena pengakses
media sosial jauh lebih sedikit dibandingkan pengakses sms.
Mekanisme Sinergi
Sinergi untuk melahirkan pemilih cerdas
menuju suatu pesta yang sesungguhnya melibatkan pemerintah, industri selular
dan pihak lain. Untuk lebih membuka imajinasi mari kita lihat bagan di bawah
ini.
Industri selular memiliki peran utama
sebagai pengirim pesan ke masyarakat. Isi pesan adalah mempopulerkan berbagai
berita yang disediakan oleh berbagai instansi terpercaya. Kemudian masyarakat
akan terpancing untuk mengakses sumber informasi dan mendapati berbagai
informasi. Industri selular berpotensi memiliki peran ganda dengan mengambil
peran lain sebagai penyedia informasi. Tentunya informasi yang disediakan
melalui validasi dari instansi berwenang.
Sumber informasi utama adalah dari web
pemerintah, yang dalam kasus pemilu didominasi oleh KPU. Berbagai informasi
disediakan di web dan industri selular selalu update untuk mempublikasikannya pada masyarakat. Tidak hanya dari
informasi pemerintah, penyedia informasi dari kalangan lain pun memiiliki
potensi untuk turut ambil bagian dengan syarat data telah divalidasi dan
disetujui oleh pemerintah.
Salah satu hal yang penting adalah
tuntutan industri selular untuk saling bekerjasama. Untuk tujuan bersama, agar
jangkauan informasi menjadi seluas-luasnya maka dibutuhkan kerjasama antara
industri selular. Nampaknya hal tersebut sangat mungkin karena demi kepentingan
bangsa maka persaingan dapat diredam sementara waktu. Bahkan untuk dukungan
yang lebih mendalam tentunya beberapa web yang memberikan informasi dapat
digratiskan sehingga masyarakat dapat leluasa mengakses. Dengan demikian maka
akan muncul berlipat-lipat jumlahnya pemilih cerdas.
Pemilih Cerdas: Inilah
Pesta
Maksud dari pemilih cerdas adalah pemilih
yang memilih secara sadar. Tidak hanya sadar dalam arti bahasa, tapi juga dalam
arti makna. Pemilih cerdas adalah pemilih yang mengetahui siapa yang
dipilihnya, tidak hanya sekedar tahu nama tapi juga tahu alasan kenapa memilih.
Peranan informasi yang valid akan membuat masyarakat mengenal calon-calon
pemimpin secara baik.
Tidak hanya mengenal siapa yang dia
dukung tapi juga mengenal siapa yang tidak dia dukung. Namun, tidak seperti
saat ini, fanatik, mayoritas masyarakat termakan kampanye hitam, disadari
maupun tidak. Pendukung A memilih A dan benci pada B, begitu pula sebaliknya.
Itulah imbas dari menyebarnya informasi tidak valid yang mengarah pada strategi
provokasi.
Masuknya industri selular jelas akan
meminimalkan hal tersebut. Informasi dapat dikontrol sehingga hanya memuat
konten-konten yang telah divalidasi sehingga tidak memuat berita yang saling
menjelekan sehingga memicu perpecahan. Negara ini diciptakan menjadi satu dalam
suatu keanekaragaman. Informasi yang baik akan mengarahkan penilaian pada unsur
kebaikan, siapa yang lebih baik, bukan siapa yang baik dan siapa yang jelek.
Demikian
maka pemilu di negeri ini dapat menjadi benar-benar suatu pesta.
Masyarakat
tidak mabuk (sadar) saat berpesta,
Tanpa
ada pertikaian berkepanjangan,
Mengakui
masing-masing memiliki kelebihan,
Menuju pemerintahan yang berdaulat,
Semoga
kedepan dapat terwujud, sinergi industri dan pemerintah,
Untuk
negeri ini,