Social Icons

Pages

Senin, 29 September 2014

MENDONGKRAK POPULASI “PEMILIH CERDAS” MELALUI SINERGI INDUSTRI SELULER-PEMERINTAH



Oleh: Janu Arlinwibowo
inijanu.blogspot.com


Sebuah Prolog: Tepuk Jidat Melihat “Pesta”
Pemilu merupakan suatu pesta demokrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Memilih dan dipilih adalah agenda dari pesta ini. Semua orang punya hak memilih dan semua orang punya hak dipilih pula. Itulah konsekuensi yang mutlak terjadi karena bangsa ini memilih sistem demokrasi. Demokrasi diusung dengan harapan adanya suatu keadilan antar rakyat dan wakil rakyat. Oleh karena itu jargon dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat selalu berdengunndi seantero jagad nusantara.
Sekilah tentang demokrasi, mari kita berbicara mengenai “pestanya” demokrasi. Negeri ini selalu mengadakan pesta setiap lima tahun sekali dengan agendan pemilihan umum. Memilih untuk menentukan siapa yang berhak mewakili rakyat di atas singgasana pemerintahan.
Pemilu tahun ini dimana diawali dengan pemilihan legislatif. Legislatif? Singkatnya masyarakat menyerukannya pemilihan DPR, demikian lebih familiar didengar. Proses kampanye berjalan dengan meriah, banyak wajah berukuran jumbo terpampang di perempatan jalan, melimpah ruah bendera warna-warni di tepi jalan padat kendaraan. Semua bertujuan agar partai dan calegnya dapat popularitas di kalangan masyarakat. Sayangnya, masyarakat tetap saja bertanya-tanya siapa mereka yang memantaskan diri untuk maju sebagai wakil rakyat.
Bukan berlebihan, namun fakta menunjukan bahwa banyak masyarakat yang buta dan tuli. Mereka tidak tahu orang yang wajahnya terpampang di perempatan, mereka tidak mendengar teriak riuh promosi visi dan misi. Mungkin bukan karena mata yang rabun atau gendang telinga yang mengeras, tapi karena terlampau banyak yang harus diperhatikan dan terlampau banyak yang berkeinginan di dengarkan. Fakta memang di perempatan lebih dari 5 foto terpampang sedangkan waktu tunggu lampu merah hanya kisaran 45 detik, teriak riuh suara caleg dan tim suksesnya yang silih berganti berdatangan. Simpang siur informasi membuat masyarakat tidak dapat mencermati dengan nyaman. Wajar bila masyarakat tidak dapat memahami siapa calon-calonnya.
Masyarakat akhirnya memilih berdasarkan sapek lain yang tidak ada kaitannya dengan kompetensi sebagai wakil rakyat, hubungan saudara, tetangga, teman atau hanya sekedar kenal. Menilik lebih dalam mengenai rekam jejak, visi misi, atau latar pendidikan tidak sempat ditelusuri oleh masyarakat. Bahkan mungkin banyak pemilih yang sekedar asal saja, mungkin juga jika ditanya saat ini mereka sudah lupa dulu memilih siapa.
Beranjak ke pesta yang lebih meriah, pemilihan presiden. Pemilihan bakal calon orang nomor satu di Indonesia berjalan lebih ramai. Masyarakat mulai menelusuri secara mendalam calon presiden. Mungkin karena hanya ada dua calon sehingga relatif ringan dalam membandingkan. Namun ternyata bukan hal mudah pula membandingkan kedua calon karena informasi yang tersedia acak-acakan tidak karuan. Banyak fitnah, banyak kebohongan, saling menjelekan,itulah nuansa pemilihan presiden. Sehingga masyarakat luas pun tidak luput dari kebingungan. Sudah sulit lagi membedakan informasi yang benar dan salah, sangat sulit membedakan tulisan yang memberi informasi atau suatu doktrin belaka.
Muncul banyak sistem kampanye yang sangat tidak nyaman, saling menjelekan. Bisa dikatakan lautan demokrasi telah menghitam akibat melarutnya kampanye negatif. Entah dalam kondisi ini, masihkan pemilu menjadi suatu pesta? Nampaknya bukan, karena pesta adalah tempatnya orang gembira, bukan saling adu mulut yang tidak ada selesainya.
Imbasnya masyarakat bingung mencari informasi. Sangat sulit mencari informasi yang netral dengan analisis tajam berkuaitas. Sangat langka informasi yang dapat dijadikan acuan untuk membangun keyakinan. Akhirnya, masyarakat yang terlanjur berpihak pun menjadi fanatik, namun yang masih bimbang menjadi semakin bingung, bahkan sebagian memilih menyimpan hak pilihnya karena tidak memiliki pandangan.
Diobrak-abriknya Media Informasi
Televisi dipandang sebagai media informasi yang dapat menjangkau masyarakat secara luas. Sehingga tidak heran jika televisi dibajak oleh berbagai orang berkepentingan untuk memuluskan rencana. Bagaimana tidak? Beberapa chanel ternama saling beradu pandangan untuk membela kubu yang didukung. Baru tahun ini televisi memberikan dampak signifikan pada pemilu.
Simpang siur berita di media membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap berita televise mulai luntur. Validitas berita pun mulai banyak diragukan karena memang terdapat tendensi dari berbagai televisi. Namun, kondisi tersebut tidak dapat dihindari. Strategi bijak adalah tidak memakan mentang informasi yang disampaikan berbagai media.
Usaha pemerintah untuk memberikan wacana pada masyarakat sebetulnya sudah sangat bagus. Adanya debat capres dan cawapres yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi dapat dijadikan sebagai sumber informasi valid. Namun masalahnya, pasca debat seringkali pihak televisi mengulas ulang dan berkomentar sesuai dengan tendensi masing-masing. Strateginya adalah saling mengupas kejelekan dan kelemahan dari pasangat lain.
Mengerikannya, beberapa media bersikap sangat profokatif dengan mengangkat isu-isu rasis. Untuk beberapa konsumen informasi yang baik, itu bukan masalah tapi untuk penikmat informasi yang emosional, dampaknya sangat besar. Orientasi pada kejelekan rival membuat nuansa persaingan sangat panas, seolah mereka akan memperjuangkan negeri ini dari penjajah, padahal mereka hanya mencoba menjadi yang terbaik dengan mengambil antusiasme dari rakyat, bukan membuat rakyat membenci rival.
Permasalahannya adalah tidak mampunya pemerintah untuk mengontrol informasi yang masuk pada masyarakat. Disamping dari televisi, banyak informasi dari media cetak dan internet yang provokatif. Pemerintah memang menyediakan debat ataupun situs resmi kpu tapi nampaknya tidak terlalu familiar. Sehingga informasi resmi kpu tidak dikonsumsi secara massal oleh masyarakat. Imbasnya adalah masyarakat kebingungan dan tidak menjadi cerdas saat pemilihan dilaksanakan.
Perkembangan Telepon Genggam
Benar bahwa beberapa tahun yang lalu televisi merupakan media informasi yang memiliki jangkauan paling luas. Namun seiring perkembangan teknologi, telepon genggam nampaknya akan masuk dalam era kejayaan. Bahkan dapat dibilang saat ini era kejayaan telepon genggam sudah dimulai. Terdapat fakta mengejutkan, saat ini jumlah handphone di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 250,100,000 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 237,556,363 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 105.28%.
Asumsi yang dapat diambil dari data di atas adalah hampir semua orang indonesia memiliki telepon genggam sebagai media komunikasi. Telepon genggam bersifat mobile dan private. Dapat dipandang pula telepon genggam adalah bagian tubuh dari pemiliknya, hanya istirahat ketika pemiliknya sedang tidur.
Perkembangan telepon genggam terjadi akibat dari murahnya piranti dan biaya komunikasi. Ditambang dengan fasilitas internet yang ada pada telepon genggang membuat benda mungil ini menjadi kebutuhan pokok pemiliknya. Ditambah bahwa telepon genggap dapat difungsikan sebagai televisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa telepon genggam memiliki potensi yang luar biasa sebagai media informasi.
Melihat potensi pertumbuhan telepon genggam, pemerintah sering memanfaatkannya sebagai media publikasi, termasuk publikasi pemilu. Sekilas sms masuk dengan ini mengingatkan pengguna untuk tidak lupa mencoblos. Strategi tersebut dipandang efektif karena mampu menghantarkan pesan hampir ke semua masyarakat Indonesia. Namun sebatas mengingatkan tidak lupa mencoblos saja belum memberikan pencerahan pada masyarakat. Ingat kapan mencoblos tapi tidak tahu kenapa mencoblos dan siapa yang dicoblos.
Kolaborasi Strategis
Strategis, kalimat yang paling representatif untuk mendeskripsikan publikasi melalui sms. Walaupun saat ini sudah ada email, facebook, twitter, dan sebagainya, namum sms dipandang sebagai media informasi yang privat dan selalu terpantau. Tidak ada istilah telat membuka sms, tapi kalau pesan tidak terbaca karena lama tidak buka email atau twitter, itu masalah klasik.
Industri seluler adalah pihak yang paling berkuasa dalam mengontrol lalu-lintas informasi berbasis selular. Bukan hal yang sulit untuk mengirimkan berbagai pesan ke seluruh pelanggannya. Buktinya hampir setiap minggu pihak selular selalu mengirim sms promosi, entah promosi paket internet, sms, atau telpon murah. Jadi bukan hal yang mustahil ketika industri selular mengambil peran sebagai duta penyebaran informasi pemilu.
Pihak selular dapat mengirimkan berbagai macam pesan berkaitan dengan pemilu. Saat menjelang pemilu, hal yang baling dibutuhkan oleh masyarakat adalah informasi valid. Berbasis sms, pihak selular dapat mengontrol informasi yang akan disampaikan kepada pelanggan. Dengan demikian maka informasi yang diakses oleh masyarakat pun merupakan sumber yang “baik”. Seperti halnya informasi mengenai curriculum vitae caleg atau capres, yang sebetulnya telah disediakan oleh KPU tapi sedikit orang yang mengakses.
Hal yang disampaikan melalui sms misal “Salam Indonesia, mari cermati calon presiden kita berdasar sudut pandang pendidikan https://www……..”. Sms demikian akan memberi stimulus agar masyarakat mengakses sehingga memiliki wawasan cukup untuk menjadi pemilih cerdas. Berita pun dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga tidak menyebabkan merebaknya aura kebencian dan saling caci-maki. Beredarnya sms informasi tersebut akan menekan popularitas berita-berita tidak valid yang disebar melalui media sosial. Keyakinan muncul karena pengakses media sosial jauh lebih sedikit dibandingkan pengakses sms.
Mekanisme Sinergi
Sinergi untuk melahirkan pemilih cerdas menuju suatu pesta yang sesungguhnya melibatkan pemerintah, industri selular dan pihak lain. Untuk lebih membuka imajinasi mari kita lihat bagan di bawah ini.


Industri selular memiliki peran utama sebagai pengirim pesan ke masyarakat. Isi pesan adalah mempopulerkan berbagai berita yang disediakan oleh berbagai instansi terpercaya. Kemudian masyarakat akan terpancing untuk mengakses sumber informasi dan mendapati berbagai informasi. Industri selular berpotensi memiliki peran ganda dengan mengambil peran lain sebagai penyedia informasi. Tentunya informasi yang disediakan melalui validasi dari instansi berwenang.
Sumber informasi utama adalah dari web pemerintah, yang dalam kasus pemilu didominasi oleh KPU. Berbagai informasi disediakan di web dan industri selular selalu update untuk mempublikasikannya pada masyarakat. Tidak hanya dari informasi pemerintah, penyedia informasi dari kalangan lain pun memiiliki potensi untuk turut ambil bagian dengan syarat data telah divalidasi dan disetujui oleh pemerintah.
Salah satu hal yang penting adalah tuntutan industri selular untuk saling bekerjasama. Untuk tujuan bersama, agar jangkauan informasi menjadi seluas-luasnya maka dibutuhkan kerjasama antara industri selular. Nampaknya hal tersebut sangat mungkin karena demi kepentingan bangsa maka persaingan dapat diredam sementara waktu. Bahkan untuk dukungan yang lebih mendalam tentunya beberapa web yang memberikan informasi dapat digratiskan sehingga masyarakat dapat leluasa mengakses. Dengan demikian maka akan muncul berlipat-lipat jumlahnya pemilih cerdas.

Pemilih Cerdas: Inilah Pesta
Maksud dari pemilih cerdas adalah pemilih yang memilih secara sadar. Tidak hanya sadar dalam arti bahasa, tapi juga dalam arti makna. Pemilih cerdas adalah pemilih yang mengetahui siapa yang dipilihnya, tidak hanya sekedar tahu nama tapi juga tahu alasan kenapa memilih. Peranan informasi yang valid akan membuat masyarakat mengenal calon-calon pemimpin secara baik.
Tidak hanya mengenal siapa yang dia dukung tapi juga mengenal siapa yang tidak dia dukung. Namun, tidak seperti saat ini, fanatik, mayoritas masyarakat termakan kampanye hitam, disadari maupun tidak. Pendukung A memilih A dan benci pada B, begitu pula sebaliknya. Itulah imbas dari menyebarnya informasi tidak valid yang mengarah pada strategi provokasi.
Masuknya industri selular jelas akan meminimalkan hal tersebut. Informasi dapat dikontrol sehingga hanya memuat konten-konten yang telah divalidasi sehingga tidak memuat berita yang saling menjelekan sehingga memicu perpecahan. Negara ini diciptakan menjadi satu dalam suatu keanekaragaman. Informasi yang baik akan mengarahkan penilaian pada unsur kebaikan, siapa yang lebih baik, bukan siapa yang baik dan siapa yang jelek.

Demikian maka pemilu di negeri ini dapat menjadi benar-benar suatu pesta.
Masyarakat tidak mabuk (sadar) saat berpesta,
Tanpa ada pertikaian berkepanjangan,
Mengakui masing-masing memiliki kelebihan,
Menuju pemerintahan yang berdaulat,
Semoga kedepan dapat terwujud, sinergi industri dan pemerintah,
Untuk negeri ini,